Part 4.

19 1 3
                                    

"Hai guys." Reas melempar tas nya kearah sofa.

"Hai Re- Lo siapa?? Fabian! Si Reas kesambet setan sampe bawa cewe cakep kesini!" Lelaki itu berteriak dengan suara yang cempreng.

"Ssst, berisik lo Jobs! Ada apaan sih?" Lelaki lain muncul dari arah belakang. Lelaki itu lalu melihat kearah Mollyva, ia melihatnya dari atas ke bawah lalu ke atas lagi. "Lo siapa?" ujar lelaki yang tadi dipanggil Fabian. Lyva tidak menjawabnya, ia hanya duduk diam diatas sofa.

"Re, jelasin sekarang!" Reas meneguk air dingin diatas meja.

"Nama dia Lyva, dia bagian dari kita mulai sekarang." ujar Reas.

"Apa?!" Fabian dan lelaki bersuara cempreng tadi memasang tampang tak percaya pada Reas.

"Oh, ayolah kita kekurangan satu orang."

"Re, dia seorang cewe. Dan lo tau kan kalau-"

"Fab, kita ga punya drummer, kita butuh dia. Diantara kita ga ada yang bisa main drum, jadi ga salah dong gue rekrut dia." Lyva masih terdiam, ia rasa ia berada di tempat yang salah.

"Tapi dia seorang gadis! Jangan bilang lo lagi jatuh cinta, jangan bilang Re."

"Ah, gila lo Fab, gue aja baru ketemu dia!"

"Nah, lo aja ketemu dia, dan lo udah percaya gitu aja sama dia? kalau dia orang jahat gimana?"

'Ini orang tolol atau gimana sih, ngomongin orang depan orangnya.' Batin Lyva.

"Hello, kalau yang pantes dicurigain tuh kalian, kalian bisa aja ngapa ngapain gue." Lyva memasang wajah kesalnya.

"Fabian itu gay, dia ga mungkin lakuin sesuatu ke elo." Ujar lelaki cempreng itu. Lyva bergidik ngeri, apa katanya tadi?! Gay??!

"Jobbssss!" Fabian melotot kearah Jobsy. "Lo sendiri apa?! Lo banci kan?!" Jobs cemberut.

"Gue kan cuma ngasih tau dia!" Fabian mengelus dadanya, berusaha sabar terhadap Jobsy.

"Wait, dia gay, dia banci, dan lo.. jangan bilang lo phedopilia.." Lyva perlahan bangkit dari sofa dan mundur kebelakang menuju pintu.

"Eh, enggakk.. enggak.. enak aja, gue ga kaya mereka.. gue normal!"

"Bohong banget!"Ujar Lyva. Jobs berdecih.

"Ihh, Reas itu normal.. sayangnya sih gitu.." Jobs memanyunkan bibirnya.

"Terus kenapa lo bikin band sama mereka?? Lo ga takut ketularan mereka." Fabian dan Jobs tersinggung.

"Wow, gue masih bisa denger itu." Lyva menyipitkan matanya.

"Tadi gue juga denger pas lo bilang gue kemungkinan orang jahat."

"Kami bikin band bukan karena cuma pengen asik doang. Kami bikin band karena kami ga diterima masyarakat. Kami pengen nunjukkin kalau orang kaya kami juga masih bisa melakukan sesuatu yang berguna." Reas menatap lurus ke bola mata Lyva, berharap gadis itu percaya padanya.

"Emang kenapa lo ga diterima masyarakat?"

"Gue.. karena gue berbeda. Gue anak yang bandel, gue ga punya nilai yang bagus kaya yang lainnya. Orang orang benci sama gue, gue kasar, brutal, dan dingin. Dan gue alergi sama cewe, bukan karena gue gay.. tapi karena gue ga suka mereka natep gue seolah gue makanan yang lezat, mereka juga mahluk yang menyebalkan dan cengeng. Banyak cewe yang suka sama gue dan semuanya gue tolak. Gue alergi bahkan untuk deket deket sama mereka." Fabian memutar bola matanya.

"Yaa, dan sekarang lo mau masukkin seorang cewe kedalam band kita!" Reas menatap Fabian tajam.

"Apa yang membuat lo pengen gue gabung di band ini?" Lyva menyilangkan tangannya didada.

MRX 2- M&ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang