Prolog

79 5 2
                                    

Sydney, 01.15AM

Aku tidak tau aku ada dimana. Dan aku juga tidak tau kenapa aku ada di sini dan bagaimana aku bisa disini. Yang jelas, aku sendirian sekarang, di tengah padang rumput luas tanpa batas.

Aku mulai menyusuri tempat ini. Langit mendung disertai petir membuat ketakutanku muncul. Aku ingin berhenti, kakiku terluka, dan aku tak tau mengapa. Tapi, jika aku berhenti, aku tak akan terjebak disini. Tak ada yang akan menolongku.

Hujan mulai turun dengan derasnya, mengguyur luka di kakiku dan melunturkan darahnya yang membuat kakiku semakin perih. Ku putuskan untuk berteduh di pohon besar yang tumbuh tak jauh dari tempatku berdiri. Yang tampaknya, daun-daun pada pohon itu cukup lebat untuk menghalau hujan ini.

Aku melihat seseorang laki-laki tengah berjalan ke arahku. Jaraknya tak jauh dari pohon tempatku berteduh ini. Dia terus berjalan, semakin dekat denganku. Aku hanya diam mematung. Pikiranku pasti berjalan lamban, aku berkedip beberapa kali, dan dia sekarang tepat berdiri di depanku.

Pakaiannya tak basah sedikitpun akan air hujan. Dia tetap kering dan hangat. Begitupun saat menatap mataku, tatapannya begitu hangat. Lalu, dia memelukku, menyalurkan kehangatannya pada tubuhku yang beku karena air hujan sialan itu.

Dia melepaskan pelukannya lalu menggenggam tanganku. Ketakutanku mulai hilang. Aku tak mengenalnya, tapi didekatnya, aku merasa aman. Dia mengeluarkan sebuah pisau kecil dengan ukiran di mata pisaunya dan menggenggamkannya di tanganku. Aku memberinya tatapan bingung, tapi dia hanya merespon anggukan dan senyuman.

Mata kami kembali bertemu. Mata hazelnya tetap terang meskipun mendung semakin gelap. Dia mencium keningku, lalu melenggang pergi. Aku berusaha mengejarnya, tapi terlambat, dia sudah hilang di antara kabut tebal yang entah berasal dari mana. Dan itu aneh, karena kabut itu tidak hilang saat terkena air hujan.

Aku mendekati kabut itu, berusaha mengejar laki-laki tadi. Tapi saat aku tepat di depan kabut itu, kabut itu berubah warna yang semula putih, menjadi kabut hitam menakutkan. Aku sempat menghirup udara di sekitar kabut itu, kabut itu membuatku sulit bernafas.

Aku berbalik dan berusaha berlari menjauh, aku mengurungkan niatku untuk mengejar laki-laki itu, karena sepertinya kabut itu beracun. Kabut sialan itu mengikutiku. Kakiku masih terasa sakit, aku tak bisa berlari lebih jauh lagi. Kepalaku mulai pusing. Aku pun tergeletak ke rerumputan ini dan kabut itu mengurungku.

Kabut itu membuat nafasku semakin berat. Ku rasakan kematian mendekat. Ini seperti menyerahkan nyawaku pada kabut beracun. Penglihatanku berkurang, walaupun hanya langit mendung yang kulihat, tapi aku tau mataku memburam.

Air hujan membuat nafasku semakin sulit. Banyak air yang telah masuk kedalam pernafasanku. Membuat paru-paruku melemah. Aku memegang leherku memaksanya memberikan oksigen pada paru-paruku. Tapi tak berhasil. Aku kehabisan nafas dan mataku mulai tertutup perlahan. Dan tepat saat itu, aku mendapati diriku tergeletak di bawah tempat tidurku.

"Sial!! Mimpi aneh itu lagi" aku mencoba berdiri dan menstabilkan nafasku. Jam masih menunjukkan pukul 4 pagi. Aku kembali merebahkan diriku di atas tempat tidurku.

Berfikir tentang mimpi aneh itu. Mimpi sama yang selalu menghantui ku selama 2 tahun terakhir. Selalubdia, lelaki itu. Bahkan aku tidak tau siapa dia. Kupikir setelah pindah, aku tidak akan bermimpi seperti itu lagi. Kurasa ungkapan: 'rumah baru, kehidupan baru' adalah omong kosong. Seharusnya, aku melanjutkan sekolahku di Inggris saja. Daripada pergi jauh tidak ada gunanya.Tetap sama, dihantui mimpi aneh setiap malam. Aku bahkan tidak tau apa arti mimpi itu. Atau mungkin ini dampak jet lag? Kuharap iya. Karena aku tidakmau mendapat mimpi yang sama malam ini.

***

Hi or hey? sorry absurd yah .-. pendek lagi duh kek gue >_>    

Authornya amatiran :'v harap dimaklumi :"v

Vomments yah okeh? okeh.

The Clan - IrwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang