Secret Admirer 4

367 14 0
                                    

Vesna, April, 1940

Distrik Arbat, Moskow, Uni Soviet

Matahari sudah mulai bersinar sejak pukul 05.30 pagi, dan jam di dinding kini menunjukkan pukul 05.45 pagi. Seorang pemuda tampak baru bangun dari tidurnya di ranjang yang hanya cukup untuk satu orang, matanya masih terlihat kecil karena masih belum sepenuhnya terbuka. Dia menguap sambil menggaruk rambut cepaknya yang berwarna coklat tua. Perlahan kedua matanya yang tadinya kecil tampak melebar hingga bola matanya yang berwarna biru tua tampak jelas terlihat.

Dia mengarahkan pandangannya ke seluruh penjuru kamarnya yang hanya berukuran 2,5 x 3 meter itu, dan pandangannya kini tertuju pada teko berisi air putih yang selalu dia siapkan di mejanya sebelum tidur. Pemuda berusia 25 tahun itu kini beranjak dari tempat tidurnya, dengan cekatan kedua tangannya kini merapikan sprei, bantal dan selimut. Kemudian dia melangkah menuju teko berisi air putih, menuangkan isi teko itu ke dalam gelas dan menegaknya hingga habis.

Setelah menegak habis air putih itu, pemuda yang berbadan tegap itu melangkah ke arah jendela, kedua tangannya membuka jendela kamarnya lebar-lebar. Dia menghirup udara pagi dalam-dalam dan bibirnya tampak menyunggingkan senyum yang lebar ketika melihat pemandangan garasi mobil yang tepat berada di depan jendela kamarnya.

Pemandangan yang sempurna, batinnya.

Bagi pemuda itu, selama dua tahun terakhir, melihat pemandangan garasi mobil di depannya jauh lebih baik daripada pemandangan semasa dia kecil, waktu dia masih tinggal di panti asuhan. Tangisan bayi, teriakan anak-anak yang bertengkar karena berebut kamar mandi, baju kotor dan tempat tidur yang bau ompol selalu menjadi pemandangan yang pertama dia lihat setiap pagi ketika dia membuka mata.

Atau pemandangan ketika dia masih tinggal di barak prajurit, setiap paginya dia harus melihat puluhan pria telanjang di pemandian umum di barak dan hal itu sangat menyakiti kedua matanya. Tapi setelah Jenderal Khrushchev memintanya sebagai pengawal pribadinya, dia diberi kamar tidur pribadi yang tentunya jauh lebih baik daripada tinggal di barak.

Dia begitu bahagia meski pemandangan dari jendela kamarnya bukan pemandangan bak hotel berbintang tapi pemandangan garasi mobil itu sudah begitu sempurna baginya.

Pemuda itu kini merentangkan kedua tangannya, dia melakukan gerakan stretching untuk melemaskan otot-ototnya. Setelah melakukan beberapa menit pemanasan, di kamar sempitnya, pemuda itu melakukan push up dan sit up sebanyak 55 kali. Kemudian dia melangkah ke depan pintu, meraih palang di atas pintu dan melakukan pull up sebanyak 55 kali, hal yang biasa dia lakukan di pagi hari. Otot-otot di tubuh setinggi 182 cm dengan berat 75 kg itu tampak menegang.

Usai melakukan olah raga, pemuda itu menegak air putihnya sekali lagi, keringat tampak bercucuran di kulitnya yang sedikit tan. Sebelum mandi, pemuda itu memutuskan untuk menyiapkan seragam dan sepatunya, dia menuju lemari dan mengambil seragam coklat yang di bagian dadanya terdapat namanya yang tertulis Y. Uvarov.

Dia mengambil sebuah setrika lalu menyambungkan setrika itu ke sebuah stop kontak, kini kedua tangannya yang kokoh tampak sibuk menyetrika seragamnya di atas meja hingga seragam itu terlihat rapi. Setelah itu dia menggantungkan seragamnya di dinding kemudian beranjak mengambil sepatu di bawah kolong tempat tidurnya.

Kini kedua tangan kokoh itu terlihat sibuk menyikat sepatu bootnya yang berwarna hitam hingga mengkilat dan memantulkan bayangan wajahnya. Dia menyikat sepatunya sambil duduk di kursi di dekat satu-satunya meja di kamarnya yang multifungsi, sebagai alas untuk menulis, sebagai tempat meletakkan teko sekaligus sebagai tempat setrika.

UnspokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang