Bagian 4

1.7K 88 6
                                    

Seperti biasa. Kinal dan Ve pulang sekolah bersama. Mengenai pengakuan Melody beberapa hari yang lalu, Kinal sudah tidak begitu memikirkannya. Dia tidak ingin semua hal itu mengganggu pertemanannya dengan Melody. Jadi dia lebih memilih diam, seolah tak ada apapun yang terjadi.

Mereka berdua berjalan sambil berbincang ringan. Terkadang mereka tertawa kecil karena candaan Kinal. Tapi ketika mereka melewati parkiran sekolah, langkah keduanya terhenti.

Terlihat Melody tengah berbincang dengan Miko. Melody tersenyum memandang Miko yang juga membalas senyuman Melody. Lalu mereka pergi menggunakan motor Miko dan melewati Kinal dan Ve yang terpaku menatap pemandangan itu.

Ve menoleh kearah Kinal yang kini sudah mengalihkan pandangannya kearah lain. Kinal menutupi isi hatinya yang pasti sedang terluka, tapi Ve tidak bisa dibohongi olehnya. “Kak?”

Kinal menatap Ve dan tersenyum—senyuman yang terlihat pahit, “Iya?”

“Udah aku bilang kan. Kenapa kamu gak deketin Miko duluan?”

“Aku gak mau terburu-buru, De. Aku juga udah coba pelan-pelan deketin dia,” jelas Kinal.

Ve mendengus kesal, “Tapi sekarang dia malah diambil orang. Kak Melody juga seenaknya banget, sih!”

“Hust! Walaupun aku suka sama Miko, bukan berarti dia itu milik aku. Kak Melody gak tau tentang perasaan aku. Dan aku juga gak mau kalau harus bersaing sama orang yang udah aku anggep kaya kakak aku sendiri,” ucap Kinal dengan nada rendah. “Lagian, kalaupun aku ikut bersaing, pasti Miko milih kak Melody. Siapa sih, yang gak jatuh hati sama kak Melody? Dia baik, bijak, ramah.”

“Tapi dia gak se-istimewa kamu di hati aku,” ucap Ve dengan senyuman manisnya.

Kinal ikut tersenyum, perkataan Ve membuat moodnya membaik. “Aku percaya itu.”

“Nonton, yuk?” ajak Ve yang berniat menghibur hati Kinal.

“Aku belum bilang mau pulang telat sama orang rumah.”

“Tapi aku udah nelpon mama kamu tadi,” jelas Ve sambil menggoyangkan ponselnya dan tersenyum.

“Aish...” Kinal mendengus. “Oke, deh!” serunya yang dibalas senyum kebahagiaan di wajah Ve. Lalu mereka berjalan menuju gerbang sekolah.

“Itu bukannya temen sekelas kamu yang katanya pacar Farish?” tanya Ve sambil menunjuk dua orang siswi yang tengah berboncengan di seberang jalan.

Kinal mengangguk, “Iya. Itu Frieska.”

“Dia masih sama Farish?”

“Kayanya, iya,” jawab Kinal.

Ve cemberut seakan kecewa. “Tapi akhir-akhir ini aku sering banget loh, liat Frieska sama Ghaida jalan berdua,” jelas Ve.

Kinal mengangguk setuju. Iya, memang akhir-akhir ini Frieska sering terlihat pulang-pergi sekolah bersama Ghaida. Kinal tidak begitu peduli akan hal itu.

“Ghaida bukan temen sekelas kamu, kan?” tanya Ve yang terlihat penasaran.

“Bukan. Jadi itu bukan urusan kita. Naik angkot, yuk? Nanti pulangnya kemaleman,” ucap Kinal sambil menarik tangan Ve.

***

“Kita mau nonton film apaan?” tanya Ve ketika dia dan Kinal memasuki sebuah mall.

“Bukannya tadi kamu yang ngajakin? Aku kira kamu tau mau nonton film apa.” Kinal menatap Ve yang malah menyeringai. Kedua tangan Ve memeluk tangan kanannya sejak mereka turun dari angkutan umum tadi. Kinal sengaja membiarkannya. Lagi pula mereka bisa saja terpisah saat di dalam mall nanti.

Di Antara Kita [Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang