Kelam

4K 285 30
                                    

"Malam ini kita akan bermain lagi. Segera bersiaplah" Suara lembut wanita itu sampai di telinga gadis berambut hitam sebahu yang sedang asik mencoret kertas putih. Nampaknya suara lembut itu justru memberikan efek yang sebaliknya. Bukan kehangatan dan senyuman yang dirasakan gadis itu, melainkan ketakutan yang menyeramkan. Seketika tangan mungilnya berhenti menggambar. Ia hanya terpaku dan terdiam. Ia menggigit bibir bawahnya karena ingin menahan tangisannya. Karena ia tahu, menangis adalah cara yang buruk.

"Baik." Hanya kata itu yang terucap dari bibirnya yang bergetar.

Wanita itu kini pergi meninggalkan si gadis yang masih terdiam. Perlahan ia memegang kertas putih yang baru saja ia gores dengan pensil warna. Mata hitam bulat itu memandangi kertas itu. Kertas yang bergambar dua manusia sepertinya laki-laki dan perempuan, dan satu anak perempuan kecil di tengah mereka sedang menggenggam tangan kedua manusia di sebelah kanan dan kirinya. Mereka tersenyum. Terlihat sangat bahagia. Sangat berbeda dengan keadaannya saat ini. Tiba-tiba di kertas itu terdapat bercak yang membuat warnanya sedikit memudar. Ya, ternyata tetesan air mata yang membasahi kertas itu. Gadis itu kini menangis dalam diam.

Tok.. Tok..

Pintunya menimbulkan suara yang membuatnya kaget dan segera menoleh dengan cepat ke arah sumber suara. Si gadis menghapus air matanya.

"Ya, aku akan segera kesana." Tangan mungilnya meremas kertas itu dan melemparnya ke tempat sampah. Ia segera mengganti bajunya dengan gaun polos berwarna putih bersih dan melangkahkan kakinya menuju pintu.

Tangan wanita itu menggenggam erat tangan si gadis. Bukan. Sama sekali berbeda dengan yang tadi ia gambar, tidak ada senyum di antara mereka. Lorong-lorong gelap mereka lewati dengan langkah kaki yang menggema di seluruh sudut rumah itu. Hanya lampu lilin di dinding yang menerangi langkah mereka. Banyak pelayan wanita dan pria melewati mereka. Namun seakan tak mengetahui bahwa si gadis sedang ketakutan, mereka menundukkan badannya dengan senyum yang manis. Ya, sangat mirip dengan topeng. Namun ini semua tak membuat si gadis bertanya-tanya. Karena memang selalu seperti ini.

Hingga sampailah mereka di sebuah ruangan dengan pintu yang spesial. Ya, sangat spesial karena pintu ini memiliki keamanan yang sangat ketat. Mulai dari scan retina mata, suara, sidik jari, ahh.. dan apapun itu. Mungkin jika salah sedikit saja akan jadi fatal.

Setelah beberapa menit mereka pun memasuki ruang spesial ini.

"Seperti biasa kau terlihat cantik malam ini dengan wajah tanpa ekspresi yang indah. Aku berjanji akan memberikan permainan yang menyenangkan malam ini." Pria dengan kacamata bulat tebal itu tersenyum begitu gembira saat melihat kehadiran si gadis sambil terus mempersiapkan alat-alat 'permainannya'. Tanpa segan si gadis berjalan mendekati pria itu. Tubuh mungilnya terangkat saat tangan besar pria itu memegang pinggangnya dan membuatnya berpindah ke atas meja besi.

"Apa yang akan ayah lakukan malam ini? Dan...Level?" tanya gadis itu menurut saat ayahnya mulai merantai kedua tangan dan kakinya ke ujung meja.

"Hmm. Apa ya, aku baru saja menemukan sebuah cairan yang sepertinya bisa membuat tubuhmu hanya akan bisa menerima nasi. Bagaimana menurutmu? Hebat bukan? Kau takkan perlu makanan lain selain nasi. Jika obat ini berhasil lalu tersebar maka seluruh umat manusia hanya akan membutuhkan nasi sebagai pemasok tenaganya. Takkan ada komplikasi penyakit! Takkan ada kelaparan! Ah! Aku sungguh jenius!" ucap pria itu menggebu-gebu dengan tawanya yang mengerikan.

"Ah, mengenai level, karena kepekatan cairan sangat tinggi mungkin....9 dari 10! Hahaha. Tenanglah manis.. aku akan memberimu cairan pelumpuh saraf yang akan membuatmu tak bisa merasakan sakit. Clara, bisa tolong kau ambilkan cairan pelumpuhnya?" pinta pria itu.

"Maaf Albert, tapi cairan pelumpuhnya habis."

"Tak ada yang bisa dilakukan selain melakukannya tanpa cairan pelumpuh. Bersiaplah, sayang." Perlahan jarum suntik itu menusuk kulit leher si gadis.

"AAHHHHH. AYAH! INI SAKIT! TOLONG HENTIKAN! AKU TAK INGIN BERMAIN MALAM INI!" Jerit gadis itu karena merasakan cairan itu membelah urat sarafnya dari dalam.

"DASAR BODOH! AKU TIDAK MEMPERBOLEHKANMU MENJERIT! DASAR BOCAH SIALAN!" Tamparan keras mendarat di pipi gadis itu membuatnya begitu memerah. Tangisannya semakin keras dan memenuhi ruangan itu. Biasanya ia bisa menahan tangisnya. Namun kali ini ia tak bisa menahannya. Ia hanya bisa menahan tangisnya hingga level 6. Ya, level yang mereka bicarakan adalah level dari sakit yang akan diterima.

"Cih! Bocah ini sangat menyusahkan. Kau seharusnya menjadi objek yang baik, Rene Fixlrein!" Wanita itu menghantamkan vas bunga pada kepala si gadis. Dan seketika gadis itu hilang kesadaran.

::::::::::::::::::::::::::::::::::

"—kak..Kakak!"

Aku segea terbangun dari tidurku pagi itu. dengan nafas yang tersengal-sengal, aku mencoba menstabilkannya lagi. Di sampingku Cecil terlihat khawatir.

"Apa kakak baik-baik saja?" ucapnya sambil duduk di tepi kasur dan memegang tanganku.

"Aku baik-baik saja." Tanganku menyeka keringat di wajahku.

"Aku akan menyuruh Ken membuatkan teh hangat untuk kakak."

"Ah, baiklah. Terima kasih."

Cecil pun berjalan menuju pintu dan keluar dari kamarku. Meninggalkanku yang masih terbayang akan mimpi buruk barusan. Ya, mimpi tentang masa kelamku. Sesuatu yang ku harap tidak pernah terjadi, sesuatu yang aku harapkan terhapus dari ingatanku.

Cecil? Ah. Dia adikku. Dia adik kandungku. Kemarin ia tiba-tiba datang menjemputku di stasiun. Padahal semestinya ia berada di belahan dunia selatan saat ini untuk mengenyam pendidikannya. Tapi entah mengapa tiba-tiba ia pulang. Jarak umur kami 5 tahun. Tapi terkadang sikapnya masih sangat kekanak-kanakan atau bahkan keterlaluan. Tapi bagaimana pun, aku menyayanginya. Dan aku takkan membiarkan siapapun menyakitinya.

"NONA?! APA ANDA BAIK-BAIK SAJA?!" Ken membuka pintu dengan keras dan berlari menuju ke arahku.

"Berisik! Kau yang membuat pikiranku semakin tidak tenang, Ken!" nadaku sedikit tinggi. Ken terdiam dan segera menunduk.

"Maafkan saya."

"Dimana tehku? Bukankah Cecil menyuruhmu membuatkanku teh?" tanyaku sambil menoleh ke arah Ken. Namun kemudian mataku menangkap Iru yang masuk ke kamarku dengan membawa sebuah nampan disusul dengan Cecil.

"Silakan tehnya, Nona." Iru menuangkan teh ke dalam cangkir dan menghidangkannya padaku.

"Wahhh... Kau sangat hebat, Iru! Kau benar-benar bisa melakukan tugas pelayan dengan baik!" Cecil menatap Iru dengan tatapan berbinar-binar.

"Tentu saja, Nona Cecil. Saya harus bisa melakukan apapun yang Nona Rene inginkan. Karena saya adalah miliknya." Entah mengapa mereka cukup membuatku jengkel.

Cecil menatap ke arah jam dinding. "AHH! Sudah sesiang ini! Acara TV favoritku akan segera dimulai!," dan ia pun berlari pergi dari kamar ini. Pandangan kami bertiga terfokus pada Cecil. Namun sedetik kemudian suasana segera kembali.

"Mimpi apa yang Anda dapat, Nona?" Ken mulai angkat bicara.

"Bukan apa-apa," jawabku dingin dan mulai menyibakkan selimutku.

"Apa ini tentang malam itu?" Ken kembali bertanya.

"Malam itu?" Tiba-tiba Iru pun ikut bertanya menunjukkan rasa penasarannya. Ini sangat jarang terjadi. Tapi terlambat, pikiranku saat itu sudah kalut dengan mimpi barusan.

"Ya, malam itu. Malam dimana aku menyelamatkan Cecil dari mereka berdua." Aku menjawab dengan nada dingin. Iru terlihat sedikit kaget namun sepertinya rasa penasarannya kini lebih besar dari rasa takutnya.

"Maafkan saya, tapi bolehkah saya tahu siapa—."

"Orang tuaku. Mereka akan menjadikan Cecil mainan mereka juga. Padahal mereka sudah berjanji takkan melakukannya." Aku melangkahkan kakiku menuju kamar mandi.

"Jadi aku membunuh mereka," lanjutku dan menutup pintu kamar mandi.


HAI HAI. UPDATE LAGI NIH~
CHAPTER INI SPESIAL LO.. MASA LALU RENE SEDIKIT TERUNGKAP. HEHEHE
Jangan lupa VOTE dan COMMENT ya.. ^^



MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang