Malapetaka Perjodohan #2

55 4 0
                                    

Seperti biasa, Tamka tidak bisa dibantah. Ketika gadis itu menginginkan sesuatu, atau dia ingin ditemani pergi kesuatu tempat Zue selalu tidak bisa menolaknya. Dia selalu menuruti apapun keinginan saudari angkat yang dia sayangi layaknya saudara kandung itu. Dia juga menyayangi seluruh keluarga Sargon. Dia telah menganggap Sargon dan Margon seperti orang tuanya sendiri. Terlebih pada si kembar Asruha dan Amaruha, gadis-gadis yang tepat berusia 9 musim penghujan itu selalu membuatnya bahagia. Karena hal itulah, pernyataan cinta Veron membuatnya tertekan. Dia tidak ingin seluruh keluarga angkatnya tahu, karena pasti mereka akan terluka. Zue tidak mau melukai perasaan siapapun.

"Lagi lagi seolah kau tidak ada disini!" Tamka menepuk pundak Zue, akibat yang dilakukannya membuat Zue tergagap. "Apa yang sudah kamu lamunkan? Apa kamu terus-terusan memikirkan jodohmu kamu pasti tidak sabar bertemu dengannya, iya kan?" Tamka terus memcicit seperti burung mau kawin.

Ya, Tamka memang ingin kawin. Dia sudah sangat tidak sabar menunggu berita tentang siapa kira-kira yang akan dijodohkan dengan dirinya. Dan karena alasan itulah dia menyeret Zue untuk menemui Sun Noh pagi-pagi buta begini.

Sebenarnya Zue tidak ingin bertemu pria itu, dengan sejuta alasan dia tidak ingin berhadapan dengannya. Tetapi sekali lagi, Tamka tidak bisa ditolak. Zue tidak ingin mengecewakan gadis itu, hanya karena alasan pribadinya semata.

"Rei-sun," panggil Tamka ketika melihat seorang Rei-sun berbadan kurus keluar dari pondok sambil membawa tempayan.

"Iya Agon." Sambutnya sopan.

"Sun Noh ada?"

"Ada, di dalam. Mari." Dia mempersilakan Tamka untuk mengikutinya.

Begitu kakinya melangkah mendekat ke pondok itu, kelebatan peristiwa tempo hari berputar tanpa bisa dia kendalikan. Detak jantungnya saat itu juga terpacu, berbagai perasaan bergejolak, dan dia merasa seolah tak berpijak.

"Ada apa Zue? Mukamu memerah. Apa kamu sakit? Harusnya kamu bilang dari awal, tahu begitu aku tidak akan sampai hati memaksamu kemari..."

"Tidak, tidak Tamka, kamu jangan khawatir. Aku tidak apa-apa." Zue meyakinkan.

Setelah mendengar apa yang di katakan oleh Zue, Tamka segera menepis kekhawatiranya. Lalu dia pun mendahului Zue masuk ke pondok Sun Noh. Pria itu sedang duduk di atas bangku kayu yang terbuat dari batang kamper, kayu dengan serat yang keras dan legam, sepadan sekali dengan sosok Sun Noh.

Mata mereka saling bertaut. Jantungnya begitu berdebar, seolah batu sungai sekejap menghantam dadanya. Zue menghela nafas dalam. Berusaha mengenyahkan kekalutan dalam pikirannya yang tak terkendali.

"ada apa kalian kemari?" mata Sun Noh tajam menatap mereka.

"Tamka datang ingin bertanya." Zue menegaskan, tidak ingin terlihat seolah dia datang dengan berbagai alasan hanya untuk menemui pria itu.

"iya... Iya benar. Ada yang ingin aku tanyakan." Tamka menyerobot, dia terus berbicara. Wajahnya yang polos penuh harap. "aku... Datang untuk bertanya, kapan jodohku akan datang..." katanya dengan tersipu.

Sun Noh mengubah posisi duduk ya, dia membuat ekspresi wajah seolah antusias dengan apa yang ingin diketahui oleh Tamka. Dia tersenyum sebelum berkata, "Sargon dan aku sudah merencanakan yang terbaik untukmu. Kami sedang memilih beberapa pria yang cocok untukmu. Jadi kurasa, kamu harus sedikit bersabar."

Ada ekspresi kekecewaan tergurat di wajahnya, "apakah dia pria yang hebat?"

"Kami masih dalam proses. Bersabarlah." dia tersenyum lebih lebar. "kami masih harus berfokus pada pernikahan Argon Veron dan pertunangan Zue."

HinkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang