The Kissing Scene (Repost)

36.3K 2.3K 21
                                    

Chapter 3

The kissing scene...

Beberapa hari ini kulalui dengan agak berat, di kampus sekarang banyak cewek-cewek yang membenciku gara-gara Kak Renno yang lagi PDKT sama aku. Ya semua anak di kampus tahu kalau Kak Renno PDKT sama aku. Saat aku lagi di kantin, dia mengikutiku, bersikap mesra layaknya seorang kekasih di hadapanku. Dia juga nggak ada henti-hentinya SMS-an dan telepon aku, bahkan di kampus aku sudah digosipkan pacaran sama Kak Renno karena kami sempat beberapa kali jalan bareng. Nggak salah lagi kalau aku jadi musuh beberapa cewek–sebagian besar mantan pacar Kak Renno di kampus.

Hubunganku dengan The Lady Killer juga masih sama aja, dingin. Dia sama sekali nggak pernah menyapaku sekalipun. Masih menatapku dengan tajam saat bertemu, dia juga langsung pergi saat aku menghampiri Kak Renno, bahkan nggak jarang dia mengucapkan sindiran-sindiran tajamnya padaku. Aku heran, apa sih salahku sama dia? Kenapa dia bersikap sangat tak ramah sama aku.

Sedangkan si Mr. X yaitu calon suamiku, aku masih belum tahu dia siapa. Mama juga menolak memberi tahuku, katanya minggu depan biar jadi kejutan. Hah, kejutan apa..., sangat kekanak-kanakan. Nggak adil, dia aja sudah tahu aku, kenapa aku masih belum tahu sosoknya? Aku cuma bisa menggerutu di dalam hati.

Malam ini aku berencana jalan kaki ke supermarket terdekat di kompleks perumahan, aku mau beli beberapa snack untuk menemaniku begadang nonton dvd drama Korea yang baru tadi siang aku beli. Aku sangat suka apa pun yang berbau korea, apalagi cowok-cowoknya. Hahahaha.

Tapi saat aku melewati taman, aku menghentikan langkahku sejenak. Di sebuah bangku taman itu ada seorang cowok yang sedang duduk gelisah sambil mengetuk-ngetukkan kakinya ke tanah, kelihatannya dia menunggu seseorang. Aku kenal dengan cowok itu.

Saat dia melihatku, dia langsung berdiri tegak, seakan-akan akulah orang yang dia tunggu-tunggu. Padahal aku yakin kalau aku nggak pernah buat janji sama dia. Dia masih saja menatapku dengan tajam dan dingin, sama seperti pas kami ketemu sebelum-sebelumnya. Ya..., dialah si Lady Killer, Kak Dhanni.

Belum sadar dari kekagetanku, tiba-tiba saja dia sudah berdiri di hadapanku, memegang tanganku dan menyeretku ke bangku taman tempat dia tadi duduk. Aku terperanjat kaget.

"Kak..., Kak Dhanni ngapain di sini?" tanyaku yang masih nggak percaya dengan apa yang dilakukannya tadi.

"Aku mau ngomong sama kamu," katanya dingin. 'kamu', tunggu dulu, ngapain dia panggil aku dengan kata 'kamu', padahal dia biasa ngomong dengan teman-temannya dengan sebutan Lo-Gue.

Tiba-tiba Kak Dhanni memelukku erat. Dagunya menyandar di bahuku, tangannya membelai-belai rambutku. Tunggu dulu, kenapa dia seperti ini? Dan kenapa aku merasa ada desiran aneh di dalam dadaku?

Refleks aku mendorong dada Kak Dhanni yang kekar itu, namun karena tubuhnya lebih besar daripada tubuhku, aku nggak kuat mendorongnya, dia malah makin mempererat pelukannya.

"Lima menit, lima menit aja seperti ini." Dia berhenti bicara, lalu.... "Aku merindukanmu," lanjutnya.

Deggggg....

Kata-kata Kak Dhanni mampu membuat mataku terbelalak, membuat jantungku sejenak berhenti berdetak, membuat kedua kakiku lemas, kenapa dia seperti ini terhadapku? Dan suaranya benar-benar lembut saat pertama kali kita bertemu, suaranya nggak dingin lagi. Aku coba diam, menikmati momen ini, tapi kenapa aku menikmatinya? Apa karena pesonanya yang tak bisa aku tepis? Atau karena aroma tubuhnya yang masih mengiang-ngiang di otakku? Entah lah...

Tiba-tiba Kak Dhanni melepaskan pelukannya, memegang kedua bahuku, menatapku dengan tajam. Oh..., rasanya aku akan terbunuh dengan tatapan tajamnya itu. Aku cuma bisa menunduk malu.

"Aku nggak suka liat kamu deket-deket sama Renno," kata Kak Dhanni dengan nada dingin dan cuek khas miliknya.

"A—appaa?" kata-kataku terpatah-patah karena kaget bercampur gugup.

Kak Dhanni diam dan masih memandangku dengan tajam. Aku memberanikan diri untuk mengungkapkan isi hatiku.

"Sebenarnya Kak Dhanni itu kenapa sih, kenapa seperti ini? Kemarin-kemarin, bahkan tadi pagi saat aku di kampus aja Kak Dhanni bersikap dingin dan acuh tak acuh terhadapku, tapi kenapa sekarang Kak Dhanni seperti ini?" Aku benar-benar nggak bisa menahan rasa ingin tahuku.

"Kamu jangan pacaran sama Renno. Aku nggak suka. Kamu cuma milikku." Bukannya menjawab pertanyaanku, Kak Dhanni malah mengatakan kalimat yang membuatku terperangah.

"Memangnya kenapa kalau aku paca—"

Belum selesai aku melanjutkan kalimatku tiba-tiba Kak Dhanni memegang daguku, menundukkan kepalanya dan membungkamku dengan ciumannya. Yang aku rasakan saat itu jelas saja kaget. Aku masih tak percaya, mataku terbelalak, sedangkan matanya terpejam, bibirnya melumat habis bibirku, memagutnya dengan kasar seakan-akan tak akan ada lagi hari esok. Kedua tangannya kini memegang rahangku seakan-akan mengarahkanku padanya, tak ingin aku melepaskan ciumannya. Kami berciuman cukup lama, sehingga aku merasa hampir kehabisan oksigen. Kupukul-pukul dadanya supaya dia melepaskan ciumanya karena aku sudah mulai sesak.

Dia melepaskan ciumannya, napas kami berdua tersenggal-senggal. Dia masih menatapku tajam, sedangkan aku cuma bisa menunduk menatap tanah, aku masih tak percaya. 'Oh my god, tadi aku baru saja berciuman dengan cowok terkeren di kampus? Si Lady Killer? Playboy yang tak punya hati?' Pikiranku kacau memikirkan semua itu.

"Sorry, aku tadi nggak sengaja." Aku mendongakkan kepalaku, melihatnya saat dia bicara. "Aku sudah nggak bisa nahan lagi saat liat bibir kamu yang merah merekah itu," katanya santai sambil memegang bibirnya yang sedikit bengkak. Mungkin bibirku pun agak bengkak karena aku masih merasakan sedikit nyeri di bibirku.

"Dari awal kita bertemu aku ingin mencobanya, dan ternyata... nikmat sekali." Dia melanjutkan kata-katanya sambil sedikit memperlihatkan seringaian jahatnya, senyumnya bagiku sebuah penghinaan.

Aku merasa dilecehkan. Tiba-tiba aku angkat tanganku, kuayunkan ke pipinya.

"Plaaaakkkkkk." Tamparanku berbunyi keras, menggema di dalam taman yang sunyi itu. Wajahnya sampai terlempar ke samping. Kulihat dia mengelus bekas tamparanku tadi. Lalu aku mundur menjauhinya, berbalik dan lari tanpa menoleh ke belakang lagi. Aku meninggalkannya sendirian di taman setelah kami berciuman.

*** 

Di kamar....

Aku mondar-mandir sambil memegangi bibirku. Aku masih nggak percaya dengan apa yang aku lakukan tadi. Cowok tadi menciumku, dan aku..., aku cuma bisa menikmatinya. Oh Tuhan, apa yang salah dengan perasaanku ini? Enggak, aku nggak mungkin mempunyai perasaan dengan cowok playboy seperti dia.

Aku sudah punya orang yang perhatian sama aku, Kak Renno. Aku juga sudah punya calon suami, Mr. X. Jadi kenapa aku harus pusing-pusing lagi mikirin cowok dingin dan tak berperasaan itu. Sudahlah, mendingan aku tidur.

Tapi, betapapun aku berusaha tidur, aku nggak bisa. Aku masih saja terbayang-bayang dengan kejadian tadi. Akhirnya aku cuma bisa gelisah semalaman.

-TBC-

The Lady Killer (The BadBoys #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang