Suasana dingin menyelimuti tubuhku. Hari sangat gelap, jalanan pun sepi. Tetapi setidaknya masih banyak siswa yang menunggu jemputan di depan sekolah.
Kedua tanganku mengusap-usap lenganku, membiarkan sekujur tubuhku hangat--walaupun itu sementara. Hari ini aku lupa membawa mantel, omong-omong.
Kurasakan seseorang duduk di sebelahku. "Kamu lagi," aku tersenyum miring.
"Kenapa?" tanya orang itu.
"Enggak, enggak apa-apa," aku mengembuskan napasku. Sesekali aku mendengus kesal, supirku selalu datang terlambat menjemputku ketika aku pulang sekolah, belum lagi Nathan yang akhir-akhir ini selalu merusuhiku.
"Kamu lupa membawa mantel, ya?"
Aku menatapnya sinis, "Ya."
Kulihat Nathan melepaskan mantelnya, "Pakailah," dia menaruh mantelnya di pundakku.
Aku tersenyum canggun, "Ehh, terimakasih."
Suasana sekolah semakin sepi. Sampai sekarang Taylor belum menjemputku.
"Hari ini kamu ke gereja?" tanya Nathan tiba-tiba yang sekaligus memecah keheningan di antara kami.
"Ya, kamu sendiri?"
Dia mengangguk, "Mau berangkat denganku?"
Aku menoleh, manatap manik matanya. "Tidak usah, terimakasih."
"Baiklah. Aku duluan ya," ia bangkit tanpa menoleh ke arahku. Tidak. Tidak menoleh. Ia hanya terus berjalan. Di balik itu, aku mengangguk mengiyakan.
Tanpa kusadari, senyum terulas di bibirku. Apalagi menyadari dia mau meminjamkan mantelnya untukku.
###
"Cepatlah, Mami Papi sudah menunggu di mobil."
"Oke," aku bergegas menyusul ziggy yang sudah jalan mendahuluiku.
Di luar hujan. Lagi. Jujur saja, lama-lama terasa membosankan. Setitik guyuran saja membuatku bergidik dingin. Ya sudahlah, setidaknya aku tidak sakit karena suasana yang dingin ini.
Bagaimanapun juga, hujan itu anugrah. Tuhan memberikannya karena sayang kepada makhluknya. Aku patut mensyukurinya bukan malah membencinya.
###
Ya Tuhan, sampai sekarang cuaca masih gelap. Kali ini tidak hujan, tetapi gerimis. Aku baru saja keluar dari gereja, dan sekarang waktunya pulang. Seperti biasa, aku menjadi orangterakhir yang naik ke mobil. semua telah menunggu di dalam.
Oh iya, ada satu hal saat aku berangkat ke gereja. Saat melewati taman kota, aku melihatnya lagi. Kalian pasti tau siapa yang aku maksud. Aku ingin sekali duduk di sebelahnya dan mengajak ia untuk mengobrol. Aku sangat ingin tau tentangnya yang sekarang.
Lupakan soal itu.
Aku harap besok hari cerah, aku ingin bersepeda atau olahraga yang lainnya. Hujan membuatku susah untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang berkeringat. Bagian dari hujan yang kusuka adalah ketika bau petrichor sudah mulai masuk ke indra penciumanku.
"Soph? Apa malam ini kamu mengajak Nathan kerumahmu?"
Aku menengok ke arah Ziggy dengan alis berkerut. "Maksudmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Hujan
Short StorySosok itu selalu muncul ketika hujan, menunggu kekasihnya hingga hujan berhenti. Walau nyatanya terlalu mustahil jika mereka akan saling bertemu. Sebab salah satunya tiada... atau justru keduanya telah tiada? Entahlah, aku tidak begitu mengerti. Co...