Menhir Berdarah

84 7 1
                                    

"Guru siapa gadis kecil itu?" Tanya seorang bocah laki-laki yang berdiri disamping gadis yang masih tertidur.

Gurunya yang telah selesai meracik ramuan datang mendekat. "Namanya A-Zun Keo, tapi setelah ini dia akan dipanggil dengan nama Sere Zue, sebab dia telah menerima anugerah kehidupan kedua dari Dewi Pelindung Hinka-Serenic Zue, Roh Bulan."

Ia menatap wajah gurunya dengan seksama, "aku juga diberkahi dengan kehidupan kedua, lalu apakah namaku juga akan menjadi Sere Zue?"

Pria yang dipanggil guru itu tertawa. "Tidak anakku Kiri-ah. Sejak saat ini dan seterusnya engkau akan dikenal dengan nama Ae-rown Noh, sang pengembara. Putra Roh Matahari. Harapan dan pelindung Hinka."

Bocah itu tersenyum. "Sun He, aku matahari dan dia adalah bulan. Kami..."

"Matahari adalah sumber kehidupan Rembulan, dan sekaligus juga adalah pelindungnya. Sama, seperti engkau dan gadis ini. Kau terlahir untuk melindungi gadis ini." Terangnya.

Bocah laki-laki itu menyentuh tangan gadis kecil itu dengan lembut. "Ya Sere Zue, aku akan selalu melindungimu," ucapnya polos namun penuh dengan tekad.

***

Zue masih memegang tangan Tamka yang masih lemah. Perlahan lahan mata Tamka membuka, ada ribuan rasa sesal dan kesedihan yang menumpuk dipelupuk matanya. Dan seketika air mata menetes dari sudut matanya.

"hai, apa ini?" Zue terkejut dengan ekspresi Tamka yang tiba tiba. Dia segera mengusap air mata saudarinya itu.

"maaf." dia terisak sampai suaranya nyari tidak keluar. Zue pikir mungkin Tamka sudah tahu dan gadis itu menyalahkan dirinya sendiri. "Maafkan aku Zue, ini semua salahku. Maafkan aku." benar saja dugaan Zue.

"tidak, tidak. Ini bukan salahmu..."

"tidak, ini salahku. Kau akan sendirian selamanya. Kau akan menjadi perawan tua. Kau akan sendirian seumur hidupmu." Tamka menangis lebih keras.

"hentikan Tamka! Atau aku akan memukulmu." ancam Zue.

"Zue..."

"ini bukan salahmu. Ini takdir roh langit." Zue mengusap lembut pipi Tamka. "nyawamu lebih penting dari segalanya. Kau saudari tercintaku."

"Zue, aku akan menjadi perawan tua bersamamu." ujarnya tidak bisa menghapus kesedihan dan penyesalan.

"mari kita hentikan omong kosong ini dan mari fokus pada pemulihanmu."

Tamka hanya menatap Zue dengan sedih, dia tidak berani memprotes. Apa yang dikatakan Zue memang ada benarnya, dia sekarang berbaring seperti seonggok daging yang dibungkus daun lontar. Dia mengalami patah di pergelangan tangannya, retak di 2 tulang rusuknya, dan keseleo di kakinya.

"minumlah obat ini agar lukamu lekas sembuh." Zue menyuapi Tamka sejenis ramuan kental. Proses penyembuhan Tamka pasti membutuhkan waktu yang cukup lama, pikirnya sedih.

Zue perlahan menutup pintu dan melihat dua gadis pelayan mendekatinya, "jaga dia!"

Kekacauan karena banteng hutan itu sudah diatasi. Mereka tidak habis pikir bagaimana bisa segerombolan banteng bisa masuk ke pemukiman. Memikirkannya membuat kepala Zue sakit. Dia tidak bisa membayangkan kesedihan yang akan dia derita jika Tamka sampai tidak selamat. Zue tidak kembali ke rumahnya, dia berjalan keluar komplek perumahan Sargon. Disusurinya jalan setapak. Dia hanya melangkah kemana kakinya pergi. Sampai pepohonan besar menelan keberadaannya. Jalan semakin kecil dan licin, pertanda jika orang jarang melewatinya. Semua sepi hanya desiran angin dan kicau burung hutan saja yang dia dengar. Sampai suara sahut menyahut terdengar memecah keheningan hutan. Dia perlahan mendekat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HinkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang