[six]

12.9K 1K 11
                                    

Gladys membaringkan Glory ke kamar di lantai dua di gedung bercampur toko roti berada di lantai satu. Gladys berlalu meninggalkan Glory untuk membawa baskom berisi air hangat serta handuk agar membersihkan luka Glory serta pasir masih menumpuk di dress Glory yang telah kotor.

Kembali mendekati Glory, duduk di sisi ranjang, Gladys memeras handuk dan menekan luka-luka Glory yang baru. Lalu, setelah membersihkan, Gladys menyeka pasir-pasir yang melekat di badan Glory. Bahkan Gladys membuka dress Glory dan memakaikannya pakaian baru milik adiknya berusia enam tahun.

"Itu siapa, Kak?"

Suara familier terdengar di pintu kamar Gladys, ada seorang gadis kecil melongokkan kepalanya untuk melihat keadaan kamar Gladys.

"Masuk, Glenna," pinta Gladys menyuruh Glenna masuk, gadis berusia enam tahun.

Secara Glenna telah duduk di samping Gladys dan menatap intens gadis kecil berkisaran tiga tahun dibawahnya tertidur nyenyak.

"Dia siapa, Kak?" bisik Glenna berujar. "Glen belum tahu ia ada di sini. Dan Kak Gladys, bawa baju Glen. Buat apa?" tanya Glenna bertubi-tubi.

Gladys berusaha memakaikan pakaian agak besar ke tubuh Glory, kaos kebesaran. Untung saja popok Glory belum basah, jadi Gladys berantisipasi melalui membeli popok baru walau hanya selembar.

"Ini buat Adik Glory, Sayang," sahut Gladys menjawab sepenuhnya. "Kenalkan, ia Glory, gadis cilik yang Kakak temui di depan toko roti karena ia habis menangis gara-gara jatuh."

"Jatuh?" ringis Glenna berkerut kening. "Pasti sakit," tebaknya melihat luka-luka Glory.

"Ada plester lagi tidak?" tanya Gladys berpikir di mana ia menaruh plester-plester kesayangannya ketika terluka saat memanggang roti. "Plester Kakak habis."

Tahu maksud mengapa Gladys memertanyakan soal benda tersebut, Glenna bergegas pergi. Gladys sangat paham tindakan Glenna begitu tahu pernyataan Gladys telah kehabisan sesuatu.

Kemunculan Glenna membawa kotak putih bersegi panjang berlambang silang berwarna merah, menyerahkan kotak itu ke tangan Gladys yang tersenyum haru dan membelai rambut Glenna yang halus.

"Kamu pintar memahami maksud Kakak, apa."

Tepukan di dada menandakan Glenna justru bangga akan dirinya, walaupun selanjutnya Glenna terkikik geli sambil membantu Gladys memasangkan plester itu ke luka Glory.

***

Dalam sejam, Edward dan Joshua sudah mengitari jalanan sekitar apartemen Agnes namun, belum menemukan gadis ciliknya setiap pandangan mereka terus mengawasi ketat.

Edward terlalu mengkhawatirkan kondisi Glory yang terluka apalagi Glory suka mengeluarkan hajat. Tadi Edward belum mengganti popok Glory, walau tas milik Glory masih terletak dalam bagasi mobil Edward. Dan susu botol miliknya, pasti tentu sudah basi dimakan panas bagasi mobil mewah alis sport punya Edward.

Semoga pantat anaknya tidak iritasi akibat terlalu lama pakai popok.

"Astaga, kita sudah berkeliling tetap saja Glory tidak ada," kata Joshua terengah-engah, menumpukkan tubuhnya melalui dua tangan menyanggah lewat lututnya. Keringat bercucuran di pelipisnya. "Matahari terik di sore hari, makin marak panasnya," keluh Joshua.

Pelipis Edward mengalir peluh, menyeka dagunya yang meneteskan air keringat. Tetap waspada di setiap para pejalan kaki rata-rata berada di setinggi lutut orang dewasa akibat dua kunciran Glory yang lucu.

"Kita pulang dulu, Ed," tawar Joshua ditolak Edward yang menggelengkan kepala karena tak sanggup berbicara. "Agnes juga belum kasih kabar. Di mana kita cari Glory, lagi?"

G O L D E N ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang