Bab 12-1

33.7K 2.7K 130
                                    

Halo, lama tak berjumpa. Apa kabar semua? :)

Maafkanlah atas keterlambatan update, karena saya berkali2 masih diliputi hasrat ingin menghapus cerita ini. Hiks... tapi setelah berulang kali jungkir balik mikir ulang, akhirnya saya punya kekuatan untuk menahan hasrat penghapusan itu.

Sebenarnya saya belum mau update karena cerita ini sumpah susah sekali nulisnya karena urutannya yang kacau dikarenakan saya yang salah langkah sejak awal menulis. Jadi untuk saat ini nikmatilah flashback yang seuprit ini untuk mengobati kerinduan kalian. Next sedang saya usahakan untuk ditulis nanti malam. Doakan lancar ya :"

Ah, bahkan bicara pun saya mutar2 tidak jelas.

Untuk itu, saya minta bantuannya ya teman2 semua. Jika ada kejanggalan dan alur yang tidak dimengerti, mohon koreksiannya. Maklum, tidak terbiasa menulis cerita yang seperti ini, sebelumnya yah kalian tahu sendiri penggunaan kalimat dll-nya bagaimana dalam cerita2 saya yang lainnya. Jadi saat menulis ini tangan saya mendadak tremor, kaku, dan kejang2.

Sudahlah, daripada saya semakin curcol tidak jelas, happy reading ya. Sekian dan terimakasih :)

...............................................................................................................

"Anak saya itu, meskipun usianya sudah sangat pantas untuk menikah, kelakuannya masih saja seperti anak kecil." Suara ayah menjatuhkan nilai jualku pada tamu mereka malam ini. Memasang telinga lebar-lebar, aku menguping dari balik tembok pembatas antara ruang tengah dan ruang tamu.

"Dia juga nggak bisa masak, bawel, masih sedikit manja dan cengeng," tambah ayah lagi.

Oke ayah, terimakasih. Jelekin aja terus. Ayah memang tega. Hiks... Raungku dalam hati.

Eh tunggu, kenapa pula aku harus bersedih? Siapa tahu ayah sengaja menjelek-jelekkanku karena ternyata pria yang ingin melamar malam ini adalah jelmaan dari seorang Troll. Tablo abis, ingus berleleran, dan juga bau.

Aaah... khayalan nggak bermutu. Memangnya pria itu idiot. Hahaha... kalau idiot tidak mungkin kan menjadi seorang dosen?

Mungkin pria itu berkepala botak, memiliki perut buncit serta banyak kerut dan kutil di wajah. Berhubung aku adalah anak kesayangan ayah, beliau tidak rela jika putrinya menikah dengan pria seperti itu. Wajar kan bila ayah menjelek-jelekkanku di depan mereka. Menolak secara halus.

"Tidak apa-apa, Pak Aftan. Yang namanya masih muda ya begitu. Nanti kan mereka bisa belajar bersama-sama." Kali ini suara bu Enita, ibu dari pria yang ingin melamarku terdengar.

"Iya, Pak, tidak apa-apa. Lagi pula kalau bawel pasti akan membuat rumah menjadi lebih ramai," sahut sebuah suara.

Waduh, suara siapa itu? Merdu banget. Bukannya terlalu indah untuk sebuah suara pria berkepala botak dengan perut buncit yang memiliki kerut serta kutil di wajah. Apa itu suaranya pak Adinata? Rasa-rasanya tadi suara beliau tidak seperti ini. Lebih berat dan khas bapak-bapak.

Jodoh Gak Kemana [Re-publish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang