Bagian 1

4.1K 119 2
                                    

Kinal masih berdiri di depan gerbang sekolah ketika sekerumpulan siswa-siswi lain berjalan keluar gerbang. Ada beberapa yang menggunakan kendaraan bermotor, tapi lebih banyak lagi yang tengah asik mengobrol sambil menanti angkutan umum datang. Hanya Kinal yang terlihat sendirian, sambil sesekali melihat layar ponselnya untuk memeriksa adakah pesan singkat masuk. Namun yang diharapkan tak kunjung datang.

"Nal, mau balik bareng gak?" tawar salah seorang teman sekelasnya.

Kinal menggeleng pelan, "Duluan ajah, Len!" jawabnya pada Elaine.

"Oke! Aku pulang duluan ya?" pamit Elaine yang dibalas anggukan Kinal.

Elaine melangkah pergi menyusul beberapa temannya yang sudah berjalan lebih dulu.

Kinal menatap temannya yang baru saja pergi sambil tersenyum tipis. Elaine adalah satu-satunya teman sekelas yang memperlakukannya seperti teman dekat. Sifat Kinal yang kadang suka acuh pada hal di sekeliling membuat beberapa teman sekelasnya pun tidak begitu memperhatikannya. Tapi ketika dalam pembelajaran, Kinal salah satu siswi yang aktif dan bisa dibilang lebih unggul di antara siswa lain.

"Nunggunya kelamaan ya?" sebuah suara menghamburkan pandangan Kinal pada Elaine.

Kinal menoleh kepada seorang gadis cantik yang kini berdiri di sampingnya. "Enggak, kok!"

"Maaf ya. Tadi gurunya keasikan ngejelasin, jadi agak lama gitu keluarnya," jelas gadis bernama Veranda itu dengan nada bersalah.

"Iya, gak papa, Ve! Pulang, yuk?" ajak Kinal yang sudah merasakan suara jeritan dari dalam perutnya.

Ve mengangguk dan tersenyum pada Kinal, tapi kali ini bukanlah senyuman yang biasa. "Kinal," ucapnya agak terdengar manja. "Bantuin aku buat ngerjain tugas nulis cerpen, yuk?" pintanya masih dengan nada manja. "Nanti aku buatin kwetiau kesukaan kamu, deh!" Ve seakan bisa menebak isi perut Kinal yang sudah kosong.

Kinal berdesis pelan setelah melihat kelakuan sahabatnya ketika sedang ada maunya seperti sekarang ini.

"Ya, Kinal ya?" tanya Ve sambil menggoyangkan lengan Kinal seperti seorang adik yang tengah membujuk kakaknya untuk dibelikan balon.

"Ya udah, ayo!" jawab Kinal dengan wajah antara ingin dan enggan. "Tapi bentar ajah, ya? Aku ada janji mau nemenin Vanka belajar entar malem."

Ve langsung mengangguk dan tersenyum puas, "Oke!" jawabnya sambil melangkah pergi dari tempat itu dengan tangan yang dikaitkan di tangan kiri Kinal. "Vanka sekarang makin gendut, ya?"

"Iyalah, dia makannya banyak melulu. Makanya jadi melebar," jelas Kinal.

"Sama kayak kakaknya sekarang," cetus Ve yang membuat Kinal menatap kesal.

"Ini itu ideal tau! Kamu ajah yang kurang gizi," sanggah Kinal sambil tertawa jahat.

Begitulah mereka berdua bersahabat. Saling menunggu, saling membantu, bahkan saling meledek satu sama lain. Tak ada kata 'jaim' di antara mereka. Yang ada hanya saling mengerti dan merasa nyaman, seakan hal buruk yang dilakukan oleh mereka bukanlah suatu kendala besar untuk terus bersahabat.

***

"Eh, ada kak Kinal!" sambut Lidya--adik Ve ketika Kinal dan Ve baru saja masuk ke rumah Ve.

Kinal tersenyum ramah pada Lidya. "Gak main keluar, Lid? Tumben jam segini ada di rumah."

Lidya menyeringai. "Ini juga bentar lagi mau jalan."

"Sama pacar ya?" goda Kinal.

Lidya langsung menggeleng. "Enggak ih, kak Kinal!" sanggahnya.

Di Antara Kita [Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang