BOCAH ITU MENDENGAR suara percakapan antara tiga orang dari arah luar. Suaranya sudah serak karena terlalu sering berteriak. Dia tak mampu lagi bersuara sekarang.
Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tanpa sengaja dia melihat sebuah palu kecil yang diletakkan menyender dengan lemari.
Sialnya, tangan dan kakinya diikat dengan tali. Dapat dipastikan bahwa ini akan jadi perjuangan yang berat.
÷÷÷÷÷
Sayup-sayup, Eko mendengar suara pukulan di dinding. Ditajamkannya pendengaran dan benar saja suara itu lama-lama makin nyaring.
"Tiga kali pendek, tiga kali panjang, tiga kali pendek. Sinyal sos?" Gumam Eko
Rose berhasil membuyarkan lamunan Eko dengan sebuah pertanyaan
"Hei anak muda, siapa namamu?"
Eko tersentak dan dengan cepat menyahut sambil tersenyum kecil "panggil saja Riko"
÷÷÷÷÷
Rinka dan Eko berlari-lari di trotoar jalan, membuat orang-orang yang melihatnya merasa heran.
"Kenapa kau tidak mengatakannya sejak awal?" Tanya Rinka sambil melompati sebuah batu
"Kalau kubilang kita bakal ketahuan!" Sahut Eko
Perkotaan yang ribut digantikan dengan perumahan yang-meski kumuh dan sempit- tapi cukup sunyi. Angin berdesir melewati pepohonan dan atap-atap rumah, menerbangkan helaian rambut Rinka dan Eko saat keduanya tengah berdiri didepan rumah yang dijadikan panti asuhan.
Rinka merasa lengannya ditarik ke samping dan menerobos semak-semak yang lebat.
"Kenapa gak bilang-bilang kalau mau narik?!" Tanya Rinka
"Ssstt" Eko menaruh telunjuknya di bibir "diamlah! Dia datang"
Tangan Rinka menyibak semak-semak, mencoba membuat pandangannya semakin jelas.
Diluar, terlihat seorang pria tinggi besar dengan penampilan bagaikan preman berjalan sambil menyeret sebuah karung tepung menuju mobil bak terbuka yang diparkir didepan rumah.
Dilemparkannya karung itu ke bagian belakang mobil, kemudian dia terlihat berbicara dengan seseorang di dalam mobil.
Setelah menerima sebuah amplop cokelat, si pria membiarkan mobil itu berlalu pergi.
Pria itu berjalan masuk ke dalam rumah. Setelah itu barulah Eko keluar dari semak-semak sambil menarik Rinka. Gadis itu jelas merasa kesal karena terus ditarik sejak tadi.
"Apa-apaan itu tadi?" Eko menggumam sendiri.
Rinka menarik lengannya yang masih dipegang Eko dari tadi. Lelaki itu malah sibuk berpikir sendiri. Sambil mendengus, Rinka berjalan menuju pintu rumah dan mengetuk pintu.
Setelah mengetuk tiga kali tak ada sahutan dari dalam, Rinka baru akan membuka pintunya ketika Eko menarik (lagi) tubuhnya dari belakang.
Tepat di saat itu juga, sebuah pisau keluar dari pintu yang tertutup. Menembus kayu setebal empat senti itu dengan mudah.
÷÷÷÷÷
Rinka menatap pisau besar yang nyaris menusuknya itu dengan ketakutan. Jantungnya berdegup kencang, keringat dingin mengalir di keningnya mengingat betapa dekatnya dia dengan kematian.
Eko mendekap tubuhnya makin erat, mencoba menormalkan detak jantung Rinka.
Sayangnya, hal itu malah membuat jantung gadis itu semakin berlari kencang.
"Eko?"
"Ng?"
"Sudah dong, sesak nih"
Eko melonggarkan pelukannya "maaf"
Rinka menepuk-nepuk bajunya yang penuh debu, matanya memandangi pintu yang masih tertusuk pisau.
"Jadi....kita harus kemana dulu?"
Eko berdiri dan menatap sisi lain rumah
"Pria itu sudah lari. Kau dengar kan suara deru mobil tadi?"
Rinka mengangguk "dengan sangat jelas"
"Dia mempersiapkannya dengan baik"
"Jelas"
Kemudian Eko menatap Rinka dan tersenyum
"Persiapkan kakimu, kita akan berlari ke bandara"
÷÷÷÷÷
TO BE CONTINUED....
VOTE DAN KOMENNYA PLEASE!!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beautiful Demon (END)
Action(Underground Bullet Case:02) Sebuah kotak kayu berisi potongan tubuh akan menjadi awal dari petualangan Eko dan Rinka. Petualangan yang akan dipenuhi dengan darah, keringat, dan air mata... (Novel seri Underground Bullet) Cover By: Wattpad Cover Mak...