Dara: Standin' With My Friend

309 17 1
                                    

"Hai, neng, kenapa lo daritadi senyum-senyum terus? Ini pasti ada apa-apayang gak lo ceritakan ke gue. Kenapa lo? Gak biasanya juga lo ngajak gue makansiang bareng. Biasanya aja, gue udah mengemis rindu, tetap aja lo bilang sibuk.Ayo cerita!" Andin langsung menodongku dengan muka penasarannya.

"Cerita gak ya? Mau tahu atau mau tahu banget?" jawabku bercanda.

"Heh, bocah! Cepat cerita! Gak perlu tunggu sampai gue matipenasaran kan?" todongnya lagi.

"Jadi, gue baru kenalan sama cowok cakep. Well, dipaksa kenalan sih sama nyokap. Tapi, kali ini gue gakmenyesal. Dia kayak idaman semua cewek gitu. Udah cakep, pinter, mapan plus pelukannya bikin gue melting," ujarku sambil menerawang.Tidak ada tanggapan dari Andin sampai kulihat dia terbelalak dengan ekspresi shocked berat.

"Wait! Ini kok seperti adayang missing ya? Lo bilang barukenalan? Terus kenapa lo bisa sampai peluk-pelukan? Bagian mana yang gueketinggalan?"

"Oh, ehm, kayaknya itu pelukan gak sengaja sih. Lo tahu sendiri gueorangnya kompor meledak, dan itu orang selalu bikin gue naik darah. Alhasilselama dua kali ketemu kemarin gue marah-marah yang berujung pada gue malusendiri karena salah sangka. Di ujung marah yang kesekian, dia tiba-tibamemeluk gue dan gue seperti terhipnotis. Gak bisa menolak, pelukannya enak,"kataku sambil menunjukkan cengiran terbaikku.

"Dasar gila! Lo HBL ya? Tapi, Dar..lo harus kenalin gue sama dia.Siapa tahu gue dapat pelukan juga," kata Andin sambil mengerling genit.

"Enak aja lo, pacar lo itu mau dikemanakan? Dan jangan panggil gueDar! Gue gak mau disamakan sama artis si jedar-jedar itu," ujarku sewot.

"Sorry darling, teasing you iskinda fun! By the way, kok lo udah posesif aja sih? Lo beneran jatuh cintaya? Hati-hati nanti kalau jatuhnya ke dalam sumur, megap-megap, metong deh.." lalu Andin tertawaterbahak-bahak.

"Sial! Jangan doain gue metongdong. Doain dia pangeran ganteng yang gue impikan dan akan melamar gue jadiputri. Nah, itu baru benar," kataku yang langsung kudoakan dalam hati, berharapjadi kenyataan.

Andin mencibir. "Aamiiin..guedoain lo berjodoh sama dia. It's been along time ago, gue bisa melihat lo senyum setulus ini dengan mataberbinar-binar. Bahkan ketika terakhir lo pacaran samadia-yang-tak-perlu-disebut-namanya, lo nggak excited kayak gini."

"Hemm..mungkin karena gue nothingto lose. Gue udah berburuk sangka duluan kalau cowok yang setengahdijodohkan sama para ibu suri ini pasti jelek. Ternyata gue malah dipertemukan samaseseorang yang jauh diatas apa yang gue harapkan," kataku sambil menerawanglagi.

"Woi, udah woi..jangan dibayangkan terus-terusan ah! Bengong lebihlama nanti kerasukan lagi. Gue jadi penasaran, siapa sih namanya? Kerjadimana?" todong Andin lagi dengan pertanyaan yang seperti tidak pernah habis.

"Namanya Harsa. Kerja di perusahaan FMCG yang ada di The Olive. Itusaja yang kutahu."

"FMCG di The Olive? Oh maksud lo Swift Co.? Wow, keren tuh, masukTop 10 FMCG Companies 2015 lho. Lo harus kenalin gue sama dia, siapa tahu guebisa nitip CV." Tanpa pikir dua kali aku langsung mengeplak kepala Andin.Bisa-bisanya dia berpikir untuk menebeng mencari pekerjaan baru yang lebihmenjanjikan.

"Duh, kasihan banget sih itu Harsa, ketemu cewek kok ya mantanpreman. Udah suka marah-marah, sekarang tambah suka pukul. Siapa namalengkapnya? Bagian apa? Siapa tahu gue bisa cari info, orangnya kayak gimana."

Aku meringis mendengar pertanyaan Andin selanjutnya. Kali ini bukanmarah, tetapi karena aku sadar kalau aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentangHarsa. Aku tidak tahu nama lengkapnya, nama tempat bekerja dan posisinya di kantor. Aku baru sadarsekarang kalau aku melewatkan salah satu hal yang paling penting yang biasanyaselalu kucari tahu lebih dahulu pada semua kandidat pacarku. Aku bisa sajabertanya pada Mama, memintanya mencari tahu tentang hal itu, tapi kok rasanyatidak etis. Seharusnya aku bisa mencari tahu sendiri karena disitulah gunanyaproses pendekatan. Kenapa harus tahu dari orang lain kalau aku bisa bertanyasendiri pada orangnya?

"Ra, kok diam? Lo gak mau kasih tahu nama lengkapnya? Ya gak apa-apasih kalau lo mau cari tahu sendiri. Tapi kenapa ekspresi lo jadi gitu? Ada yanganeh," cecar Andin.

Aku menghela napas panjang, "Gue bukan gak mau kasih tahu, Ndin.Tapi gue gak tahu."

"Maksud lo gak tahu?" kejar Andin lagi.

"Ya gue gak tahu nama lengkapnya. Gue gak tahu posisinya sebagaiapa, bahkan gue juga gak tahu nama kantornya," kataku miris.

"Lho, jadi tadi lo bilang dia mapan, dasarnya darimana?"

"Gue percaya aja sama kata nyokap. Dan asumsi gue sendiri karena diasepertinya orang sibuk dan penampilannya pun rapi seperti eksekutif muda. Guetahu rumahnya. Gue juga udah pernah naik mobilnya yang seharga 350 jutaan. Masakalau cuma pegawai rendahan bisa beli mobil semahal itu? Mau kredit juga adabatas minimum penghasilan buat bisa menyicil." Aku tahu jawabanku hanya tampakseperti mencari pembenaran.

Andin menatapku tajam. Aku tahu dia siapmelontarkan argumennya dan aku mendadak resah. "Dara, gue gak tahu otak lo lagi kenapa. Tapi, ini pertama kalinya sepanjanggue kenal lo dari SMA, lo bisa kelewatanhal penting macam ini. I think you'rereally fall in love with him. Logika lo gak jalan soalnya."

30 Hari PDKTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang