[four]

14K 1.1K 10
                                    

Usapan di pipi penuh lebam kebiruan Glory, membuat Agnes tak mengerti apalagi ditambah sembap mata bulat Glory terus menahan sesuatu.

Agnes, sahabat sekaligus sekretaris Edward di perusahaan, sangat tahu lekuk tubuh Glory bila menahan tangis terutama gerak tubuh Glory suka membuat kegaduhan akibat kecerobohannya.

"Astaga, Ed! Ini kenapa pipi lebam seperti ini?!" ringis Agnes ketika menekan pipi Glory dipangku Edward yang sarat ketakutan. "Pipi satunya juga, seperti tergores."

"Ini semua salahku, Agnes," rutuk Edward mengutuk dirinya dalam hati. "Kalau bukan karena aku mendadak menginjak rem, Glory tidak akan begini."

"Seharusnya kamu berhati-hati, Ed," tukas Agnes tak suka gaya berkendara Edward sering tak terkendali. "Sakit ya, Sayang?" gumam Agnes lirih mengusap pipi gembil Glory yang kebiruan samar.

Joshua muncul di depan mereka sambil membawa nampan berisi makanan cemilan. "Ada makanan kesukaan Glory. Makan ya, Sayang?"

Glory menggeleng, membalik tubuh seraya memeluk erat leher Edward. Tadi dalam mobil, Glory sempat bahagia. Tetapi sewaktu menginjak rem mendadak itu, Glory terdiam terus sampai di bawa ke rumah Agnes dekat dari jalan mereka berhenti.

Karena mereka berada di jalan raya, tepat di tengah. Banyak orang mengeluh dan menyoraki agar mobil itu menyingkir karena menghalangi mobil lewat. Tak kuasa mengatur amarah karena khawatir akan Glory, Edward menempatkan Glory di pangkuan Joshua.

Rengekan manja Glory tak mau lepas dari Edward, membiarkan Joshua mengambil alih kemudi. Keinginan Glory tak mau jauh-jauh dari Edward, memang didasari betapa manjanya Glory menenggelamkan diri di dada bidang Edward.

Edward mengusap punggung mungil Glory, mengecup pelipisnya agar ditenangkan. Aroma masakan yang menguar tak mampu menjadikan Glory berhenti sendu sedan.

"Makan, honey, biar tambah pintar dan bisa main," tukas Edward menambah semangat. "Setelah ini, Glory boleh minta apa saja pada Daddy."

Gelengen di leher Edward menjadi pembuktian bahwa Glory tak mau apa-apa. Akhirnya tak ada dikatakan lagi, Edward meminta izin pada Agnes meminjam kamar tamu karena Edward berpikir Glory mengantuk.

"Glory mau tidur?" Anggukan di pundak Edward adalah jawaban, Edward bernapas lega dan membaringkan Glory sesampainya di kamar tamu. "Di sini tidur, nanti Daddy nyanyikan lagu nina bobo."

"No!" gelengnya berbisik akibat suaranya yang serak. "Daddy cini," bujuknya menepuk tempat kosong di sebelahnya. "Slip cama Oli."

Mendapat tawaran menggemaskan sekaligus bikin ketawa, Edward berbaring dengan cara menyamping. Mendekap tubuh mungil Glory, mengusap punggung dan membelai rambut, cara bagus menidurkan Glory. Sekali-kali, mencium puncak kepala dan pipi gembil Glory membuat Glory tertawa kecil.

"No titel, Daddy!" pekiknya manja.

"Anak kesayangan Daddy 'kan, hanya honey saja," goda Edward kembali mencium pipi Glory sembari tertawa. "Sekarang tidur," perintah Glory tak terbantahkan.

Glory pun menutup matanya yang bulat. Beberapa menit kemudian, napas teratur terdengar. Edward, karena terlalu kecapekan, bahkan belum sempat beranjak, otomatis tertidur tanpa disadarinya.

Joshua dan Agnes tertegun pada pemandangan indah di hadapan mereka, meminta yang salah satu dari mereka pergi ke Supermarket dekat sini untuk membuat makan malam sekalian membeli es krim kesukaan Glory.

***

Entah jam berapa sekarang, pergerakan diam-diam tubuh mungil menjauhkan kedua tangan yang mengurungnya membuatnya turun dengan hati-hati dari ranjang, melangkah membuka pintu dengan cara berjinjit tanpa bunyi deritan.

G O L D E N ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang