Part 1.

20 2 0
                                    

Myka berdiri tegap, Morinka menghela nafas berulang kali, Moriska menghentakkan kakinya, Mollyva dengan santainya duduk disofa.

"Kalian.." Marvin menahan emosinya. Megan berusaha menenangkan suaminya itu.

"Sampai kapan kalian begini terus? Myka? Rinka? Riska? Dan kamu juga Lyva? Sampai kapan kalian mau begini terus?!" Kata kata Marvin terdengar tegas namun tidak kasar. Ia tahu bagaimana menghadapi keempat anaknya.

"Papa tau sendiri siapa yang salah, Lyva ga akan kaya gini kalau ga dikeculiin terus sama mereka." Marvin menatap Lyva, ia memberi isyarat agar Lyva diam. Dan Lyva menurut.

"Kemarin lemari piring didapur hancur. Kemarinnya lagi, shower patah. Kemarin entah yang mana, TV pecah. Sekarang pintu kamar Lyva! Kalian ga pernah bisa akur?? Myka? Rinka? Riska dan Lyva? Kalian itu udah dewasa, papa sama mama berharap kalian bisa berhubungan dengan baik. Lah, ini malah mau ngehancurin rumah." Marvin memijat pelipisnya.

"Maafin kami pa, kami memang salah." Rinka memulai duluan. Marvin menatap putri pertamanya itu. Ada ketenangan dimata Rinka. Putri pertamanya itu memang pandai menguasai keadaan.

"Iya pa, kami ini selalu nyusahin papa. Terutama saya pa. Saya cuma-" Marvin memeluk Myka. Ia tahu apa yang akan diakatakan Myka jika itu terus berlanjut.

"Jangan kamu pernah lanjutkan kata kata seperti itu Myka." Bagaimana pun juga, meski Myka hanya anak yang ia angkat 16 tahun lalu, Marvin tetap menyanginya seperti darah dagingnya sendiri.

"Ck, drama lagi.. Selalu gituu." Lyva memutar bola matanya. Ia bosan melihat adegan didepan matanya itu.

"Lo bisa diem ga sih Lyv?? Bisanya bikin onar melulu!" Riska meledak. Ah, Riska selalu meledak ledak.

"Eh, lo nyalahin gue Ris? Yang bikin pintu kamar gue jebol kan lo bertiga! Kenapa nyalahin gue?" Lyva mendengus. Ia benar benar tidak merasa dirinya salah dalam hal ini.

"Lyva! Riska! Sudah! Kalian ini selalu saja ribut!" Kali ini Megan memarahi kedua putrinya itu.

"Pokoknya, mama ga mau lihat kalian berantem lagi! Kalian udah dewasa! Terutama kamu Myka!" Myka menunduk. Mamanya ini paling sayang sama Lyva, dan kalau ada masalah, pastilah Myka yang disalahkan. "Kamu itu udah 20 tahun! Hampir 21! Kapan kamu mau berubah? Adik adik kamu bertengkar, bukannya melerai malah mendukung satu kubu yang lainnya! Kamu ga pernah mikirin perasaan Lyva!" Rinka meremas pundak Myka.

"Lyva itu paling kecil diantara kalian. Dia paling lemah.. Seharusnya kalian sadar.." Suara Megan melemah, isakan hampir keluar dari bibirnya. Lyva mengerucutkan bibirnya. Ia tahu akan begini.

"Lyva itu kesayangan mama. Bukan berarti mama ga sayang kalian. Tapi dari bayi dia udah beda dari kalian. Mama menyadari kalau Lyva itu sifatnya liar. Mama cuma minta satu, kalian ngertiin Lyva." Megan manahan tangisnya dan masuk ke kamarnya.

Marvin menghela nafas. "Kalian lihat kan? Papa ga mau tau siapa yang salah, papa cuma mau lihat kalian akur dan mama kalian bahagia. Myka, papa kasih kamu tanggung jawab besar buat ini." Marvin menyusul istrinya.

"Ck, lo sih Lyv. Liat tuh, mama jadi nangis lagi kan." Riska berdecak sebal, ia paling tidak suka mamanya menangis.

"Oh, lu mau nyalahin guee lagi? Denger kata kata mama ga tadi? Gue anak kesayangan mama! Kalian harus bisa nger-"

"Udah, cukup Lyva. Lo emang anak kesayangan dirumah ini. Semua tau kok. Tapi lo ga harus merasa berkuasa atas segalanya." Rinka berjalan menuju tangga lantai 2. "Dan malam ini, kalau lo mau tidur, lu tidur sama Riska." Mata Riska terbelalak.

"Apa apaan?? Kamar Lyva kan yang rusak cuma pintunya!" Myka menggantung lima jarinya diudara. Tanda Riska dilarang protes.

"Ih, gue ga mau tidur sama penari macam dia! Gue tidur sama Rinka aja yaaaaa.." Terdengar suara pintu yang dikunci dari lantai dua. "Ah, sial! Kalau gitu gue tidur sama Kak Myka yaaa." Myka menatap Lyva horror.

MRX 2- M&ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang