Bagian 6

1.5K 90 24
                                    

Bel tanda jam pelajaran terakhir selesai telah berbunyi. Guru matematika Kinal segera menutup pelajaran hari ini dan meninggalkan kelas. Seluruh siswa memasukkan buku-bukunya ke dalam tas dan bersiap untuk pulang. Begitupun dengan Kinal. Hari ini dia sudah punya rencana bersama Ve untuk makan di sebuah toko es krim di dekat rumah Kinal yang baru saja buka.
Ketika semua anak sudah selesai dan beranjak dari kursi mereka masing-masing, Elaine dan Viny berdiri di depan kelas dan menghentikan teman-temannya yang akan pulang.
“Ada pengumuman! Tunggu dulu sebentar!” seru Viny yang membuat semua mata tertuju padanya.
“Besok malem, aku mau ngadain acara makan-makan di rumah aku buat ngerayain ulangtahun aku. Kalian semua pada dateng, ya!” jelas Elaine yang disambut tepuk tangan bahagia oleh teman lelaki sekelasnya karena senang ada acara makan-makan gratis. Beberapa siswi lain asik mengobrol tentang perencaan mereka untuk ke pesta ulangtahun Elaine.
Kinal tak berkomentar tentang hal itu. Dia bangkit dari kursinya dan berjalan keluar kelas dan diikuti oleh teman-temannya yang lain. Elaine menatap Kinal yang pergi begitu saja.
Kinal segera berjalan menuju kelas Ve. Dia tidak begitu tertarik pada pesta yang Elaine buat—terlebih setelah kejadian antara Elaine dan Ve tempo hari.
“Kinal!” panggil Elaine sambil berlari mengejar Kinal.
Apa lagi sekarang? Kinal hanya diam dan terus melanjutkan langkahnya.
“Kamu dateng kan, besok?” tanya Elaine. Namun Kinal seolah tidak mendengarkannya. “Kinal!” seru Elaine yang merasa tak diacuhkan sambil menahan tangan Kinal agar langkahnya terhenti.
Kinal terkejut dengan perlakuan Elaine. Akhirnya dia menatap temannya itu.
“Kamu dengerin aku gak, sih?” tanya Elaine sambil cemberut.
Kinal mendengus kesal, “Kamu punya hati gak, sih?” tanya Kinal dengan nada datar, tapi itu mampu membuat hati Elaine tertusuk. “Harusnya kamu gak kepancing Frieska dan ngebuat Ve emosi waktu kemarin! Setelah kamu ngebuat aku sama Ve terlihat buruk, kamu masih pengen aku ada di samping kamu?”
Mata Elaine berkaca-kaca, lalu dia menunduk. “Aku, minta maaf,” ucapnya pelan.
“Aku gak tau harus ngomong apa sama kamu, Laine! Kamu orang yang aku sangka beda sama anak-anak yang lain, kamu yang aku kira udah kenal aku, kamu yang aku lindungi biar Ve gak ngelakuin hal buruk ke kamu! Ternyata kamu juga orang yang nusuk aku dari belakang!” seru Kinal dan melangkah pergi. Sudah cukup dia mengeluarkan emosinya. Dia tidak ingin melukai hati Elaine lebih dalam lagi.
“Aku minta maaf, Kinal,” ucap Elaine yang kini menahan tangan Kinal dan berdiri di hadapan Kinal. “Aku salah. Aku salah nyalahin kepercayaan kamu. Aku minta maaf. Sumpah aku minta maaf.” Elaine menatap mata Kinal dalam-dalam. “Kamu pernah janji bakalan bantu aku kalau aku butuh bantuan kamu. Sekarang aku butuh bantuan kamu, Nal. Tolong, maafin aku.”
Kinal membuang wajahnya. Kini dia tidak bisa menelan ucapannya sendiri. Elaine terlihat tulus meminta maaf padanya. Hatinya mulai goyah. “Aku maafin kamu. Tapi aku gak bisa janji buat dateng atau enggak,” ucap Kinal dengan nada datar. Separuh hatinya masih marah.
“Makasih, Nal!” ucap Elaine yang lalu memeluk Kinal.
Kinal terkejut. Tapi pelukan Elaine tidak bisa ditolaknya. Dia tidak bisa menyakiti hati Elaine lebih dalam lagi.
Eliane melepaskan pelukannya perlahan dan tersenyum. Kinal tersenyum sinis melihat wajah lucu Elaine setelah menangis. Elaine pun pergi meninggalkannya. Kinal hanya menatap sesaat Elaine sebelum melanjutkan langkahnya ke kelas Ve.
Sesampainya di kelas Ve, suasana sudahlah sepi. Hanya terlihat beberapa siswa yang sedang piket. “Beb, Ve udah keluar?” tanya Kinal pada Beby yang baru saja selesai membuang sampah ke tempat sampah di depan kelasnya.
“Ve udah keluar dari tadi. Katanya tadi mau nyamperin ke kelas kamu,” jawab Beby.
“Oh, mungkin tadi dia beda jalan, jadi gak ketemu. Makasih ya, Beb!” ucap Kinal yang lalu berjalan menuju gerbang sekolah. Mungkin Ve menunggunya disana.
Di depan gerbang sekolah, Kinal melihat Ve sedang berdiri sendirian. Senyum Kinal mengembang ketika melihat wajah Ve yang nampak bosan menunggunya.
“Nunggunya lama, ya?” tanya Kinal. Ve hanya melihatnya sekilas sebelum mengalihkan kearah lain. “Tadi aku ke kelas kamu, tapi kamu udah gak ada. Kata Beby kamu ke kelas aku? Tapi kok, kita gak ketemu?”
“Makanya liat Hp kamu. Jangan asik peluk-pelukan sama Elaine terus,” ucap Ve sinis.
Mata Kinal terbalak. Ve melihat dia dan Elaine tadi. Tapi dia tidak menyadarinya.
“Iya, tadi aku liat kamu sama Elaine,” ucap Ve yang seolah tau fikiran Kinal. “Dia ngapa sih, masih gangguin kita ajah?” Kini Ve memperlihatkan muka cemburunya pada Kinal. “Kenapa dia mau nyamain kamu sama Ghaida? Kamu sama Ghaida itu beda!”
Kinal terdiam dan membiarkan Ve berbicara sepuasnya.
“Gak cukup apa, kak Eka dia ambil? Sekarang dia mau ngambil kamu juga?” Terlihat jelas kekhawatiran dari raut wajah Ve.
“Ve, tadi dia minta maaf sama aku soal kejadian tempo hari,” jelas Kinal.
“Pakai bonus pelukan?”
“Dia cuma malu kalau dia lagi nangis diliatin orang. Makanya dia nangis di balik badan aku.”
Ve tersenyum sinis, “Kamu maafin dia?” tanya Ve yang dibalas anggukan oleh Kinal. Ve mendengus kesal.
“Aku gak bisa marah sama orang lama-lama. Kamu tau itu, kan?” jelas Kinal.
Ve memasang wajah kesalnya. Sifat Kinal yang terlalu baik ini membuat Ve kesal. Kinal memang bukan tipe pedendam. Dia selalu berfikir postif pada suatu hal.
“Tadi juga dia minta aku dateng ke pesta ulangtahunnya.”
“Kamu mau?” nada bicara Ve kini terdengar agak protektif.
Kinal mengangkat bahunya, “Aku belum putusin mau dateng atau enggak.”
Ve tersenyum sinis, “Kalau kamu mau dateng, dateng ajah! Kan Elaine sendiri yang ngundang kamu,” kata-kata itu terasa pahit di lidah Ve.
“Ve, aku...” ucap Kinal yang langsung dipotong Ve.
“Aku lagi males ngomongin tentang Elaine. Aku lagi males berantem sama kamu gara-gara dia. Udah yuk, balik ajah!” ucap Ve sambil melangkah pergi. Mood Ve sedang buruk hari ini.
“Ve...” kini tangan Kinal menahan tangan Ve dan memutar bahu Ve agar kembali melihat Kinal. “Udah dong, ngambeknya. Kita kan hari ini udah janji mau makan es krim bareng. Aku yang traktir. Gimana?” Kata-kata Kinal terdengar sangatlah tulus—Ve bisa merasakannya.
Ve tersenyum manis. Dia tak sampai hati membatalkan janjinya dengan Kinal hanya karena Elaine. Memangnya sehebat apa Elaine itu? Sehingga bisa membuat hubungannya dengan Kinal retak.
Kinal menggandeng tangan Ve pergi. Hari ini dia harus menyelamatkan dua hati. Ve dan Elaine. Dua hati yang sedang perang dingin. Sialnya, Kinal ada diantara dua orang itu. Kinal tidak bisa membenci Elaine, tapi dia juga belum bisa membuat hubungan antara Ve dan Elaine membaik. Ini menyulitkan bukan?

Di Antara Kita [Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang