4 ~ Tania

89 3 0
                                    

Layar LCD komputer berdiri dengan gagah tepat di depan wajahku. Namun aku hanya bisa mendesah. Kegelisahan menyeruak dari segala penjuru ruangan. Ruang meeting terasa begitu hampa dan kosong. Pembicara menjelaskan bahan diskusi dengan datar, tanpa ada emosi yang berarti. Aku pura-pura menyibukkan diri dengan handphone. Aku membuka messages dan mulai mengetik sesuatu. Tiba-tiba, ada pesan yang masuk.

Mari bertemu.

Eddie.

***

Aku sedang rapat, balasku singkat.

Sebentar saja.

Kedai Tua Lama, 3PM.

Ok.

Aku tak sadar telah menyetujui tawaran Eddie tersebut. Sampai akhirnya aku sadar dan cepat-cepat mencari nama 'Eddie' di daftar kontak. Setelah memencet tombol 'call' dan menunggu jawaban, seorang kolega menyikutku dan bertanya, 'hei, ada apa?' Fokusku pun hilang. Cepat-cepat aku mengajukan ijin untuk keluar ruang rapat dan pulang lebih awal.

***

3.05PM, Kedai Tua Lama

Aku ragu-ragu. Haruskah aku masuk ke dalam kedai itu atau tidak. Aku berusaha untuk melihat Eddie dari kaca, namun kacanya terlalu buram untuk dilihat. Akhirnya, aku pun memutuskan untuk segera masuk. Jika tidak ada apa-apa di antara kita, mengapa semua harus sesulit ini? Tidak sepantasnya aku bersikap seperti ini. Semua sudah berlalu, Tania. Lupakan semuanya.

Aku pun masuk.

"Tania! Di sini." panggil Eddie sambil melambai-lambaikan tangannya.

Aku segera menuju ke meja yang Eddie tempati. Lalu duduk.

"Apa kabar?" tanyaku basa-basi.

"Baik, kau? Gimana sekolahmu di Eropa?"

"Baik juga. Aku barusan balik kok, jadi perwakilan dubes di sini." jawabku datar.

"Wah, selamat ya, Tan. Sesuai cita-citamu dong," ucapnya sambil tersenyum.

Tidak, tidak,tidak. Aku tak mampu untuk melihat senyuman ini. Tuhan, tolong selamatkan aku.

Aku memutuskan untuk menjawab sewajarnya.

"Ah, apa sih, kau masih ingat saja. Kalau kau gimana? Jadi apa sekarang?" tanyaku dengan senyum tipis.

"Aku kerja di Sophist Group, jadi kontraktor, hehe." jawabnya ringan.

"Oh bagus deh kalau gitu. Kau sudah pesan makanan belum?"

"Belum, pesan yuk." ujarnya sambil memanggil waiter.

Kami pun segera menyebutkan pesanan masing-masing. Setelah selesai memesan, ia bertanya sesuatu yang tidak kuharapkan akan terucap dari mulutnya.

"Kau baik-baik kan dengan Charlotte?" tanyanya hati-hati.

Nama itu, nama itu, entah kapan aku pernah kenal dengan orang yang mempunyai nama itu. 

Aku terdiam. Tak bisa menjawab, karena sebetulnya semua sudah jelas, tak seharusnya ada jawaban jika orang tersebut mengetahui cerita itu.

"Maaf Tan, aku tak bermak-"

Sebelum ia sempat menyelesaikan kata-katanya, aku segera bangkit dari tempat duduk dan pergi.

***

Sialan, kenapa orang itu mengingatkanku akan Charlotte? Kupikir semua sudah selesai, dan kehadirannya di kehidupanku yang sekarang ini, tidak ada relevansinya dengan kehidupanku di masa lalu. Memang, dia bagian dari masa laluku, tapi, mengapa harus sekarang? Aku belum siap, Eddie... Jika memang tujuanmu untuk menemuiku sore tadi hanya untuk mengungkit masa lalu, sebaiknya tak usah mencari apalagi menghubungiku. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 29, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Secangkir Teh dan KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang