Part 1

186 12 0
                                    

"Aldric!" bentak seseorang.

"Apa?" tanyaku polos.

"Kedai lagi ramai, kamu malah bengong entah mikir apa!" bentak gadis di depanku.

"Perempuan di ujung sana, siapa namanya?" tanyaku.

Mata Gian -gadis di depanku-, menuju ke kursi pojok ruangan.

"Maksudmu, Ruby?"

"Siapa?"

"Ruby."

"Namanya Ruby?" tanyaku tak percaya.

"Entahlah. Dia selalu menyebut nama itu ketika ditanya,"

Aku kembali menatap kursi yang sekarang diduduki orang lain.

"Mengapa dia selalu memesan kopi?"

"Ya Tuhan, Aldric. Aku tidak peduli! Yang aku peduli adalah kau kembali melayani pelanggan dengan baik dan benar!" bentaknya.

Ruby. Pecinta kopi.

Aku menyimpan namanya baik-baik diotakku dan kembali melayani pelanggan.

***

"Selamat pagi, Nona," sapa seorang perempuan.

Gadis yang disapa hanya tersenyum tipis. Bahkan tidak bisa dibilang sebuah senyuman.

Kakinya memasuki ruang kerjanya. Di pojok ruangan. Seperti biasa. Secangkir kopi sudah bertengger manis dimejanya. Menunggu Nona-Manis-Namun-Pahit itu meminumnya.

Setiap orang yang melewati kubikelnya tersenyum. Si empu kubikel hanya membalas sekadarnya. Oh, dimana etikanya? Hilang.

"Sejak kapan datang?" tanya seseorang.

Ruby mengangkat kepalanya, lalu menunduk kembali.

"Barusan," jawabnya singkat, padat dan teramat jelas.

"Hang out yuk, By," kata orang itu lagi.

Dengan masih menundukkan kepala, Ruby menggeleng cepat.

"Gue banyak kerjaan, Di,"

Penolakan lagi.

Diana mendengus pasrah.

"Jangan terus-terusan menenggelamkan diri, By. Nggak baik,"

Yang dinasehati hanya mengangguk cuek.

"You know what? Everybody miss the old you," kata Diana dan berlalu pergi.

Ruby mendongak. Memandangi higheels mahal milik Diana. Dan menyesap kopinya.

Rasa pahit memenuhi mulutnya. Matanya yang sedari tadi dipaksa fokus kembali meneduh. Ruby kembali membuka bindernya. Sketsa-sketsa yang ia buat sangat memuaskan. Halaman demi halaman dia buka dan ia amati. Matanya terpaku pada satu halaman yang tidak ada designnya. Hanya ada tiga orang sedang tersenyum manis. Hal terakhir yang bisa diingatnya.

Dengan kasar, Ruby menutup bindernya dan menaruhnya ke laci. Tangannya bergerak cepat. Tidak. Dia tidak menggambar. Ruby menulis. Hal yang sudah lama tak ia lakukan. Semenjak ia melepas dunianya. Fantasinya.

Miserable [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang