Vivian..
Vivian..
Entah sejak kapan aku jadi sering memikirkannya. Padahal bila ku ingat-ingat lagi, mengobrol dengannya pun aku belum pernah. Terakhir kali berbicara dengannya pun rasanya tidak seperti mengobrol, saat itu dia langsung pergi begitu saja setelah aku mengucapkan beberapa kata padanya. Sebenarnya apa yang ada dalam kepalaku ini? Aku sama sekali tidak bisa untuk memahaminya.
Saat ini aku berlari tanpa tujuan yang jelas. Dengan hanya mengandalkan insting dan firasat, kakiku bergerak dengan sendirinya seolah tahu kemana harus melangkah. Untungnya tak ada seorang pun yang menghalangiku selama mengitari seluruh sudut bangunan ini. Aneh memang, bangunan yang dihuni oleh petinggi kubah ini seharusnya memiliki banyak penjaga yang terus menerus mengawasi. Dalam pikiranku sering terbesit apakah ini semua masih merupakan rencana dari Tyrone atau bukan? Tapi.. Lupakan! Yang jelas saat ini aku meninggalkannya dengan Diksy hanya demi memastikan keselamatan Vivian. “Ah kenapa aku harus memikirkan Vivian sampai seperti ini?”
Akhirnya aku berhenti tepat di depan sebuah pintu besi yang cukup besar dengan terdapat kotak seukuran telapak tangan di sampingnya. Terdapat tulisan yang tidak ku mengerti tepat di atas pintu tersebut. Aku tidak tahu mengapa aku berhenti. Rasanya seperti telah dikendalikan oleh sesuatu hingga memaksaku untuk berhenti di depan pintu ini.
Perlahan-lahan rasa penasaran mulai menyelimuti diriku. Aku mengangkat tangan kananku dan mencoba untuk menyentuh pintu tersebut. Aku tak begitu yakin dengan apa yang sebenarnya kulakukan saat ini.
“Jika saja aku mempunyai kekuatan seperti yang Diksy miliki, mungkin dengan mudah pintu ini dapat dihancurkan.” gumamku sendirian.
Tiba-tiba mataku terfokus pada kotak kecil di samping pintu tersebut. Entah apapun itu, bila diperhatikan dengan seksama kotak itu seperti sebuah sensor telapak tangan seperti yang ada dalam film-film fiksi ilmiah. Dengan adanya pemikiran seperti itu, aku mulai berinisiatif unuk mencoba meletakkan telapak tanganku pada kotak tersebut hingga akhirnya..
~Biiippp...
“Akses ditolak.”
Terdengar suara dari kotak tersebut yang mengatakan bahwa akses untuk memasuki pintu tersebut telah ditolak. Tentu saja ditolak, akan aneh jadinya bila aku dapat memasuki pintu ini dengan menggunakan telapak tanganku. Tapi yang terpenting aku sudah mengetahui bahwa benda tadi adalah kunci untuk dapat masuk dalam ruangan di balik pintu ini dan cara untuk menggunakannya adalah dengan menempelkan telapak tangan seseorang yang telah memiliki izin.
Tapi.. Entah apa sebenarnya yang ada di benakku hingga memaksakanku untuk bisa masuk ke dalam ruangan ini? Mungkinkah ini adalah pengaruh dari kekuatan yang masih belum bisa ku kendalikan itu? Kini pikiranku menjadi kalut karena perbuatanku sendiri. Mengapa aku harus seperti ini?
***
“Dionze!!” Mikoto meneriakkan nama seseorang yang pernah menjadi rekan seperjalanan sebelumnya.
“Mikoto! Apa yang kamu lakukan di sini?!” Dionze terkejut setelah mengetahui siapa wanita yang menunggangi kuda itu.
“Awas Dionze!” Mikoto kembali berteriak.
Sebuah sinar penghancur remidi mengarahkan tembakannya pada Dionze. Tapi untunglah karena refleks Dionze yang sangat luar biasa, tembakan tersebut dapat ditangkis dengan sempurna olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Semu
FantasyEril Nusantara, seorang mahasiswa baru, tiba-tiba terbangun pada suatu tempat dan tubuh yang asing baginya. Seekor kucing yang dapat berbicara mengaku telah membawanya ke tempat tersebut dan memasukannya pada tubuh seseorang bernama Enutra. Beberap...