Sun Agung Baru

310 12 0
                                    

Hal pertama dan terakhir yang dapat Zue pikirkan selama menunggu dimulainya prosesi upacara pengangkatan Sun Agung baru kelima, adalah memikirkan prihal pria asing tersebut.

Jati diri dari sosok itu terus mengganggunya.

"Keo, sepertinya kau banyak terdiam. Apa kau sakit?" Veron terlihat cemas mendapati Zue hanya terdiam di mejanya. " Kalau kau tidak sehat aku akan meminta izin untuk mengantarkanmu pulang."

"Tidak... tidak Sen. Aku hanya sedang berpikir." Zue menatap Veron dengan tatapan meyakinkan saudara laki-lakinya itu untuk tidak perlu khawatir.

Veron berkata kemudian, namun pandangannya masih terlihat menyelidik. "Baiklah. Kalau terjadi sesuatu, aku ada dimejaku dan siap mengantarkanmu." Veron kembali ke tempat duduknya yang berada di samping Sargon.

Di upacara itu Sargon dan keluarganya duduk di tempat duduk batu, dolmen (meja batu) di depan mereka dipenuhi aneka buah dan makanan basah khas Hinka, yang mana makanan itu diletakkan pada nampan dan tembikar berhias hewan dan tumbuhan.

Sargon, Margon (istri kepala suku) dan Argon Neh (calon Sargon berikutnya) duduk berdampingan. Sun He duduk tepat di kanan Sargon disusul Sun-Sun lain yang duduk berbanjar. Di sebelah kiri Argon Neh, ada Agon (putri kepala suku), dan La Agon (putri kepala suku yang telah menikah) duduk dalam bangku batu yang disejajarkan. Mereka semua menghadap ke arah tanah kosong yang mana tepat di pusatnya berdiri menhir, patung batu setinggi pundak orang dewasa.

Kehadiran menhir disana adalah wujud pengharapan rakyat Hinka, agar nenek moyang senantiasa melindungi serta merestui acara pengangkatan Sun Agung yang baru.

Setelah semua orang telah bersiap, termasuk para warga desa menyaksikan prosesi pengangkatan Sun baru sekalipun hanya dengan menyaksikan peristiwa sakral ini dari jauh

Ritual pembuka segera dimulai. Tiga pasang penari yang mengenakan pakaian dari bulu burung hutan lengkap dengan hiasan kepala yang juga terbuat dari bulu burung ekor panjang, secara berurutan mereka memasuki lapangan.

Penari pria dengan tubuh setengah telanjang dan telah dicat dengan motif rumit khas Hinka, satu per satu memasuki lapangan. Mereka mulai mengerakkan tubuh yang kemudian disusul dengan bunyi nekara yang bersautan. Penari wanita pun kemudian menyusul mengerakkan tubuhnya, kemudian mereka membuat gerakan memutar. Putaran pada tubuhnya semakin lama semakin cepat, dan seketika kemudian kesadaran mereka berangsur-angsur menghilang. Disaat mereka mencapai dimensi shamanic terdengar nyanyian mereka yang melengking.

Kemudian setelah ketiga pasang penari mengalami keadaan tidak sadar diri, penari wanita yang lebih tua mulai memasuki arena dan membuat lingkaran. Mereka saling bergandengan tangan sambil menyanyikan lagu-lagu pujian kepada para leluhur dan roh yang melindungi Hinka. Kegiatan ini berlangsung hingga dupa yang di tancapkan di depan altar dewa terbakar habis.

Setelah ritual pembuka selesai, Sun He maju ke depan dan memimpin do'a. Setelah do'a yang dipanjatkan untuk kemakmuran Hinka, Sargon berdiri dan memberikan beberapa perkataan.

"Hari ini kita dikumpulkan di sini untuk dapat menyaksikan secara langsung sebuah prosesi sakral, pengangkatan Sun Agung yang baru. Seperti kita semua ketahui, Sun He ingin pergi meninggalkan kita. Karena jasanya yang sangat besar kepada Hinka dan kepercayaanku yang begitu besar kepadanya, maka wewenang untuk memilih siapa yang akan menjadi penggantinya aku serahkan sepenuhnya kepada dirinya." Sargon mempersilahkan Sun He untuk berbicara.

Sun He mengangkat kain selendang yang tergantung di pundaknya, ia menarik nafas sebelum mengatakan siapa yang dia pilih untuk mengantikan posisinya. "Seperti yang telah kalian ketahui, usiaku sudah tidak lagi muda. Banyak hal-hal yang sudah tidak dapat kulakukan secekatan seperti saat usiaku muda dulu. Sudah menjadi siklus kehidupan, hal yang tua akan digantikan dengan hal yang baru. Untuk itu aku dengan resmi mengundurkan diri dari jabatan sebagai Sun Agung Hinka." Dia berhenti sejenak, "aku tidak menemukan sosok pengganti diriku lebih cocok kecuali Ae-Rown Noh. Mungkin banyak diantara para Sun lain yang menyangsikan kualitas yang dimiliki oleh Sun Noh sebagai pengganti diriku kelak." Sun He memandang ke seberang lapangan desa. "Ae-Rown, kemarilah!"

HinkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang