Terik matahari memancar menyentuh setiap celah kulit. Keringat panas mengalir dan menguap dari setiap lubang pori-pori. Hembusan angin mengusap tubuh, membawa debu dan dedaunan kecil yang terlepas dari dahannya. Hangat dan kering.
Pandangan mataku menajam. Gigiku mengerat saling mengatup. Kedua tangan mengepal kuat hingga menampakan urat-urat hijaunya ketika melihat seorang lelaki berambut pirang bergelombang di hadapanku yang menyekap dan menyiksa Vivian dengan ikatan tali tambang dari tangan kirinya. Ia benar-benar tak berperikemanusiaan.
"Sial, ada apa dengan Marin? Kenapa ia tidak bisa menahan mereka lebih lama lagi?" gumamnya dengan nada suara tak beraturan.
Entah siapa lelaki kurang ajar ini. Penampilannya memang berbeda dibandingkan dengan para vanator lainnya. Ia tak mengenakan penutup wajah dengan mantel kulit biru tua panjang yang membungkus tubuhnya. Pada lehernya terlilit syal rajutan berwarna gading tak bercorak dengan kedua ujung yang menjuntai tak beraturan akibat hembusan angin. Kakinya ramping terbalut dengan celana kulit berwarna hitam dan sepatu boot semacam penyanyi rock. Menurut perkiraanku, mungkin ia adalah salah seorang pemimpin dari para Vanator.
"Jangan banya bicara!" ucapku keras. "Cepat lepaskan tuan putri dari belenggu kotormu itu!"
Lelaki pirang tersebut masih tak beranjak dari tempatnya. Ia hanya terus memegang erat tambangnya dan masih menjaga jarak dariku. Tatapannya sama-sama tajam sepertiku. Hanya saja dengan ambisi yang berbeda.
"Memang, apa yang akan kau lakukan jika aku tak melepaskan gadis ini?!" tanya lelaki tersebut lantang di hadapanku.
Aku tak langsung menjawabnya. Aku tahu, ia mencoba untuk menyulut emosiku untuk melemahkan pertahananku.
Tak lama kemudian, ia lalu menarik-narik tambang yang melilit tubuh Vivian dan menyeretnya, mencoba untuk memprovokasiku kembali.
Salah! Yang ia lakukan sangatlah salah! Melihat apa yang telah ia lakukan pada Vivian membuat justru amarahku semakin memuncak. Desir aliran darah menegangkan setiap inci urat-urat nadiku. Hawa panas mulai menyelimuti. Lenganku semakin bergetar, membuat seluruh tubuh menjadi enggan untuk dikendalikan. Ini bukanlah amarah biasa, kekuatan aneh ini akan kembali mengambil alih tubuhku.
Seketika suara keluar dari rongga mulutku, "Apa yang aku lakukan?! Aku.. Aku akan.. Aaarrrgghhh.." napasku semakin berat. Penglihatan pun semakin kabur dengan penampakan cahaya hijau yang mengelilingiku.
"Mata hijau bercahaya itu! Gawat! Sepertinya kau adalah orang yang telah membunuh Tyron." ucap lelaki pirang tersebut samar-samar. Ia lalu berteriak sambil menunjuk-nunjukpada seluruh anak buahnya. "Apa lagi yang kalian tunggu, ayo serang dia!"
Setelah itu tak ada lagi yang kuingat. Hanya terdengar suara desingan lemparan pisau dan kemudian.. Semua menjadi gelap.
***
Gemuruh derap langkah menggetarkan setiap dahan pepohonan di sekitarnya. Pekik jeritan kuda pun ikut mengisi riuh di tengah hutan yang biasanya senyap. Bukan hal yang biasa terjadi, seorang pria berzirah memeluk erat wanita yang tak sadarkan diri dari atas kudanya. Dahinya terus menerus mengernyit. Keringat dingin pun mengucur deras di tubuhhnya. Tak berhenti ia menggumamkan kalimat yang sama. Nampak jelas kekhawatiran tergambar di wajahnya.
"Mikoto.. Aku mohon bertahanlah!"
Dionze memacu kuda jantan coklatnya dengan kecepatan penuh. Entah kemana ia harus pergi. Ia harus menemukan pertolongan sesegera mungkin. Di dalam benaknya hanya terisi dengan kekhawatiran akan keselamatan Mikoto.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Semu
פנטזיהEril Nusantara, seorang mahasiswa baru, tiba-tiba terbangun pada suatu tempat dan tubuh yang asing baginya. Seekor kucing yang dapat berbicara mengaku telah membawanya ke tempat tersebut dan memasukannya pada tubuh seseorang bernama Enutra. Beberap...