Innocence

530 67 5
                                    

Hey dengerin lagu yang ada di multimedia yaa Innocence by Madeon (;


Ini benar-benar mimpi buruk. Jiwaku seperti terlepas dari ragaku. Greyson benar-benar terpukul dengan semua ini begitu pula aku dan Quincy. Tanpa banyak bicara, Greyson bergegas pergi. Aku berusaha mencegah kepergiannya dengan menghadang tubuhnya, "Greyson, kau mau kemana?" Ia menatapku nanar dan dalam sekejap ia berlalu meninggalkanku, berjalan kaki dengan tampang putus asa. Aku ingin melangkahkan kaki mengejarnya, namun Tuan Alderic memanggil dari ambang pintu. Mau tak mau aku menuruti panggilannya itu sekaligus ingin menjelaskan apa yang baru saja terjadi. Tuan dan Nyonya Alderic menatap kami heran. Quincy hanya diam dengan raut wajah sedih. Aku bingung harus memulai penjelasan dari mana.

"Sebenarnya ada apa? Mengapa temanmu itu terlihat kesal dengan Quincy dan tiba-tiba saja pergi?" tanya Nyonya Alderic dengan ekspresi tidak suka. Aku menghela nafas panjang, "Sebaiknya kalian tanyakan dahulu kepada Quincy. Ada hubungan apa ia dengan temanku," ujarku setenang mungkin. Aku melirik kearah Quincy yang kini sedang menatap kedua orang tuanya. Ia menggigit bibir bawahnya sambil bergeming kecil.

"Quincy, katakan apa yang terjadi?" desak Tuan Alderic.

"Maafkan aku, sebenarnya aku sudah memiliki seorang kekasih sebelum kalian memutuskan untuk menjodohkan ku dengan Hugo." Ia menarik nafas sejenak, menahan tangis, "Kami sudah berpacaran selama dua tahun, namun baru sekali bertemu dan ia tinggal di Amerika,"

Tuan dan Nyonya Alderic membelalakan kedua mata mereka. Keterkejutan kini terlihat jelas diwajah mereka, "Mengapa kau tidak mengatakannya pada kami?"

Air mata Quincy akhirnya jatuh, "Karena aku tidak mau menjadi anak yang durhaka dan aku juga tidak tahu kalau Greyson adalah sahabat Hugo,"

"Begitupula aku yang tidak tahu kalau Ayah dan Ibu akan menjodohkan ku pada Quincy, kekasih sahabatku," Aku mencoba memikirkan perkataanku agar tidak ada kesalah pahaman diantara mereka, "Bisakah kita batalkan saja pertunangan ini? Aku tidak mau bahagia diatas penderitaan orang lain," ungkapku.

Tuan Alderic tertawa sinis,"Kau kira segampang itu membatalkan pertunangan ini, Nak? Kau juga harus tanyakan hal ini pada Ayah dan Ibumu,"

Merasa kecewa dengan jawaban mereka, aku akhirnya pamit pulang. Aku tidak tahu dimana keberadaan Greyson sekarang, mengingat ia sama sekali tidak tahu arah jalan di Orvault. Aku berkali-kali merutuki diriku karena sudah menjadi sahabat yang kurang ajar. Ku telepon ia berkali-kali, namun hasilnya nihil.

Setibanya dirumah, aku langsung membicarakan masalah ini pada Ayah dan Ibuku dan jawaban yang mengejutkan akhirnya ku dengar.

"Kau tidak bisa membatalkan pertunangan ini! Kami sudah banyak menyusahkan keluarga Alderic," bentak Ibu padaku. Sialan, mengapa semuanya jadi rumit? Dan sialan gara-gara wanita persahabatanku jadi berantakan. Suasana didalam rumahku benar-benar tidak nyaman, namun disaat seperti ini Greyson tiba-tiba datang. Ia menyapa Ayah dan Ibuku, kecuali aku. Ia berbicara hanya untuk berpamitan pulang.

"Greyson, bisakah kau tunda kepulanganmu? Masalah kita belum selesai!" semburku saat Greyson sedang mengemasi barangnya. Ia sama sekali tidak menggubris ucapanku. Aku bagaikan radio rusak yang sedang bersuara.

"Oh keparat bicaralah! Jangan hanya diam saja seperti batu! Kau kira dengan diam bisa menyelesaikan masalah?!" Aku mulai tersulut emosi. Kesabaran ku sudah habis, aku benar-benar pusing memikirkan masalah ini.

Greyson menggendong tasnya lalu diam menatapku. Tatapannya begitu tajam dan menunjukan rasa sakit serta kebencian, "Aku tidak akan pernah mau berbicara dengan pembohong seperti mu," ujarnya lalu menabrak pundakku dan berjalan keluar.

Innocence [Short Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang