Kisah Ajeng (part 2)

106 9 0
                                    

Setiap langkahku menghasilkan bunyi menapak yang bergema di antara bangunan kosong itu. Sosok aneh itu terus berjalan menyusuri kota langit merah nan hampa, diikuti olehku. Benakku terisi penuh oleh pikiran-pikiran mengerikan - yang meningkatkan kewaspadaanku - tentang segala-galanya yang ada di sini.

Kaca-kaca toko yang pecah, bangunan yang seolah dulunya terbakar, dan yang paling buruk, sepi dan sunyinya.

Sibuk sekali aku memerhatikan kota kosong mengerikan ini. Tiba-tiba, sosok aneh itu menghentikan langkahnya di depan sebuah bangunan berwarna cerah, satu-satunya yang tercerah selama aku berjalan di kota ini.

"Bangunan yang terindah, bukan?"
Tanyanya sambil sedikit menyeringai. Aku tidak peduli.

"Di mana Ghina?"
Dengan dingin aku menanyakan satu-satunya pertanyaan yang paling aku butuhkan jawabannya.

"Di sana,"
Kata makhluk itu seraya menunjuk ke arah Ghina. Ia tertidur di sebuah bangku yang ada di sudut ruangan. Segera saja aku berlari kearahnya untuk segera menggendongnya pergi dari sini. Namun, makhluk aneh itu tiba-tiba saja sudah berdiri di depanku, menutupi Ghina.

Dia kemudian menyeringai dan sedikit tertawa, kemudian menggelengkan kepalanya dan berdecak.

"Tidak semudah itu, Ajeng."
Ia kemudian memegang bahuku dan membisikkan sesuatu di telingaku.

"Kau boleh keluar dari sini, dengan berjanji kepada ku untuk tidak lagi datang ke sini, ke ruangan itu tepatnya, dan kau juga tidak boleh bercerita kepada sesiapa tentang dunia ini. Aku berbaik hati tidak meminta hal-hal lain pada mu. Tapi, sebagai ganti kau harus menanggung kemampuan yang tidak biasa, yaitu dapat melihat sebagian makhluk halus. Aku tidak bisa mengelakkannya,"

Aku bergerak menjauh dan aku ingin menangis. Tapi aku tidak ingin terus berada di sini, jadi aku berkata "ya" kepadanya.

"Tapi, tolong jangan apa-apakan Ghina. Cukup aku saja yang dapat kemampuan aneh itu,"
Kataku memohon. Dia hanya tersenyum

Makhluk itu kemudian menyerahkan Ghina kepadaku, kemudian ia mengetuk salah satu pintu dan membukanya. Aku dan Ghina di suruh keluar dari dunia itu. Kita selamat, walaupun aku akhirnya mendapat kemampuan tersebut.

Ketukan mengerikan itu terus terdengar seraya aku menelusuri jalan keluar yang hanya berwarna putih seluruhnya.

Kita pun selamat, tapi aku tidak boleh membuka mulut, bahkan pada Ghina. Ini adalah pengalaman mengerikanku, hanya untuk aku, kukira...

Locked RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang