Warning: hot hot HOT!
Bagas's POV
Setelah berhasil meyakinkan ibu-ibu tua tersebut bahwa aku akan menyampaikan salamnya kepada ayahku, aku memohon diri dan keluar dari ballroom. Aku celingukan, mencari-cari keberadaan Vada yang tidak berbekas. Dia bilang tadi dia merasa tidak enak badan? Kalau begitu aku akan mengecek ke kamarnya.
Yang terjadi saat kami berdansa tadi.. aku akan mengakui bahwa aku tidak sepenuhnya terbawa suasana. Aku sadar bahwa kebencian yang ku bangun diantara kami berdua tidak cukup untuk mencegah tubuhku untuk tidak tertarik kepadanya. Berkali-kali aku meyakinkan diriku bahwa Vada adalah jalang, ia gadis nakal yang hanya akan menyakiti hatiku.Tetapi tubuhku tidak peduli. Dan dalam dansa barusan, aku menyerah. Biarkan lah tubuhku ini mendekap tubuhnya. Biarkan lah tangan ini menggelitik punggungnya. Biarkan lah bibir ini berbisik ditelinganya. Aku sudah menyerah.
Namun sepertinya Vada masih bisa menguasai dirinya. Aku tahu itu bisa jadi hanya sebuah alasan yang ia buat untuk menjauh dari diriku, namun aku tidak memungkiri bahwa wajahnya yang begitu memerah membuat diriku khawatir. Mungkin ia memiliki penyakit yang tidak aku ketahui.
Aku sampai di depan kamar Vada dan mengetuknya pelan. Tidak ada jawaban. Aku mengetuknya lagi lebih keras. Masih tidak ada jawaban. Sekarang aku menggedor pintunya dengan kencang sambil memanggil namanya.
"Nona Kusuma, ini saya. Apakah anda baik-baik saja?" seruku.
Masih tidak ada jawaban. Apakah ia pingsan atau semacamnya? Aku takut ia benar-benar sakit dan tidak berdaya.
"Nona Kusuma, tolong jawab saya, saya harus memastikan bahwa kondisi anda baik-baik saja."
Hening. Aku mulai frustrasi.
Aku pergi ke kamarku dan meraih telepon yang berada di samping tempat tidur. Aku mendial nomor kamar Vada. Terdengar nada sambung.
-kriiiing-
Sayup-sayup aku bisa mendengar suara telepon dari kamar Vada yang berada di sebelah kamarku.
-kriiiing-
Telepon tersebut terus mendering tanpa ada yang mengangkat. Aku membanting kesal telepon kamarku. Jangan-jangan ia tidak kembali ke kamarnya? Aku mulai membayangkan hal-hal buruk, bisa jadi ia menggoda lelaki-lelaki yang ia temui di pesta barusan. Tidak, tidak, itu bukan urusanku lagi pikirku.
Aku melepas jasku dan mengoyak ikatan dasi kupu-kupuku, kemudian membuka kancing kemejaku. Aku menggulung lengan kemejaku dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajahku dengan air dingin.
Sial, aku harus mencarinya.
Dengan tergesa-gesa aku keluar dari kamarku dan langsung menuju ke lift. Aku memencet tombol turun dengan tidak sabaran. Sebuah lift sedang menuju ke atas, aku bersiap-siap di depan pintu lift tersebut.
-ting!-
Tanda lift tersebut tiba di lantai tujuannya. Pintu lift terbuka. Dan disana berdiri, Vada Meilani Kusuma, masih dengan gaun gelapnya yang punggungnya terbuka. Aku hendak mengomelinya, marah karena ia tidak bisa dihubungi. Baru saja aku hendak membuka mulutku, ketika tiba-tiba aku melihat sorot matanya.
Aku berani bersumpah warna iris mata Vada menggelap.
Vada keluar dari lift dan menarik kerah kemejaku yang terbuka. Aku terkejut ketika ia menempelkan bibirnya yang lembut ke bibirku sendiri. Tanganku refleks bergerak menarik pinggulnya dan mendekapnya sehingga tubuh kami merapat. Aku memejamkan mata dan memiringkan kepalaku untuk memperdalam ciumannya.
Berat tubuh Vada mendorongku mundur dan tanpa sadar kami tiba di depan pintu kamar hotelku. Aku merogoh-rogoh sakuku dan membuka pintu kamar tanpa melepas ciuman kami. Kami pun masuk dan melanjutkan ciuman dahsyat ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/46089537-288-k5073e4.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ovulation Complex
RomanceVada Kusuma, 24 tahun, seorang arsitek muda, memiliki penyakit Ovulation Complex. Penyakit ini memberikan dorongan seksual yang tak bisa ia kontrol. Bagas Wendell, 27 tahun, atasan sekaligus kakak kelas Vada dulu saat kuliah. Tak mengetahui mengenai...