Prolog

1.7K 63 10
                                    

Namaku Zikra. Aku tersentak dan terbangun di dalam sebuah ruangan yang terbuat dari metal dan dilapisi oleh busa khusus berwarna hitam menutupi seluruh dinding. Pandanganku menghadap langit-langit terang dengan lampu putih menyilaukan yang baru saja dinyalakan. Aku biarkan tubuhku tetap telentang di atas ranjang besi dengan kasur dan bantal berwarna putih sambil membaca tulisan di langit-langit yang tepat di atas mataku,

INGAT KEMBALI KEGIATAN TERAKHIRMU!.

Kegiatan terakhirku?

Aku...

Aku bangun dari tempat tidur dan duduk di tepi ranjang. Dihadapanku ada laptop yang dipasak langsung diatas meja. Layarnya menyala dengan latar berwarna biru bertuliskan list kegiatan dalam tiga hari terakhirku. Aku melihat jam yang tertera di pojok kanan atas, pukul 05.00 pagi. Aku lalu membaca satu persatu list kegiatan terakhirku itu tiap barisnya dari bawah ke atas dan mengingat-ingat apakah aku memang melakukannya atau tidak. Hingga akhirnya aku terhenti pada satu baris.

07.43 Golf mini di Play Room, Hole in One enam kali.

Aku sama sekali tidak ingat telah melakukannya, dan tidak ada satupun yang membekas dalam memoriku tentang golf mini. Sekarang aku tahu alasan tanganku terasa kapalan. Aku bangkit dan berjalan menuju layar sentuh datar selebar 21 inchi yang menyatu dengan dinding dihadapanku. Di bagian atas tertulis 'Input Batas Ingatan', aku menggeser layar dengan sentuhan ringan ke kanan hingga muncul 'jendela waktu', menekan bagian layar yang bertuliskan '9 jam', dan menunggu konfirmasi. Layar sentuh itu berubah warna menjadi putih dan memunculkan tulisan 'Terima KASih'. Jelas sekali si programmer tergesa-gesa saat mengetik kata 'Kasih'.

Hanya beberapa detik kemudian, sisi kanan bawah layar sentuh terbuka ke atas seukuran nampan kecil yang dimasukkan oleh seseorang dari luar ruangan. Ada kotak plastik hijau berbentuk koper, susu kotak, dan beberapa butir korma diatas kotak hijau itu yang menjadi sarapan pagiku. Tepat sekali, karena aku mulai lapar.

Aku dengan cepat membuka kotak hijau itu, dan di dalamnya terdapat layar waktu hitung mundur yang menunjukkan waktu makanku hanya 4 menit. Sangat singkat untuk menyantapnya, namun aku tidak protes sama sekali, karena aku tahu betul apa yang akan terjadi empat menit setelah kotak itu kubuka. Aku makan dengan lahap dan cepat tanpa sendok dan tak sempat memperhatikan apa yang kumakan, yang aku tahu hanyalah bubur kentang diatas piring plastik dengan bumbu pedas manis entah kecap atau gula yang dicampur dengan merica.

Yap, aku tak sempat menghabiskannya. Hanya tinggal beberapa detik, dan itu kumanfaatkan untuk menghabiskan susu kotak sebelum semuanya terlambat. Dengan cepat aku meraih susu kotak yang telah kubuka sejak tadi dan meminumnya tanpa memberi waktu untuk bernafas.

Waktu habis. Secara otomatis lampu merah kecil menyala di tengah-tengah kotak hijau. Aku meletakkan piring itu kembali ke dalam kotak hijau dimana aku melihat sedikit demi sedikit bubur kentang itu berubah warna menjadi merah bata dan dipenuhi lobang-lobang kecil yang berbau tak sedap. Susu di dalam kotak lebih buruk lagi. Warnanya berubah menjadi kecoklatan dengan aroma bangkai yang sangat menyengat.

Aku tidak tahan lagi dengan aromanya, dengan cepat kudorong nampan itu keluar lewat lubang tadi tepat setelah mengambil buah kurma dan menjauhkannya sambil berkata dengan suara keras "Aku sudah selesai."

"Oke." Suara seseorang dibalik dinding.

"Boleh aku tahu hari apa sekarang?"

"Apakah itu membantumu?"

Aku berpikir sejenak sebelum menjawab, "Tidak." jawabku akhirnya dan berjalan kembali keranjang dengan langkah gontai.

"Selasa." Jawabnya tanpa kuminta sebelum aku duduk.

Aku tersenyum kecil, "Terima kasih."

"Tidak masalah." Jawabnya lagi. "Seperti biasa, waktu istirahat makan siangmu hanya 20 menit."

Aku meletakkan buah kurma itu di atas meja laptop, "Aku tidak ingat aturan itu."

"Aku tahu. Kau bahkan tidak ingat telah menghantam kepala rekanmu dengan stik golf tadi malam sebelum merebut paksa permainanya dan mencetak Hole in One pertamamu."

Aku terkejut, karena aku sangat yakin bukan tipe orang yang dengan mudahnya menghajar orang lain dengan sesuatu yang keras. Tunggu, atau jangan-jangan aku memang tidak ingat sifat asliku.

Aku bertanya kembali, "Bagaimana keadaannya?"

"Sudah lewat masa kritis."

"Apa aku akan dapat hukuman."

"Bergantung sikapmu hari ini. Tapi aku pribadi sangat berharap kau digantung."

Sekali lagi aku terkejut. Sepertinya orang di balik dinding ini memiliki dendam kepadaku. Aku mencoba mengingat-ingat apa yang telah kulakukan padanya. Tapi nihil. Aku bahkan tak ingat wajahnya sama sekali. "Apa aku berhutang sesuatu yang besar padamu?"

"Jika kau melihatku, kau akan tahu hutangmu."

Aku terdiam. Sambil memperbaiki posisi dudukku aku mencoba mengingat-ingat semuanya. Tapi semakin aku mencoba mengingat, semakin banyak yang kulupakan. Seolah-olah tahun-tahun hidupku hilang begitu saja.

Aku meraa ingatanku terputus tepat disaat istriku jatuh berlutut di hadapanku dengan kulitnya yang berubah kecoklatan dan mengeluarkan aroma yang menyengat. Setelah itu, semua ingatanku seperti puzzle yang sangat tidak lengkap. Hanya beberapa kalimat yang kuingat sejak itu hingga delapan jam yang lalu.


'Ada sesuatu ditubuhmu.'

'Kau lihat, jangka waktu memorinya hanya sekitar tujuh jam.'

'Terlalu berbahaya membedah otaknya.'


Hanya tiga itu yang paling kuingat. Sisanya? Hampir tidak ada. Aku bukan orang bodoh, dan tiga hal itu sudah cukup membuatku sadar bahwa ada sesuatu yang salah denganku yang terus menerus menghapus memori dalam rentang waktu tertentu.

Aku kembali membaca list kegiatanku, dan kali ini yang tidak kuingat adalah baris yang bertuliskan

08.04 Berjalan dengan kawalan penjaga menuju kamar.


in ROOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang