JERITAN PILU TERDENGAR DARI ARAH GUDANG. Eko menahan rasa sakit sebisanya, tapi tetap saja teriakan keluar dari mulutnya.
Disisi lain, Rinka sedang mencabut lempengan besi yang menancap di perut Eko. Darah mengalir deras dari lukanya hingga melumuri kedua tangan, tapi gadis itu tak peduli.
Sedikit demi sedikit potongan besi itu terangkat dari perut Eko. Tubuhnya meliuk-liuk di lantai demi mengurangi rasa sakit. Peluh mengucur dari keningnya, matanya terpejam, dan dari mulutnya keluar suara rintihan kesakitan.
Dia tak menyangka rasanya akan sesakit ini.
"Bertahanlah sebentar lagi! Kau pasti bisa!" Teriak Rinka
Tangannya memegang lempengan kuat-kuat dan kembali menariknya. Tak terasa lempengan besi itu sudah tercabut dan karena terlalu semangat, Rinka sampai terpelanting ke belakang dengan lempengan besi di tangannya.
Eko merasa tubuhnya lemas sekali. Bahkan jauh lebih buruk dibanding kasus sebelumnya. Dia tak pernah tertusuk lempengan besi sebesar itu. Sekuat tenaga dia mencoba meraih tangan Rinka yang berlumuran darahnya
"Rinka?"
"Ng?"
"Kau tak apa-apa?"
"Ya, sekarang aku akan menjahit lukamu"
"Sial"
Meski telentang di lantai dan tubuhnya terasa sakit akibat jatuh tadi, Rinka malah tertawa. Kalimat spontan Eko jadi pemicunya.
Rinka mencoba berdiri. Kakinya terasa lemas dan langkahnya goyah akibat euforia yang baru saja dirasakannya. Tangannya penuh darah. Padahal dulu dia sangat membenci darah dan akan berlari secepat yang dia bisa saat melihat cairan merah kental itu.
Dengan sigap, diambilnya botol alkohol yang ada di tas.
Cairan itu dilumurkannya pada jarum jahit dan dengan hati-hati ditusukkannya jarum itu tepat di kulit Eko."UKH!"
Terdengar geraman Eko yang menandakan bahwa lelaki itu kesakitan. Rinka tahu betul rasanya karena ibunya adalah seorang asisten dokter bedah, dan dirinya sering ikut dengan ibunya.
Dulu, sebelum ibunya tewas karena dibunuh.
"Hei, jangan melamun"
Rinka tersentak saat mendengar suara Eko yang terdengar pelan tapi tegas. Lelaki itu tersenyum samar sebelum rasa sakit kembali membuat keningnya mengernyit.
Rinka langsung menjahit luka Eko secepat yang dia bisa. Bila terlalu lambat, Eko bisa mati kehabisan darah. Tapi jika terlalu cepat, lukanya akan kembali terbuka.
Kecepatan sedang adalah keputusan yang diambilnya. Berat memang, tapi ini satu-satunya pilihan aman. Dia tak mau mengambil resiko. Terutama jika itu untuk partnernya.
÷÷÷÷÷
60 jahitan. Masing-masing 30 di depan dan 30 di belakang. Kemudian diolesi alkohol dan dibalut perban.
Eko mencoba berdiri meski seluruh syarafnya menjerit kesakitan. Rinka membantunya dengan menopang bahu Eko yang dibalas dengan senyuman kecil darinya. Keduanya berjalan pelan diantara reruntuhan bangunan.
Suasananya agak gelap, beberapa titik berhasil ditembus sinar matahari dan lumayan membantu keduanya untuk mencari jalan keluar.
Dari arah luar terdengar suara sirene ambulan dan mobil polisi. Eko dan Rinka berpandangan lalu serentak berlari ke arah lain.
÷÷÷÷÷
Eko mendesis saat Rinka kembali mengoleskan alkohol pada lukanya. Rasa sakitnya kembali muncul ke permukaan.
Saat ini mereka ada di bangunan kosong dekat bandara. Rinka berhasil membantu Eko berlari sampai ke bangunan itu.
Rinka berhenti mengobati luka Eko dan menatap pemuda itu. Eko hanya bisa menundukkan kepalanya dalam-dalam, dia paham Rinka tengah berduka.
"Aku mendengar ucapan salah satu polisi....ada mayat anak laki-laki di dalam gudang itu" bisik Rinka dengan nada tercekat "letaknya disisi lain gudang yang juga terkena ledakan"
BRAK!!
Eko meninju dinding dengan gigi yang bergemeretak. Rasa sakit dari lukanya tak lagi dia hiraukan. Wajahnya menatap gudang tempat bagasi itu dengan murka. Tempat itu kini dipenuhi polisi dan ambulan serta banyak awak media.
"Itu semua salahku!" Teriak Eko. Suaranya menggema ke seluruh ruangan "seandainya aku tak menyentuh karung sialan itu"
Tubuhnya merosot ke lantai. Kepalanya tertunduk lesu. Rasa menyesal menggumpal di dadanya.
Hingga sentuhan Rinka menyadarkannya.
Gadis itu menempelkan keningnya dengan kening Eko. Jari-jarinya mengusap pipi lelaki itu dengan lembut. Wajahnya langsung merona membuat Rinka tertawa.
"Sudahlah, jangan menyalahkan dirimu terus"
Kepalanya mendongak dan menatap bola mata Rinka yang hitam. Senyum tersungging diwajahnya
"Kau benar, lagipula aku sudah tahu pelaku sebenarnya"
Mata Rinka seakan berbinar-binar "benarkah?! Siapa dia?"
"Tobi Petterson, anak dari Anonymous Killer dan rekannya"
"Rekan?"
Eko menganggukkan kepalanya, wajahnya terlihat muram "Ya, rekannya itu adalah kelompok pembunuh terkenal, THE KILLER"
Rinka meneguk ludahnya dengan jantung yang berdegup kencang "Bagaimana bisa kelompok itu ikut terkait?"
"Ada sedikit indikasi mengarah ke mereka. Tapi kuharap itu cuma perasaanku"
"Perasaan?"
"Karena Anonymous Killer adalah mantan anggota kelompok itu"
÷÷÷÷÷
TO BE CONTINUED....
Akhirnya!! Kelompok pembunuh ini saya munculkan juga! :) lanjut? Vote dan komen!!
Catatan: saya udah bikin cerita ini sejak tahun 2013. Jika ada kesamaan nama tokoh atau kelompok saya mohon maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beautiful Demon (END)
Ação(Underground Bullet Case:02) Sebuah kotak kayu berisi potongan tubuh akan menjadi awal dari petualangan Eko dan Rinka. Petualangan yang akan dipenuhi dengan darah, keringat, dan air mata... (Novel seri Underground Bullet) Cover By: Wattpad Cover Mak...