Part 2

119 11 0
                                    

'Kenapa nggak dikirim ke penerbit aja, By?'

Yang ditanya mendongakkan kepala, lalu tersenyum manis.

'Cuma buat koleksi sama pelampiasan hati aja,'

'Emang nggak bosen yang baca kita doang?' tanya yang lain.

'Kalian bosen?'

Kedua perempuan dihadapannya menggeleng.

'Nah, berarti nggak ada masalah.'

***

"For the first time in forever, seorang Sheranita Ruby tertidur saat bekerja," sindir seseorang.

Yang disindir mendadak terbangun kaget. Shit, rutuknya.

"Bukannya bikin design malah tidur, yang benar saja, Ruby," perempuan itu kembali menyindirnya.

Ruby memandangnya kaku. Ucapan 'maaf' tertelan lagi ke kerongkongannya. Pantang baginya mengucap kata maaf.

"Ya," jawabnya.

Perempuan yang menyindirnya kembali menatapnya sinis.

"Kembali ke pekerjaanmu, Nona,"

Kalau bukan karena demi sopan santun, Ruby sudah menghina perempuan itu di depannya. Tangannya kembali mengambil kertas kosong dan mulai menggambar. Meskipun sudah bertahun-tahun menjadi designer, hal hal seperti ini tetap aneh baginya. Ini bukan passionku, bisiknya.

Dengan nafas panjang nan berat, design kebaya itu telah terbentuk sempurna. Hanya itu yang ada diotaknya. Ruby kembali menyesap kopi yang sudah dingin. Dan melanjutkan pekerjaannya.

***

'Don't forget to smile!'

Kalimat itu tertulis jelas di gelas Starbucks Ruby. Ruby hanya meliriknya sekilas lalu melangkah menuju tempat favoritnya.

Aldric memperhatikan Ruby. Setidaknya aku tau suaranya, bisiknya.

Ruby.

Gadis manis.

Berkulit langsat.

Rambut hitam.

Mata coklat.

Bibir pink yang tak pernah terlihat tersenyum.

Kalimat - kalimat itu berputar dikepalanya. Senyum merekah diwajahnya. Dan lagi-lagi, mendung menyertai wajah Ruby.

Entah tersihir apa, Ruby berulang kali membaca kalimat yang tertulis kelas di gelasnya. Dia tau barista tadi bernama Aldric. Dia tau barista itu selalu tersenyum kepadanya. Hey, semua barista memang seharusnya ramah, kan?

Mata Ruby kembali terfokus pada buku bacaannya. Sambil sesekali menyesap espresso-nya. Pikirannya berantakan. Dia tidak bisa nenemukan titik fokusnya. Ruby menggeleng lemah. Sekali lagi melirik tulisan digelasny. Don't forget to smile! Dengan nafas panjang, senyum tipis merekah diwajahnya.

Gambar yang langsung ditangkap mata Aldric. Tersimpan jelas dimemori otaknya, dan mungkin tak akan pernah bisa hilang. Yang Aldric data dalam otaknya, bibir pink pucat itu mengembang. Mata coklat itu melembut. Dengan rambut hitam legam yang terurai, semua gurat kemendungan nan keangkuhan menghilang selama beberapa detik. Dan itu karenanya.

Potret keindahan yang tak ada tandingannya.

Miserable [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang