Bab 3a

66.1K 4K 139
                                    

"Kenapa senyam senyum sendiri?" Suara berat Ata membuyarkan lamunan asikku.

"Eh, nggak kenapa-kenapa kok," jawabku gelagapan, malu karena kepergok sedang mengkhayalkan sesuatu.

"Nggak kenapa-kenapa gimana, jelas kamu lagi cengar cengir begitu." Ia menatapku dengan tatapan menuduh.

Buru-buru kututup buku tahunan sekolah yang berada di tanganku, lalu menumpuknya bersama buku-buku lain yang berukuran sama. Bahaya sekali bila Ata sampai tahu kalau barusan aku cengar-cengir karena melihat fotonya di buku tahunan SMA.

Foto dia di buku itu unyuuu banget, bikin aku memutar kenangan lama dengan si Ata remaja yang super duper menyebalkan itu. Ata yang loading lama kalau diajak bicara, ibarat kalau browser dia itu Internet Explorer-ini kata teman-teman yang pernah ngajakin dia bicara, kalau aku sih cuma sekali dan langsung dibikin emosi- Ata yang dianggap menderita kelainan dalam hal pergaulan remaja, Ata yang kalo jalan nggak pernah nengok kiri kanan, Ata yang kalo ngomong nggak disaring lagi, Ata yang ini... Ata yang itu... Ata... Ata... Ata... dan Ata...

"Nah, kan bengong lagi. Kamu lagi mikir jorok ya?" Ata beringsut mendekat dan mengamati wajahku lekat-lekat.

Aku pun segera mundur dan membuang muka. "Ata apaan sih liat-liat kayak begitu?!" ku kibaskan tangan mengusirnya. Tapi, bukannya mundur Ata malah semakin mendekat.

"Diih... Ata, mukanya kenapa serius gitu sih?" candaku berusaha mengubah ekspersi tak terbacanya yang sedang menelitiku dalam jarak yang begitu dekat.

Ata semakin mendekat.... mendekat.... mendekatkan wajahnya hingga wajah kami sejajar, dan nyaris membuang jarak yang tersisa diantara kami.

Dia mau apa?

Diaaa mauuu apaaaaa......??!!!!

Kalo sedekat ini emang masih bisa keliatan ya? Bukannya jarak sedekat ini langsung tinggal 'cup' di bibir aja? Hihihi....

Pikiran-pikiran aneh semakin merayap dalam kepalaku, dan aku semakin panik ketika nafas hangat Ata terasa menerpa wajahku yang dengan entah bagaimana sedemikian rupa hingga rasanya sekarang untuk duduk pun aku tak sanggup lagi. Dengan segenap jiwa raga, ku katupkan kedua kelopak mataku, menanti ciuman mesranya.

Satu detik...

Dua detik...

Ata, iiiiih... kebiasaan deh bengong dulu baru nyium, pegel nih duduk terpaku menantikan kecupannya.

Apa aku rebahan aja kali ya?

Aku pun menggerakkan tubuhku kebelakang, hendak membaringkan punggung ke atas karpet ruangan yang sebenarnya adalah kamar, tapi beralih fungsi menjadi perpustkaan dan ruang kerja dadakan seperti saat ini.

Tiba-tiba tangan kiri Ata menyentuh pundakku, menahanku yang tadinya ingin membaringkan tubuh.

Eh, kok?

"Oalah, semut ternyata," komentarnya yang otomatis membuat mataku terbuka.

"Hah?" tanyaku bingung sambil mengerjap-ngerjapkan mata berkali-kali.

Ata mengulurkan tangannya yang lain lalu menarik sesuatu dari rambutku. "Kamu tadi habis ngapain sih, sampe ada semut begini di rambutmu." Ata menarik tangan kananku lalu membuka telapak tanganku lebar-lebar.

"Nih, liat semutnya. Ku pikir tadi kutu rambut loh, hahaha...."

Ata tertawa senang lalu beringsut menjauhi aku yang terbengong sambil mengamati seekor semut hitam di telapak tanganku dengan muka merah.

Jodoh Gak Kemana [Re-publish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang