SELISIH PAHAM

3K 526 10
                                    

Prilly Pov

Aku menyibak gorden jendela kamarku. Dari sini aku bisa melihat taman belakang dan rumah joglo. Sudah sejak kejadian kemaren sore saat aku pulang dari kampus di jemput oleh Bang Danu, aku belum juga ke luar kamar. Aku melihat Bang Ali dan Kak Kevin memasukan barang-barang ke dalam mobil Bang Ali. Tiba-tiba air mataku keluar saat melihat Bang Ali. Luka di hatiku benar-benar besar. Apa ada harapan untuk aku bisa tetap bersamanya? Jika aku bisa meminta, aku ingin dia selalu di sampingku. Aku ingin selalu bersamanya. Tapi saat aku melihatnya, kata-kata Kak Alya terngiang di telingaku. Mana mungkin aku bisa menahan Ali untuk di sisiku, jika itu mengorbankan banyak pihak, apalagi ibu yang sudah melahirkannya. Saat aku melamun menatap ke rumah joglo, aku rasa ada sepasang mata yang memperhatikanku. Aku tersadar dari lamunanku. Benar ternyata Bang Ali memperhatikanku. Segera aku pergi dari depan jendela dan bersiap-siap untuk berangkat ke kampus.

Selesai aku bersiap, aku menganbil kaca mata bacaku untuk menutupi mataku yang sudah sembab karena menangis. Aku turun ke bawah dan melihat semua sudah berkumpul di meja makan. Aku lihat ada Bang Ali juga di sana. Aku menarik kursi di depan Bang Ali, yang biasanya Kak Mila duduki. Karena Kak Mila belum datang aku duduki dulu saja.

"Kamu berangkat ke kampus sama siapa Sayang," tanya Papa saat aku sudah duduk.

"Pak Min lah Pa. Kan biasanya juga dia yang mengantar Prilly ke mana-mana," jawabku dingin dan tak acuh.

Papa sudah tahu masalah yang aku alami saat ini. Aku selalu terbuka dengan keluargaku. Tapi mereka cukup tahu saja dan mempercayaiku. Orangtuaku memang begitu. Dia menyerahkan semua pilihan di tangan putri-putrinya. Jika ada masalah, mereka cukup memberi nasehat dan support. Bukannya tidak peduli, tapi itu pilihan kami, jadi jika ada masalah kami juga yang menanggungnya.

"Biar aku antar ya?" Kudengar Bang Ali menawarkan padaku.

Tanpa menatapnya aku menjawab, "Nggak usah. Makasih!" Suaraku ketus dan datar.

Aku meliriknya, dia menundukkan kepalanya. Papa menggelengkan kepalanya, aku tahu, ini bukan sikapku.

"Loh Pril, kok duduk di bangku aku sih?" protes Kak Mila saat baru datang ke ruang makan.

"Kenapa? Sama saja kan duduk di mana saja. Yang penting sarapan," jawabku ketus dan aku lihat dari ekor mataku, Kak Mila menarik kursi yang sering aku duduki di sebelah Bang Ali.

"Bang Danu mulai masuk kapan, Pa?" tanya Kak Mila pada Papa sambil dia menyentongkan nasi di piringnya.

Aku pura-pura tak peduli, walaupun telinga mendengar dan menyimak percakapan mereka. Aku menyibukkan diri memakan roti gandumku.

"Hari ini, dia mulai menggantikan Ali," jawab Papa, "kamu di sini masih lama Li?" imbuh Papa bertanya dan menatap Bang Ali yang sedang sibuk memperhatikanku sejak tadi.

Bang Ali mengalihkan pandangannya, kini dia menatap Papa.

"Tergantung Miciel Pak, saya juga masih banyak yang harus dipelajari," jelasnya pada Papa.

Apa sebegitu tergantungnya dia sama si Miciel itu? Sampai dia tidak bisa memutuskannya sendiri. Sarapanku sudah selesai.

"Aku berangkat duluan," pamitku tak acuh dan tak seperti biasanya.

"Sayang, Mama nanti mau lihat angkringan kamu yang dekat dengan kampusmu. Boleh?" tanya Mama sambil mencegah tanganku saat aku akan berdiri.

"Iya boleh dong Ma, aku justru bahagia kalau Mama datang. Jadi nanti Mama bisa memberi masukan apa yang kurang dari tempatku," jawabku tersenyum tipis pada Mama.

Aku berpamitan pada semua yang ada di meja makan, terkecuali Bang Ali. Aku hanya meliriknya yang masih memperhatikanku dengan tatapan sulit untuk aku artikan. Aku berjalan keluar, saat aku ingin membuka pintu mobil, aku merasakan tanganku ada yang mencegah.

KAROJA [KARO-JAWA] (Komplit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang