CHAPTER 41 - TEBING PERASAAN

84 5 1
                                    


            Samar terdengar suara burung pagi memberikan melodi yang tak asing bagi telinga. Aku baru tersadar, diri ini terlelap entah sejak kapan. Tak tahu apa yang sedang dan sebelumnya terjadi. Hanya terbaring pada ranjang busa sambil menatap langit-langit yang tak kukenal.

Rasanya ada sesuatu yang hangat dan lembut menyentuh pada sela-sela jari tangan kiriku. Terasa pula adanya beban kecil yang menindih dada. Napasku agak sesak namun perasaan ini cukup membuatku nyaman.

Kemudian perlahan kuarahkan pandangan pada sesuatu yang menindihku tersebut. Nampak sesosok gadis berambut panjang terurai tengah menindihkan kepalanya tepat di atas dadaku. Ia tertidur dengan posisi duduk di samping kananku. Tak terlihat wajahnya seperti apa karena ia menghadap pada arah lain.

Setelah itu aku memperhatikan kembali keadaan di sekitarku. Bila dilihat dari pengamatan sementara, ruangan ini seperti ruang perawatan rumah sakit. Hanya saja tanpa ada alat infus yang menggantung. Ranjang ini pun bersebelahan dengan jendela yang menghadap ke luar. Namun aku tak dapat melihatnya dengan jelas, hanya nampak langit biru dan beberapa awan kecil yang bergerak terbang perlahan mengikuti angin.

~Sreeeekkkkk...

Seketika pandanganku jatuh pada sebuah pintu geser yang baru saja terbuka di salah satu sudut ruangan. Terlihat seorang gadis kaukasoid[1] berambut merah berkepang berdiri dari balik pintu tersebut. Aku mengenalinya, ia adalah Lena yang sebelumnya telah disekap oleh Rombusta. Kemudian ia berjalan masuk sambil membawa seikat bunga seperti tulip. Dari sikapnya, sepertinya ia berniat untuk menyimpannya pada vas di atas bufet samping ranjang. Sayup terdengar gumaman saat ia mengisi air pada vas tersebut.

"Cepat sadarlah, Enutra. Kubawakan bunga ini hanya untukmu tulus dari dasar lubuk hatiku yang terdalam."

Dalam hatiku terucap beberapa kali rasa syukur. Terakhir kali kuingat, ia berada dalam keadaan yang berbahaya karena sekapan Rombusta di hadapan monster Scylla yang mengamuk. Namun nyatanya kini ia terlihat sangat sehat tanpa kekurangan apapun. Aku benar-benar bersyukur.

Tergurat senyum dari kedua bibirku.

"Benarkah apa yang kau katakan itu?" tanyaku tiba-tiba membalas gumaman Lena.

~Praaannnkk..

Lena seketika terperanjat menatapku hingga tanpa sengaja vas yang dibawanya terjatuh pecah membuat seisi ruangan menjadi ramai sesaat. Saat itu pula gadis yang tengah tertidur di sampingku pun terbangun karenanya.

"Lena, apa yang terjadi?" gadis yang baru terbangun itu lalu bertanya sambil berkali-kali mengusap-usap matanya.

"Tu-Tuan putri.. Itu E-Enutra.." Lena terbata sambil menunjuk pada diriku.

Sang gadis yang baru terbangun pun sontak menoleh padaku. Tampak rona ketidakpercayaan dari raut wajahnya. Dengan segera ia menggenggam erat tangan kiriku dengan kedua tangannya, "Enutraaa.. Syukurlah akhirnya kau telah sadar."

Aku kembali menampakkan senyum simpul. Terlihat wajah cantik berkulit putih cerah merona dengan mata sayu yang khas. Gadis yang sejak tadi bersamaku ini memang orang yang telah kukenal. Sekali lagi kuucapkan syukur yang tiada henti dari dalam hati. Ternyata Vivian pun tidak mengalami hal buruk seperti yang kubayangkan. Karena terakhir kali kuingat ia jatuh tak sadarkan diri sesaat setelah tubuhku diambil alih oleh kekuatan misteriusku.

Tiba-tiba Vivian berdiri, "Aku baru ingat, seharusnya aku memanggilkan dokter setelah kau sadar."

"Biar aku saja tuan putri." Lena menimpal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 20, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dunia SemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang