D u a

1.9K 147 2
                                    

"SOPHIE!"

Aku mendengar teriakkan, entah dari siapa karena aku tidak peduli. Sekarang aku sedang mengikuti gadis yang serba hitam itu.

"Sophie! Tunggu!"

Teriakkan itu semakin kencang, aku pun mendengar suara keciprak air yang mungkin terdengar keras karena larian. Detik itu juga aku mengehentikan langkahku, aku tidak menengok ke arah suara teriakkan itu, karena pandanganku masih fokus ke gadis itu.

"Soph! Kamu sedang apa? Bukannya arah rumahmu ke selatan?"

Aku menengok, kulihat Nathan yang memakai mantel dan sepatu boots-nya. "Nathan? Kok, kamu di sini?"

"Kamu tidak menjawab pertanyaanku. Jawablah, Soph."

Aku mengangkat alisku, dan bertatap bingung. "Aku sedang mengikuti gadis itu," spontan jari telunjukku mengarah ke gadis--tunggu dulu, kemana dia?

"Gara-gara kamu! Rencanaku gagal."

Nathan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, kepalanya menengak-nengok tak menentu. "Ada apa?"

Aku mendengus kesal mendengar pertanyaannya, bagaimana bisa dia ada disini. Mengganggu rencanaku saja. Apa mungkin bila aku ceritakan dia akan mengerti? "Sudahlah lupakan. Aku akan pulang saja."

"Izinkan aku agar boleh mengantarmu."

Aku menggeleng cepat. "Tidak perlu repot-repot. Kamu akan menghabiskan waktu jika mengantarku."

"Ya sudahlah jika itu maumu. Aku duluan saja." Nathan berbalik arah. Sebelum itu, dia tersenyum sekilas padaku, tentu saja aku membalasnya.

Tidak ada gunanya aku mencari gadis itu. Lagipula hujan bertambah deras, badanku sudah mulai menggigil. Tanpa berpikir dua kali, aku berbalik arah. Sama halnya dengan Nathan.

Rumahku dan Nathan satu arah hanya berbeda komplek. Kami pun sebenarnya tidak begitu akrab. Sebatas teman saja. Ya, teman.


###



"Habis dari mana?"

Aku melirik Ziggy yang sedang duduk di meja bar sambil memegang segelas wine. "Enggak penting."

"Kamu minum wine lagi? Itu 'kan untuk Papi, dan kamu malah menghabiskannya!" lanjutku, dan dia hanya menyeringai menanggapi, "Papi bisa beli lagi. Aku sedang suka wine. Kamu mau?"

Kontan aku menggeleng. "Tidak terimakasih."

Percakapan terhenti dan aku langsung menuju ke kamarku. Bajuku sudah sedikit lembab, rasanya ingin cepat cepat mandi dan segera tidur.


###



"Kamu mau ke mana?"

"Berhentilah bertanya!"

"Kamu tidak bisa seperti itu terus! Dia sudah pergi, dan tidak akan bisa menemuimu lagi! Sadarlah!"

"Aku tidak peduli. Dan asal kamu tahu, dia pasti akan menjemputku."

"Dasar keras kepala!"

"Cih."

"Bagaimana dengan perusahaanmu? Apa dengan mudahnya kamu bangkrutkan dengan tindakan bodohmu itu?"

"Bukan urusanmu. Aku pergi."

Pergi. Mereka tidak akan mengetahuinya.



###



[a/n]
Vote, komentar, akan sangat diterima hihi!

Ketika HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang