Berantakan

3K 285 30
                                    

Aku tak bisa merasakan apapun.. aku hanya ingin berlari menghampirinya dan membawanya pergi. Namun seluruh sarafku seakan lumpuh. Seakan Tuhan memaksaku untuk melihat kejadian menyakitkan itu di depan mataku sebagai hukumanku.

"Jangan pergi... Jangan berlari kepadanya. Kau sudah memilikiku disini. Aku akan menjagamu." Luca terus membisikkan kata-katanya. Mencegahku untuk pergi. Bibirku pun tak mau membuka. Seluruh otakku sedang bekerja mengamati mereka.

Dua detik kemudian Sica melepas bibirnya. Dengan tatapan puas. Iru hanya menunduk. Gadis itu perlahan meraih tangan Iru dan menggenggamnya.

"Aku mencintaimu, Iru. Aku mencintaimu dengan tulus. Kau bisa merasakannya—," belum selesai Sica meneruskan kata-katanya, Iru melepaskan tangannya dengan kasar.

"Maaf, tapi aku tidak mencintaimu. Dan jangan pernah menyentuhku lagi. Selamanya." Dengan cepat Iru berjalan ke arahku meninggalkan Sica yang masih menatapnya nanar.

Ia berjalan ke arahku dengan tatapan itu. Tatapan yang pernah ku lihat di gudang olahraga. Ia menatap Luca dengan tatapan seperti itu. Tangannya ia kepal dengan kuat. Dalam jarak satu meter dengan cepat tangannya menarik kerah Luca membuat pelukan kami terlepas dan segera menghajar wajah Luca habis-habisan hingga Luca tersungkur di tanah. Pipinya, rahangnya, lalu pelipisnya. Luca tentu tidak diam saja. Ia mencoba melawan dengan akan menendang perut Iru. Namun Iru segera membaca gerakan Luca dan menginjak kakinya ke samping. Luca pun merintih kesakitan. Aku tidak tau perasaan ini. Namun pertarungan ini terasa hanya satu sisi. Seakan Iru pemenang mutlak. Tanpa ku sadari wajah Luca hampir tak bisa ku kenali dengan lebam di seluruh wajah dan darah.

"HENTIKAN!" Sica berlari dan mencoba menolong saudara kembarnya.

Apa yang kau lakukan disini? Hanya berdiri dan melihat? Kau harus melakukan sesuatu Rene! Kau tentu tak boleh pingsan seperti kemarin. Atau kau akan melihat pembunuhan untuk yang kedua kalinya. Lagi.

Aku mendekati Iru dan..

PLAK!

Iru berhenti dari kegiatannya menghajar Luca dan menatapku. Masih dengan memegang kerah Luca, dengan tatapan dingin, marah, kecewa, dan bingung.

'Huh? Mengapa...aku menamparnya?'

"Mengapa kau menamparku?" tanyanya dingin.

"Apa? Aku juga—"

"Kau lebih memilih berada di pelukan bajingan ini?"

"Bukan begitu! Kau pikir—"

"Aku sedang menolongmu kau tahu?" Iru masih berkata dengan ekspresi dingin dengan tatapannya yang tajam.

"Aku tahu itu!—"

"KAU TAK TAHU ITU, RENE!" Aku tersentak. Bibirku tak mampu berkata. Aku harusnya mengelak. Tapi bibirku seakan bungkam. Iru tersenyum miris dan sinis.

"Cukup." Ia melepas kerah Luca dan sedikit membantingnya ke tanah.

"Aku menolong kekasihku yang sedang berselingkuh dengan bahagianya. Konyol." Iru melangkahkan kakinya meninggalkan kami bertiga. Sica segera menolong Luca dan membantunya berdiri.

Aku masih terpaku disini. Melihatnya pergi. Ya. Hanya diam. Sial! Rene Fixlrein telah jadi manusia yang paling lemah. Aku tak bisa mencegahnya. Aku hanya bisa menatapnya pergi berpaling dengan kesalahpahaman yang fatal. Aku bahkan tak mengenali siapa diriku saat ini. Ia membuat semuanya jadi berantakan.

Aku hanya tak ingin melihatnya menyakiti orang lain lagi. Aku tak ingin melihatnya membunuh. Aku tidak ingin melihatnya seperti itu lagi. Ia bukan Iru yang ku kenal.

Sica membawa Luca pergi dari sini. Luca menolak. Namun Sica bersikeras akan membawanya pergi karena kondisinya yang sudah parah. Akhirnya mereka pergi meninggalkanku. Aku pun terduduk. Kakiku terasa lemas.

Air mataku menetes lagi. Ahh.. aku mulai terbiasa. Sejak ia datang, hidupku perlahan berubah. Dipenuhi berbagai emosi yang tidak ku kenal selama ini. Sejak aku mencintainya aku sering meneteskan air mata. Aku sering tak bisa menggerakkan tubuhku seperti yang ku mau. Hatiku terasa sakit melihatnya bersama gadis lain selainku. Air mataku tak terbendung saat melihatnya berjalan berpaling dariku.

Apa ini yang namanya cinta? Kedatangannya membuat perubahan dalam hidupku, menimbulkan emosi yang aneh, membuat air mataku terus mengalir.

Jika aku tahu cinta semenyakitkan ini...

Aku memilih untuk tidak jatuh cinta selamanya.

Titik-titik hujan perlahan membasahi wajahku. Baguslah. Air mata yang tak ku hendaki ini biarlah tersamarkan oleh air hujan. Aku memejamkan mataku. Namun sedetik kemudian aku merasakan hujan berhenti menerpa wajahku. Mataku terbuka. Payung itu kini tepat di atasku. Aku berbalik. Nessa tersenyum padaku dan jongkok untuk menatapku lebih dekat. Tangannya tersodor untuk menolongku.

"Ayo pulang, Rene," senyumnya membuat tangisku pecah seketika. Tanganku menghambur memeluknya.

::::::::::::::::::::::::::::::::

Sejak saat itu sepertinya aku cukup depresi. Dua hari ini acara field trip ku jalani dengan banyak lamunan. Luca? Ia baik-baik saja. Tidak. Maksudku cukup baik-baik saja hingga ia tak harus dilarikan ke rumah sakit. Tapi karena perbuatan itu Iru dihukum. Ia diasingkan di tempat tersendiri hingga School Trip selesai. Sekolah ini memang begitu kejam. Aku sangat merasa bersalah. Aku tak seharusnya berdiam diri disini. Iru dihukum karena menolongku. Ya. Malam ini..malam terakhir school trip..aku menyelinap ke tempat dimana Iru dihukum.

Aku mengendap-endap dengan menundukkan kepala dan memendekkan tubuhku. Tepat di depan sebuah jendela aku menghela nafasku. Aku sedikit takut dengan Iru. Hm? Apa yang ku takutkan? Apa aku takut ia akan membentakku lagi? Tidak. Sepertinya bukan itu.

"Ssst.. Sstt.. Iru!" Aku berteriak dalam bisikanku.

Tidak ada jawaban.

"Iru! Ini aku Rene. Apa kau baik-baik saja disana?"

Masih tidak ada jawaban. Aku mulai berpikir ia memang sengaja berpura-pura tidak mendengarku.

"Baiklah. Aku minta maaf atas kesalahanku. Aku memang bodoh menamparmu padahal kau menolongku. Kau tahu, aku bahkan saat itu tidak tahu mengapa aku menamparmu. Tanganku hanya reflek menamparmu. Ya, hanya reflek. Aku yakin kau tak bisa menerima alasan konyol itu, bukan?"

Masih hening.

"Sebegitu marahnya kah kau padaku? Baiklah. Aku kemari hanya untuk memastikan kau baik-baik saja dan tidak mati kelaparan disana." Aku mulai melangkahkan kakiku pergi. Di langkah ketiga aku berhenti. Aku berkata dengan suara pelan.

"Sepertinya aku telah menyakitimu. Jika adanya perasaan ini membuat kita berantakan dan saling tersakiti aku akan membunuh rasa ini. Ya. Aku akan membunuhnya. Dimulai detik ini." Aku tersenyum dan berjalan pergi.

HAII. UPDATE LAGI NIH! GAK KERASA UDAH PART KE-20. KAYAKNYA BARU KEMARIN 10 PART.

hehehe. apakah ada saran? BTW aku suka liat comment kalian. keep comment and vote ya! :DD

MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang