Ali POV
Aku tatap mata sendu Prilly. Aku tahu dia takut jauh dariku. Tapi bagaimana lagi? Mereka adalah keluargaku. Aku juga tidak ingin Mama sakit karena terlalu memikirkanku. Sejak Kak Alya telepon waktu itu, aku selalu berpikir, langkah apa yang harus aku ambil. Saat ini aku berada di ruang tengah rumah utama. Hanya ada aku dan Prilly saja, yang lain berada di kamar masing-masing.
Ketika terlalu sulit untuk membuat keputusan, jangan berpikir terlalu jauh. Pikirkan saja hari esok. Aku berpikir untuk bisa selangkah terdepan dari lawan, aku harus bertarung secara agresif dengan wajah tenang. Untuk saat ini mengalah adalah kemenangan yang sesungguhnya.
Aku terus menatap mata Prilly, kulihat air matanya sudah menggenang di pelupuknya, kelopak matanya sudah membesar, karena sedari tadi dia selalu menangis. Aku tangkup pipinya dengan kedua tanganku.
"Maaf Sayang, untuk saat ini aku minta kamu ngertiin aku. Ini untuk sementara saja. Aku janji bakal kembali ke sini," ucapku perlahan memberi pengertian kepadanya.
Dia justru semakin terisak, jujur saja, hatiku juga tidak menginginkan ini terjadi. Hatiku berat jika harus jauh darinya.
"Kenapa kamu begini? Setelah berpikir keras tentang pilihanmu, kamu memilih akhir yang menyedihkan," ujarnya dengan tangisan yang membuat hatiku merasa sakit.
"Sayang dengerin aku ya ... kali ini kamu harus sabar nunggu aku. Kamu maukan berjuang bersamaku? Ini baru awal. Masih banyak lagi rintangan yang harus kita lewati. Tidak sedikit orang nanti yang menentang hubungan kita. Kamu masih ingin kita bersama kan?" Aku tarik kepalanya agar bersandar di dadaku.
"Iya Bang, aku akan menunggu dan kita akan melewati bersama semua rintangan. Saat kita saling menggenggam tangan di tengah kerumunan orang, kita menggunakan tulang, otot dan darah dalam urat kita, agar tak terpisah. Selama ini aku tidak pernah jauh dari Abang. Kita selalu lewati hari-hari kita bersama. Tidak pernah absen, aku memandang wajah dan senyuman Abang. Aku hanya takut jauh dari kamu. Apa aku mampu jauh dari Abang?" Aku merasa Prilly semakin mengeratkan pelukannya. Aku tahu dia belum terbiasa jauh dariku. Begitupun sebenarnya aku juga, tidak terbiasa berpisah dengannya.
Kupeluk tubuhnya, kuberikan ketenangan untuk hatinya. Kuusap punggungnya dengan lembut penuh kasih sayang, kukecup ujung kepalanya.
"Aku takut setelah Abang sampai di sana, Abang akan dinikahkan dengan Miciel," celetuknya yang membuat aku kaget. Kenapa dia bisa berpikir sejauh itu?
"Nggak Sayang, Abang kan sudah sering bilang, kalau Abang nggak akan menikahi wanita mana pun kecuali kamu. Aku akan tolak bagaimana pun caranya. Kamu percaya ya sama aku. Aku janji walau nanti kita sementara berjauhan, aku akan selalu menghubungimu," jelasku kepadanya agar dia merasa lebih tenang.
"Janji ya, kamu akan jaga mata kamu, hati kamu dan bibir kamu?" Prilly mengangkat kepalanya menatapku dengan bibir mengerucut dan menaikan kelingkingnya agar aku menautkan kelingkingku untuk tanda aku menyepakati perjanjian kita.
"Iya Sayang, aku berjanji menjaga mata aku agar tidak melihat wanita lain selain kamu, menjaga hati aku agar tetap mencintai kamu, dan menjaga bibir aku untuk mengatakan cinta hanya untukmu," ucapku tulus dari hati.
Aku mengamati matanya mencari sesuatu dari dalam mata indah itu. Tampak kesedihan dan keraguan darinya untuk merelakan aku pergi. Namun, aku benar-benar jujur dan tulus mengatakan itu, aku tidak bisa menerima, bahkan mencintai wanita lain, kecuali dia.
Beberapa menit kemudian dia tersenyum, oh ... senyum inilah yang nanti akan sangatku rindukan. Sungguh manisnya gadisku ini. Dan seketika dia memelukku erat, seakan tak mau ia lepaskan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAROJA [KARO-JAWA] (Komplit)
Fiksi PenggemarMaaf cerita ini hanya fiktif. Jika ada kesamaan nama, tempat dan cerita bukan hal kesengajaan. Mohon kebijakan dan kedewasaannya saat membaca. ................................. Bagaimanakah perjuangan cinta dua pemuda di negeri tercinta kita Indones...