Sudah berapa hari setelah Ali dipaksa pulang dari kediaman Reza, sekarang dia terlihat sangat kacau. Dia hanya berdiam diri di kamar dan mengunci kamarnya. Semua orang tidak bisa membujuknya untuk keluar kamar, termasuk Rosifa ibunya sendiri. Wajah yang dulunya terlihat bersih, kini mulai tumbuh bulu-bulu halus di beberapa bagian wajahnya.
Pipinya nampak tirus, terlihat lingkaran hitam di bawah pelupuk matanya. Kedua tangannya terluka karena bekas tonjokannya, di dinding kamar dan beberapa kaca. Darah terlihat kering di punggung tangannya. Kamar yang acak-acakan terlihat seperti kapal pecah. Lampu tidak pernah ia nyalakan dan gorden selalu tertutup. Saat ini Ali terlihat seperti mayat hidup, sangat kacau.
"Li, buka pintunya. Aku ada kabar penting buat kamu," seru Cemal sambil menggedor-gedor pintu kamar Ali.
Sedangkan sang empu kamar yang di gedor pintunya, hanya diam menatap kosong ke depan. Ali duduk di lantai bersandar di tepi ranjang.
"Li, ini soal Prilly!" Bujuk Cemal lagi dengan suara terdengar pelan agar tidak terdengar oleh orang lain.
Ali yang mendengar nama gadisnya disebut, langsung berdiri, dengan gontai dia berjalan dan membuka pintu. Setelah pintu terbuka dengan cepat Cemal masuk dan kembali menutup pintunya kembali.
"Ya ampun Ali, ini kamar atau kandang sih?" tanya Cemal menyapu pandangannya ke seluruh kamar Ali.
Dia melihat kondisi kamar Ali yang sangat kacau. Pecahan kaca berceceran di lantai, bantal guling terlepas dari sarungnya, seprei dan bed cover tergeletak di lantai, botol dan kaleng minuman berserakan, putung rokok berceceran tak beraturan.
"Tidak usah basa-basi. Apa mau Abang?" tanya Ali yang tak ingin banyak mendengar basa-basi dari kakak iparnya itu.
"Aku akan membantumu, asal dengan satu syarat," tukas Cemal dengan seringaian licik.
"Apa?"
"Kamu harus tolak tawaran Papa untuk menjadikanmu penerus perusahaannya."
Ali tersenyum kecut mendengar syarat yang diajukan Cemal.
"Abang dari dulu tidak berubah juga. Belumkah puas Abang mengirimku untuk kuliah di Jawa? Abang dari dulu terlalu ambisius untuk menduduki kursi Papa. Aku tidak pernah menginginkan itu sejak dulu. Ambil saja jika Abang membutuhkannya. Aku justru berterima kasih kepada Abang, yang sudah mengirim ku ke Jawa. Hingga aku bisa bertemu dengan Prilly dan menemukan makna dari kata keluarga yang sesungguhnya," ucap Ali santai.
Memanglah Ali sudah sejak awal tahu jika Cemal ingin menguasai seluruh usaha Wibowo. Untuk menyingkirkan Ali, Cemal rela mendesak mertuanya agar dia dikuliahkan di Jawa.
"Besok kamu akan mulai diperkenalkan dengan jajaran redakasi di kantor dan Papa berencana mengangkatmu menjadi CEO di perusahaan. Kamu ingatkan, bagaimana aku membantu Papa merintis usaha ini dari bawah hingga sekarang menjadi besar seperti sekarang ini? Aku ikut banyak andil dalam kesuksesan usaha Papa. Hingga aku rela dijodohkan dengan kakakmu, agar perusahaan tidak jatuh ke tangan orang lain. Tapi dugaan dan perhitunganku kurang tepat. Aku lupa jika Papa masih memilikimu," ujar Cemal terang-terangan dan tak ada rasa sungkan sedikitpun.
Ali hanya tersenyum dan dia sudah tahu bahwa Cemal akan seperti ini. Tapi, ada baiknya Cemal berbuat begini, karena dia bisa membebaskannya dari rumah ini.
"Menurut Abang aku ini penghalang untuk incaran tahta Abang itu?"
"Iya!"
"Jangan khawatir Bang, aku tidak tertarik dengan itu semua. Yang aku inginkan hanya satu. Kebahagiaanku! Dan sumber kebahagiaanku berada di gadisku. PRILLY!" sergahnya menekan nama gadisnya, dengan tatapan tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAROJA [KARO-JAWA] (Komplit)
Fiksi PenggemarMaaf cerita ini hanya fiktif. Jika ada kesamaan nama, tempat dan cerita bukan hal kesengajaan. Mohon kebijakan dan kedewasaannya saat membaca. ................................. Bagaimanakah perjuangan cinta dua pemuda di negeri tercinta kita Indones...