Syokhh... (Repost)

41.7K 2.4K 19
                                    

Chapter 2

Syok

Sore ini hujan, aku memandangi langit Jakarta yang mendung. Suara rintik-rintik hujan pun membuat hatiku terasa lebih damai. Sore ini seperti biasa, aku duduk santai di balkon rumahku, sambil membaca novel dan menikmati secangkir teh di sore yang dingin ini. Di sela-sela aku mengistirahatkan mataku dari membaca novel, aku teringat percakapanku dengan Dewi tadi siang, anehnya, kenapa aku masih saja kepikiran tentang cerita dia.

Dewi bilang kalo aku emang harus hati-hati dengan kedua cowok yang ada di hadapanku tadi siang, katanya......

Flash back

"Nes, seluruh kampus ini pun tahu kalo mereka berdua itu playboy, jadi kamu musti hati-hati, jangan terlalu deket sama mereka kalo nggak mau sakit hati."

"Terus kenapa tadi kayaknya kamu sangat antusias banget saat Kak Renno ngajak kenalan?" tanyaku bingung, karena tadi kayaknya Dewi dukung aku kenalan sama Kak Renno, tapi pas orangnya nggak ada kok dia malah menjelek-jelekkannya.

"Kalo Kak Renno masih mendingan, dia emang playboy, tapi dia nggak akan pacaran sama lebih dari satu orang," jelasnya.

"Maksudnya?" Aku makin bingung sama penjelasan Dewi.

"Maksudnya, Kak Renno suka gonta-ganti cewek, dia akan putus dulu sama ceweknya yang lama terus jadian sama cewek barunya, bukan sekaligus pacaran, gitu," jelasnya panjang lebar, kali ini aku mengerti. "Beda sama Kak Dhanni," lanjutnya membuatku terbelalak kaget, untung aku nggak tersedak.

"Emang Kak Dhanni kenapa?" Aku sangat antusias bertanya tentang Cowok itu. Entah kenapa.

"Kamu suka sama Kak Dhanni?"

"What? Emangnya keliatan ya kalo aku suka dia? Kenal aja enggak." Aku benar-benar kaget banget sama partanyaan Dewi yang satu itu.

"Kalo kamu suka, lupain aja deh."

"Emangnya kenapa sih?" Aku masih aja penasaran.

"Tipe cewek Kak Dhanni itu perfect, biasanya dari kalangan model, kalo enggak ya dari kalangan wanita yang di klub-klub malam gitu. Kamu tahu kan kayak apa modelnya."Aku cuma bisa mengangguk. "Parahnya lagi kalo Kak Dhanni suka sama 5 cewek, dia akan memacari mereka semua tanpa harus memutuskan salah satunya," lanjutnya membuatku nggak kalah kaget mendengarkan penjelasan Dewi yang satu itu.

"Anehnya semua cewek yang dipacarinya nggak ada yang mau putus sebelum Kak Dhanni yang mutusin, mereka rela diduakan." Dewi menyeruput es jeruknya lalu melanjutkan ceritanya. "Itu sudah menjadi rahasia umum, banyak cewek yang dibuatnya patah hati, bahkan nggak sedikit yang mencoba bunuh diri, makanya Kak Dhanni biasa dijuluki sebagai Lady Killer, hehehe," lanjutnya sambil cengengesan.

End Flashback

Oh my god..., ternyata dia benar-benar Lady Killer. Tapi, kenapa tiba-tiba aku mikirin dia? Bukannya dia nggak peduli sama aku? Lagi pula kami kan nggak saling kenal.

"Nes, kamu lagi ngapain?" Mama sukses ngagetin aku.

"Nggak ngapa-ngapain, Ma. Lagi duduk-duduk aja nih."

"Mama pengen ngomong sesuatu sama kamu." Aku mengernyitkan alis, kayaknya Mama mau ngomong serius nih, nggak biasa-biasanya deh, pikirku.

"Ya sudah, Ma, ngomong aja."

"Kamu tahu nggak kenapa tiba-tiba Mama nyuruh kamu pindah ke Jakarta padahal kamu sudah semester akhir?"

Aku menggelengkan kepalaku, karena jujur, aku benar-benar bingung tentang yang satu itu. Dari dulu Mama ngotot supaya aku tinggal di Jogja aja sama Oma dan Opa karena pergaulan di Jakarta sangat bebas, makanya dari SMP sampai kuliah aku tinggal di Jogja, tapi kini, saat aku masih semester akhir tiba-tiba Mama ngotot nyuruh aku balik ke Jakarta. Begitu pun dengan Oma sama Opa, mereka bahkan seakan-akan ngusir aku dari rumahnya. Aku masih ingat ketika Oma sendiri yang merapikan baju-bajuku memasukkannya dalam koper seakan-akan Oma menyuruhku cepat-capat pergi dari Jogja.

"Sebenarnya, kamu Mama pindahkan ke sini karena Mama mau kamu mengenal seseorang lebih jauh."

"Maksud Mama?" Aku masih nggak ngerti apa yang diucapkan Mama.

"Maafkan Mama, tapi sebenarnya kamu sudah punya calon suami, Nes." Walau Mama bicara dengan terpatah-patah, tapi Mama sukses membuatku terbelalak kaget.

"Apa? Calon suami?'" kataku yang masih nggak percaya.

"Iya, Nes. Ceritanya panjang." Aku masih melongo nggak percaya.

Lalu Mama mulai cerita. "Dulu, Opa punya sahabat, bahkan sudah seperti saudara sendiri, mereka saling melengkapi, Opa membantu sahabatnya itu bersatu dengan istrinya saat ini dengan banyak pengorbanan, akhirnya setelah mereka bersatu mereka pun membantu Opa, dengan memberikan beberapa saham perusahaannya untuk Opa sampai Opa punya perusahaan sendiri seperti sekarang ini. Mereka sahabat Opa belum puas. Mereka nggak mau membalas jasa Opa hanya dengan materi, akhirnya dibuatlah kesepakatan kalau mereka harus menjadi saudara yang sebenar-benarnya. Mereka berjanji jika mempunyai anak yang beda jenis maka akan menjodohkannya. Tapi takdir berkata lain, anak pertama mereka laki-laki begitu pun anak Opa laki-laki juga, Papah kamu. Anak kedua mereka laki-laki juga, sedangkan Opa cuma punya anak satu itu yaitu Papamu." Mama menghela napas, ada jeda sebentar.

Lalu Mama melanjutkan. "Setelah mereka bertemu kembali dibuatlah kesepakatan ulang kalau pun anak mereka nggak bisa di jodohkan maka masih ada cucu-cucu mereka. Akhirnya sampailah pada kenyataan kalau kami harus menjodohkan kamu dengan cucu mereka." Mama menatapku kasihan. "Maafin Mama ya, Nes," desahnya.

"Tapi Mah, bukannya aku berniat menolaknya, cuma kami kan nggak pernah bertemu, nggak saling kenal. Apa bisa kami menikah begitu saja??"

"Itu sebabnya Mama nyuruh kamu pindah ke kampus itu, dia juga kuliah di kampus yang sama kayak kamu," kata Mama mengagetkanku.

"Apa? jadi dia masih kuliah? Bahkan, sekampus sama aku?" Aku terpatah-patah nggak percaya.

"Iya kemarin Mama ketemu sama maminya, katanya dia kenal sama kamu, dan dia menerima dengan senang hati perjodohan ini, bahkan minggu depan Mama mengundang dia sekeluarga untuk makan malam di sini." Mama dengan santai menjelaskan.

"Mah, kalau dia masih kuliah berarti dia masih belum matang dong, Ma. Mama mau nyerahin Nesa sama cowok yang masih bau kencur?" Aku sudah nggak bisa nahan kejengkelanku sama Mama, aku mau aja menerima perjodohan ini tapi setidaknya cowok itu harus lebih matang dari pada aku. Tapi kayaknya aku nggak punya pilihan lain.

"Sayang, kamu jangan salah, umurnya 5 tahun lebih tua daripada kamu, dia kuliah di situ karena melanjutkan S2nya. Kamu pasti bertanya-tanya, kenapa dia nggak ngambil S2 di luar negeri, karena dia juga bekerja di anak perusahaan papinya di sini sebagai General Manager." Penjelasan Mama kali ini juga sukses membuatku syok. "Bahkan Papa kamu pun sangat menghormatinya. Papa pernah beberapa kali bertemu dengannya."

Kali ini aku benar-benar menggelengkan kepalaku sambil menatap Mama nggak percaya. 5 tahun lebih tua dari pada aku, S2 di kampusku, sebagai GM di perusahaannya, dia mengenalku padahal aku nggak tahu siapa dia, pasti dia memata-matai aku dari jauh, dan parahnya lagi Papa sangat menghormatinya. Hah, pasti dia orang yang tua sebelum waktunya, orang yang sangat membosankan, aduh gimana ini?

Mama berdiri dan menepuk pundakku sambil berkata, "Papa bilang, dia sangat ganteng dan gagah." Mendengar perkataan Mama kali ini, aku langsung memandang Mama dengan tatapan kaget. Belum sempat aku bertanya sama Mama, tapi Mama sudah lari meninggalkanku sambil tersenyum menggoda.

"Apa? Ganteng dan gagah?" Aku mengulangi perkataan Mama, aku jadipenasaran sama si calon suamiku ini. What? Calon suami? Apakah akubenar-banar mau menerima perjodohan yang nggak masuk akal ini? Entahlah, makinpusing aku memikirkannya

___TBC___

The Lady Killer (The BadBoys #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang