3. Reno : Gue si Playboy Cap Ulet Keket

100 15 2
                                    

Ada yang berbeda dari Naya hari ini. Meski ia tetap menunjukkan tawanya yang besar itu seolah tidak terjadi apa apa,entah kenapa aku bisa melihat gadis itu berusaha untuk tertawa.

"Waduh,batere handphone gue abis,gue ngechas dulu yah." Ujar Naya setelah melihat handphonenya dan langsung berdiri berniat untuk meninggalkan kita di kantin kampus.

"Weh..kalau tuh handphone lo mati,lo juga ikutan mati apa?" Rio mengoceh tak beraturan,seperti biasa.

Naya memandang Rio dan membalasnya,

"Ente sendiri juga pengen mati guling guling kan kalau batere handphone lo abis?"

Rio nyengir.

Naya memang paling pintar untuk membalas kata-kata nyinyir seperti itu.

Aneh bin ajaib,Naya membuat gue harus mematahkan presepsi gue soal kesensitifan seorang perempuan. Yah kan,mayoritas perempuan sensitive dan gampang sakit hati kalau dilontarkan kata-kata menyakitkan apalagi kata-kata to the point tanpa pake manis manis dari laki-laki.

Tapi Naya beda,dia sama sekali tidak terpengaruh mau diapain juga. Ngebales iya.

Well..adu mulut gue sama dia tiap hari juga karena dia pinter ngebales sih.

Kepergian sosok Naya menyadarkan gue kembali ke alam sadar.

Dan gue hanya menerawang memandang ke arah Naya menghilang.

Naya kenapa yah?

Evan menyikut lengan gue dengan cukup keras.
"Kenapa lo bengong kayak gitu?"
"Rokok gue abis nih bray.." Ucap gue diakhiri dengan senyuman lebar.

Ah, bodoh amat..


*****

Gue pun melangkahkan kaki menuju kelas sambil menertawakan diri sendiri.

Hari ini gadis jelek itu benar-benar membuatku penasaran setengah mati.

Bunyi dentuman pantovel yang gue kenakan terdengar melewati lorong dan suara itu berhenti tepat di depan kelas 405.

Pintu di setiap ruangan pada gedung kuliah ini semuanya transparant,jadi kita bisa jelas memandang langsung dari luar ruangan ataupun sebaliknya.

Ruangan kelas 405 kosong,di dalamnya hanya Naya berdiri membelakangi pintu dan tampak sedang menelepon dengan handphone yang terletak di sebelah telinga kanannya.

Sosoknya terlihat....berbeda.

Setelah selama beberapa selang berbicara dengan raut muka serius - akhirnya Naya memutuskan sambungan telepon tersebut dan handphone itu ia letakkan hati-hati pada kursi terdekat.

Dari samping,gue bisa melihat raut muka gadis itu terlihat putus asa dan sedih.

See? Gue tahu pasti ada yang aneh..

Gue membuka pintu tersebut,menggesernya ke arah kanan.

Naya memalingkan mukanya dan menatap ke arah pintu terbuka.

Kami berdua pun saling memandang.

"Tumben lo ke kelas pas jam break." Sahut Naya dengan ekspresi jutek seperti biasa.

Ekspresi sedih tadi dengan mudahnya sirna tak berbekas.

Gue meneruskan langkah seraya menggeser menutup pintu kembali.

Setelah berada dekat dengannya,gue menyodorkan plastic hitam yang berisikan sesuatu ke depan wajah Naya.

"Nih ada sisa jajanan,mau gak?"

UnpredictableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang