Z mencegat taksi pertama yang melintas didepannya. Ia menyebutkan alamat rumah dan meminta supir taksi mengantarnya secepat mungkin. Kepalanya pening. Ada bunyi berdentam-dentam dibelakang kepalanya. Badannya dingin, mati rasa, dan gemetar. Pikirannya melayang pada mata itu, pada mata lelaki yang tadi dihajarnya. Mata yang entah kenapa terasa menghancurkan dirinya.
Z turun dari taksi saat sang supir mengatakan telah tiba. Tanpa melihat agrometer, Z meletakkan selembar uang seratus ribu dibangku penumpang. Digumamkannya terima kasih lalu menutup pintu taksi. Ia menatap rumah didepannya. Rumah itu sederhana, hanya ada satu kamar, satu ruang tengah, dapur, dan kamar mandi disana. Cat luarnya berwana krem dibeberapa tempat mulai mengelupas. Z tidak mempermasalahkan wujud sederhana dari rumah ini. Itu tidak penting, yang terpenting adalah alasan dia ada dirumah ini.
Z menatap penuh kerinduan pada rumah itu. Telinganya mulai berdenging, lalu pikirannya memutar ulang suara-suara dimasa lalunya. Dengan teramat lirih dan sarat kepedihan, Z bergumam pada dirinya sendiri.
Menggumamkan sebuah panggilan. Yang dengan kejam dipantulkan gemerisik angin dalam desis halus. Sebuah panggilan, yang tiap hurufnya mengantar nyeri di dada Z.
Menghela nafas panjang, Z memasuki rumah itu. Dia telah menata kembali perabotan rumah yang susah payah dicarinya. Jika biasanya Z merasa tenang saat memasuki rumah itu, kini ia merasa sesak. Seakan ada sesuatu yang pahit mendesak keluar dari dirinya. Membuncah dalam gemuruh dadanya, dan menuntut dirinya untuk melakukan sesuatu. Namun Z tidak tau harus melakukan apa. Jalan keluar terakhir baginya, dengan menundukkan wajahnya dalam-dalam dan berlutut, dibiarkannya airmata menetesi lantai rumah ini.
Dengan kedua bahu bergetar, dalam bisik lirihnya, dia memanggil dua nama. Dua nama yang tenggelam jauh sebelum hari ini. Dibiarkannya rasa sakit dan kerinduan mengalir dalam nadinya. Dibiarkannya hati yang membeku itu membuka celah bagi tangisnya. Z paham betul mengapa ia menangis. Ketidakrelaan. Dan satu-satunya ia dapat menjadi dirinya sendiri adalah rumah ini.
Puas menangisi dirinya sendiri, Z bangkit menuju kamar mandi. Dinyalakannya shower air dingin untuk menyiram dirinya. Air yang mengaliri luka-lukanya terasa perih. Setelah ia merasa cukup, Z meraih handuk dan keluar dari kamar mandi dengan perasan lebih lega. Ketika hendak memasuki kamarnya, ketukan dipintu membuatnya menoleh. Dari jendela dia bisa melihat dua sosok yang berdiri kaku. Reka dan Raden.
Tampang khawatir terpampang jelas diwajah dua cowok itu. Yang paling mencolok khawatirnya, adalah Raden.
"Elo--"
"Gue oke," potong Z sebelum Raden menyelesaikan kalimatnya. Awalnya Z berpikir Reka-lah yang akan pertama bersuara, tapi ekspektasinya jauh dari realitas. Z menyingkir dari ambang pintu memberi tanda mereka untuk masuk. Tuh cowok masuk ke kamarnya setelah menyuruh Reka-Raden duduk dan mengatakan ambil minuman sendiri di dapur. Z menyambar celana pendek pertama yang dicapainya. Mengenakan belt agar celananya tidak melorot, lalu bergabung dengan dua cowok di ruang tamunya.
Disana telah duduk Raden dan Reka yang tangannya penuh camilan dan minuman.
"Lo memang ahli ngerampok ya," komentar Z melihat hampir semua persediaannya telah diangkut dari kulkasnya.
Reka membalasnya dengan nyengir, "Kan lo yang bilang ambil apapun sendiri. Kebetulan gue laper, ya gue ambil," jelasnya sambil mengunyah chiki keju.
Z mendengus, menatap Raden sebentar lalu menyalakan televisi. Z menyamankan dirinya duduk disebelah Raden, mengganti chanel ke acara yang menurutnya layak tonton.
"Lo kenapa, Den?" tanya Z yang akhirnya risih ditatap terus oleh Raden.
"Kenapa lo jerjun?" tanya Raden tanpa tedeng aling-aling. Z terdiam, seketika suasana hening hingga yang terdengar cuma bunyi 'kraus' dari Reka yang masih mengunyah. Telinganya tegak dan waspada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Z
Teen Fiction"Jangan pernah percaya dongeng. 'Happy Ever After'? Cuma orang tolol yang percaya!" - Z Rentang waktu dalam hitungan tahun bukanlah sebentar. Juga, kebahagiaan hanya berlaku detik ini. Buang ekspektasi lo tentang 'Bahagia selamanya'. Karena setitik...