Z menurunkan Reka didepan rumahnya. Sebelum Z menarik gas lagi, Reka buru-buru menahannya.
"Lo jangan kesana sendirian." cegahnya. Kekhawatiran jelas terlihat diwajahnya. Sekilas kelebatan baku hantamnya dengan Bima terlintas dibenak Reka. Padahal berulang kali dia mencegah Z meladeni Bima, dia tetap tidak yakin Z mendengarnya.
"Jangan bego lo." ucap Z berdecak kesal.
Z bukan orang yang suka melarikan diri. Dia juga tidak suka berlindung dibalik punggung orang lain. Ditubuhnya mengalir darah yang kuat, darah yang pantang melibatkan orang lain dalam masalahnya. Dan kali ini tantangan itu jelas terarah padanya. Bukan pada Reka dan teman-teman lainnya. Murni diarahkan pada Z.
Z menghampiri Bima ditempat yang ditentukan. Reka benar. Bima tidak sendiri. Ada beberapa orang dibelakangnya berdiri dengan balok kayu, bahkan pipa besi ditangan mereka. Tatapan bengis memancar dari wajah mereka.
"Jadi lo yang namanya Z." seru seseorang yang berdiri paling depan. Z mengamatinya lamat-lamat. Lalu tersenyum mengejek.
"Ternyata lo yang nantang duel." balasnya tenang. Kedua tangan Z tersimpan dibalik saku celananya. Sama sekali tak ada rasa takut dihati dan kepalanya.
Z tertawa, lalu mengangguk. "Gue kasih tau satu hal buat lo." dalam suaranya yang tenang, siapapun akan mengatakan kebengisan berbahaya ada disana. Dari segala hal darinya. Tatapan, posisi tubuh, bahkan seringainya.
"Elo," Z mengangkat telunjuknya lurus pada Bima. "Pecundang." tandasnya.
Akhir kalimatnya itu seolah menjadi dentang dimulainya aksi pengeroyokan itu. Keroco-keroco Bima menyerangnya membabi-buta, dari segala jurusan, dengan berbagai gaya. Bima tetap berdiri ditempatnya, mengamati aksi anak buahnya. Z ada ditengah anak-anak buahnya, teriakan kebencian bersahutan disana. Bima menyeringai kejam.
Seringai itu tak bertahan lama, karena satu-persatu dari mereka tumbang dengan lebam mengerikan ditubuh mereka. Tongkat-tongkat kayu berderak patah, tulang-belulang yang beradu mengerikan, serta kecipak darah yang dimuntahkan ada disana. Ditempatnya berdiri Bima membeku. Didepannya bukanlah orang biasa. Orang itu kalap, jika tak suka disebut gila. Diantara jerit kesakitan dan suara mengerikan itu, ada derai tawa yang terselip. Tawa gila dari Z.
Orang terakhir yang dihajar Z tumbang dengan satu hantaman kepalanya. Darah mengalir bebas dari mulut orang itu. Mereka semua tumbang dengan mengenaskan, tapi Z tetap berdiri dengan sedikit darah dibibirnya.
"Keroco lo," seru Z, lalu meludahkan darah yang terasa anyir dilidahnya. "Payah." ejeknya memberi gestur tak sopan dari jarinya.
Tanpa disadarinya, dia telah membuat penguasa kelas XII mengakui kuatnya dia. Tapi bukan Bima namanya jika kalah sebelum perang. Pun telah mengakui dalam hatinya, ia baru akan mengakui setelah dia benar-benar kalah, yang jelas dengan senang hati Z lakukan.
"Nggak usah bacot lo!" raung Bima berlari menyongsong Z. Detik berikutnya, perkelahian itu memakan waktu lama sampai salah satunya tumbang.
@@@
Reka berdiri gelisah diteras rumahnya. Kakinya tak bisa diam di satu tempat karena ada gemuruh kalut didasar perutnya. Kalut itu memaksa dirinya berbuat sesuatu, setidaknya saat ini, memaksa kakinya terus bergerak. Gejolak hatinya ingin segera menghampiri posisi Z saat ini. Tapi sebuah pesan singkat itu menahannya untuk bergerak.
'Jangan kemana-mana, gue otw rumah lo. Gue luka."
Dua kata "Gue luka", itu saja sudah cukup bagi Reka untuk menganalisis keadaan. Z menjawab tantangan itu. Kesiagaannya membuat Reka terlonjak kaget tiap mendengar bunyi motor mendekat. Berkali-kali ia terkesiap, berkali-kali pula ia mengumpat karena yang datang bukan Z. Mau tak mau pikirannya melayang kemana-mana, segala kemungkinan dan pikiran yang sebagian besar buruk, hinggap dikepalanya. Bagaimana kalau.. Kalau Z... Sampai ia tak tahan terhadap pikirannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Z
Teen Fiction"Jangan pernah percaya dongeng. 'Happy Ever After'? Cuma orang tolol yang percaya!" - Z Rentang waktu dalam hitungan tahun bukanlah sebentar. Juga, kebahagiaan hanya berlaku detik ini. Buang ekspektasi lo tentang 'Bahagia selamanya'. Karena setitik...