CHAPTER 32 - EGO

1.4K 67 12
                                    

            "Dionze, apa kamu tak bisa membuat kuda ini berlari lebih kencang lagi?"

            "Tentu saja aku bisa."

            "Arrgghh, kenapa tidak kau lakukan sejak tadi?"

            "Apa kau benar-benar yakin? Bila kulakukan sekarang, maka kau harus segera turun dari kuda ini."

            "Apa maksudmu??"

            "Yap, dengan begitu maka beban akan semakin berkurang sehingga dapat membuatnya berlari lebih kencang."

            Mataku memicing, "Ha.. Ha.. Ha.. Lucu sekali. Kau bercanda dengan nada bicara serius seperti biasanya."

            Untuk sementara, yang bisa kulakukan saat ini hanya berusaha menyusul untuk menemui Vivian dan Mikoto dengan kuda yang dikendarai oleh Dionze. Ingin rasanya segera sampai dan melihat mereka berdua dalam keadaan selamat. Semoga saja tidak terjadi sesuatu yang buruk selama kami meninggalkannya.

            Bila dipikirkan kembali, apa yang telah dikatakan oleh wanita vanator tadi telah membuatku sadar, begitu mudahnya aku untuk dibodohi sehingga kami harus terjebak oleh tipuan murahannya. Tak berhenti diriku menyesali keputusan untuk pergi meninggalkan mereka berdua hanya demi mengikuti ego dan bersikap sok pahlawan di hadapan yang lain. Terlebih lagi sekarang Diksy pun tengah berjuang sendirian melawan para Vanator busuk hanya demi melindungi kami dari kejaran mereka. Sementara aku.. Aku hanya duduk diam dibelakang Dionze yang sedang berusaha memacu kuda jantannya, mencoba menemui Mikoto dan Vivian sebelum para vanator mendahuluinya. Aku benar-benar sangat menyesalinya.

            "Enutra. Entah ini hanya perasaanku saja atau bukan, sepertinya kita sedang dikejar oleh sekelompok orang." lamunanku terpotong oleh ucapan Dionze yang tiba-tiba.

            "Dikejar? Tapi aku tak melihat satu kuda pun di belakang kita."

            "Entahlah, tapi aku yakin saat ini kita sedang dikejar."

            "Mana mungkin. Kita saat ini sedang menggunakan kuda. Tidak mungkin orang dapat berlari secepat ku-..."

            ~Ziiiingg

            Tiba-tiba sebilah pisau lempar melesat diantara tubuhku dan Dionze. Aku terdiam sesaat oleh kejutan yang hampir membunuhku tadi. Saat menoleh ke samping kanan dan kiriku, terlihat belasan orang dengan baju hitam berpenutup wajah berlarian dan melompat diantara pepohonan untuk mengejar kami berdua.

            "Kenapa kau tidak melanjutkan bicaramu?"

            Tenggorokanku sedikit tercekat, "Kau benar, kita sedang dikejar sekelompok orang dengan kecepatan yang luar biasa."

            "Akhirnya kau percaya dengan perkataanku." Dionze menampakkan senyum puas di wajahnya.

            "Ada apa dengan senyuman itu?" mataku kembali memicing, "Sudah pacu saja kuda ini agar dapat berlari lebih cepat!"

            "Tidak bisa. Ini sudah kecepatan maksimal."

            "Gawat!! Kalau begini terus kita bisa diserang oleh mereka!" ucapku sambil menolehkan paksa kepala Dionze ke samping.

            "Oh tidak, mereka sudah bersiap untuk menyerang kita!"

            Nampak beberapa pisau lempar di masing-masing tangan mereka bersiap untuk dilemparkan pada kami berdua. Ini sangat buruk. Firasatku mengatakan kami tak akan mampu bertarung dengan mereka jika tetap berada dalam keadaan seperti ini. Mau tidak mau, kuda ini harus segera dihentikan agar dapat melawan mereka dengan bebas meskipun ada waktu yang terpaksa dikorbankan untuk mengalahkan mereka.

Dunia SemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang