Kita Merajut Sederhana (1)

711 32 1
                                    

Ara sedang asyik menikmati waktu bebasnya di hari Kamis itu untuk mengerjakan tugas kuliahnya ketika sebuah notifikasi masuk di i-phone-nya dari Kurcaci Raksasa.
"Apa kabar, Ra? Lama juga kita nggak pernah ngobrol apalagi bertemu ya".
"Alhamdulillaah kabar aku baik, Riz. Bagaimana kabar Superman dengan super duper kesibukannya? Semoga selalu baik, happy, dan sehat selalu ya," balas Ara dengan emotion tersenyum dan simbol semangat.Lama tidak ada jawaban dari Rizzar sempat membuat Ara menjadi bertanya-tanya apakah dia salah bicara atau mungkin Rizzar sedang super sibuk sehingga chat pun mencuri-curi waktu. Apalagi chat itu hanya sekedar ke Ara, seseorang yang bukan siapa-siapa di dunia nyata Rizzar.
Ara tersenyum meletakkan i-phone-nya dan melanjutkan tugas kuliahnya lagi. Buat Ara, kisah Ara dan Rizzar adalah kisah yang tidak akan pernah mudah dipahami oleh orang lain. Bahkan sebenarnya kisah itu pun sulit untuk dipahami oleh Rizzar dan Ara pada awalnya, tentang keterhubungan mereka yang bahkan sulit dijelaskan dengan logika.
Hubungan Ara dan Riza pun tetap baik sejak Ara dan Rizzar makin memantapkan berada di dua kutub yang berbeda untuk sebuah kata 'move on' dari keterhubungan yang sebenarnya tidak pernah diundang tapi selalu datang menghampiri.
Waktu berlalu satu jam kemudian, ketika ada balasan dari Kurcaci Raksasa.
"Boleh kita bertemu sejenak, Ra? Sepertinya aku perlu Peri Baik hari ini".
Ara melihati kalimat dari Rizzar itu. Sudah lama mereka tidak pernah bertemu lagi. Rizzar semakin bersinar dalam kariernya dan itu membuat Ara yang hanya bisa melihatnya dari kejauhan semakin tenang dan ikut senang. Ara berharap keterhubungan diantara mereka pun semakin menghilang, terutama tidak lagi mengganggu Rizzar dan kehidupannya. Namun hari ini, pesan Rizzar kepadanya itu entah kenapa tiba-tiba membuat perasaan Ara menjadi tidak tenang.
"Aku kebetulan free hari ini, Kurcaci Raksasa. Kita mau bertemu jam berapa dan dimana, semua terserah kamu. Insyaa Allah aku bisa saja," ketik Ara.
"Nanti sepulang dari lokasi syuting, aku kabari kamu lagi, Peri. Terima kasih". Kalimat Rizzar itupun mengakhiri dialog mereka. Ara kembali melihati percakapan singkat antara dirinya dan Rizzar, entah kenapa ada yang tidak biasa Ara rasakan di hatinya. "Semoga kamu baik-baik saja, Kurcaci Raksasa yang menjelma menjadi Superman".
Waktu berlalu dan malam pun menjelang, jam dinding di kamar Ara menunjukkan pukul 09.00 malam ketika i-phone Ara berbunyi. Sebuah panggilan atas nama Kurcaci Raksasa berkedip-kedip di layarnya. Ara hendak menutup gordain jendela kamarnya dan baru akan mengangkat panggilan itu ketika ia melihat mobil Rizzar terparkir di depan rumahnya, berseberangan di luar pagar rumah Ara. Ara bergegas menghampiri Rizzar dan sengaja tidak mengangkat panggilan dari Rizzar itu ketika beberapa menit kemudian Ara melihat sosok Rizzar yang membuat hati Ara tiba-tiba menjadi resah. Ara seperti melihat sosok yang asing di depan matanya. Entah apa yang berbeda dengan Kurcaci Raksasa. Sementara itu, Rizzar belum juga menyadari Ara yang mendekat ke arah mobilnya dan tetap fokus menelpon Ara sambil bersandar di bantalan tempat duduknya.
"Assalaamuaikum, selamat malam Superman," ujar Ara mengucapkan salam sambil mengetuk pelan kaca mobil Rizzar, membuat Rizzar sedikit kaget akannya. Rizzar menurunkan kaca mobil di sebelah tempat duduknya, sejenak terdiam memandangi Ara di depan matanya yang masih tetap menawarkan senyuman tulusnya seperti biasa. "Peri Baik... ajari hati aku tersenyum lagi..," ucap Rizzar didalam hatinya.
Ara pun balas memandangi Rizzar sejenak. "Kok berhenti disini, Riz. Ayo kita ngobrolnya di rumah aku saja," ujar Ara lagi menyadarkan Rizzar dari diamnya dan membuatnya kemudian tersenyum. Dimata Ara, sosok Rizzar yang ada dihadapannya ini tetap terlihat tampan dan makin dewasa, meski entah kenapa hati Ara merasa ada yang tidak hidup dibalik ekspresi Rizzar itu. Ada letih yang tersirat meski berusaha dibalut sekuat tenaga oleh laki-laki yang lama tidak bersua langsung dengannya lagi yang kini ada di hadapannya itu.
"Temani aku ngobrol disini saja ya, Peri Baik. Susah payah kita sudah berusaha saling menjaga jarak untuk menghilangkan keterhubungan kita beberapa waktu ini untuk kebaikan, aku tidak ingin merusaknya, aku tidak ingin ada yang salah paham lagi," jelas Rizzar.
Ara kembali tersenyum, kali ini lebih lebar sembari mengangguk. Kalimat Rizzar mengingatkan dirinya bahwa sudah banyak hal yang mereka sepakati dan berhasil lewati beberapa waktu ini. "Ayo masuk Ra, duduk di sebelah aku," sambung Rizzar.
Lima menit kemudian, Ara sudah duduk di dalam mobil Rizzar. Kembali hening sejenak saat itu, hanya terdengar lirih suara musik kesukaan Rizzar mengalun di antara keduanya. Rizzar memegangi setir mobilnya sambil menunduk sementara Ara lagi-lagi mengamati Rizzar yang terlihat tidak biasa itu. Kembali duduk dan memandang lebih dekat Rizzar membuat rasa 'rindu' yang masih tersimpan di salah satu ruang hatinya itu seolah terbayarkan. Meski ada rasa tidak tenang yang Ara rasakan tentang Rizzar di sisi lainnya.
"Ada apa, Superman? Tumben kamu ingin bertemu setelah sekian lama kita berhasil berjauhan di kutub yang berbeda," ujar Ara memecah sunyi diantara mereka disambut Rizzar yang balas menatap kearahnya. Ara tertawa kecil menampakkan giginya seolah ingin menghibur Rizzar. "Kamu pasti capek banget ya Riz dengan kesibukan kamu yang semakin menggila beberapa waktu akhir ini, harga yang sepadan untuk ketenaran yang makin melejit yang kamu peroleh. Tapi disisi lain, aku ikut senang melihat kesuksesan kamu, kamu semakin menjelma menjadi Superman dan aku ikut bangga dengan kerja keras kamu," sambung Ara lagi dibalas Rizzar dengan senyuman. Ara berusaha menyelami apa yang dirasakan laki-laki yang duduk disebelahnya ini yang kali ini lebih banyak diam. "Pasti semakin banyak kebahagiaan yang kamu rasakan akhir-akhir ini kan Riz seiring karier kamu yang semakin melejit dan pergaulan kamu yang semakin luas?" ujar Ara lagi.
"Bahagia?" tanya Rizzar seolah bicara bukan hanya ke Ara tapi lebih bertanya ke dirinya sendiri.
"Aku lelah jadi Superman, aku ingin menjadi Kurcaci Raksasa lagi, Peri Baik. Aku ingin kita bisa berbagi tawa lagi dengan sederhana seperti dulu, Peri Baik".
Ara menatap lekat Rizzar, dia seolah ingin menjadi pendengar yang baik bagi Rizzar yang sepertinya sedang mememerlukan teman untuk mendengarkannya.
"Kamu benar Ra, aku senang bahwa kerja keras aku berbuah kesuksesan yang semakin aku rasakan, satu dari doa-doa dan mimpi-mimpi aku terkabul perlahan-lahan. Aku dikelilingi makin banyak fans yang menggilai aku, aku makin banyak tertawa dengan banyak orang yang aku temui di sekitar aku, termasuk teman-teman baru di kerjaan aku. Superman sepertinya semakin mendapatkan tempat untuk unjuk diri sebagai super hero," lanjut Rizzar.
Ara tersenyum lembut tetap menyimak Rizzar, tanpa ingin memotong sedikitpun. Ia tahu Rizzar sedang perlu didengar, bukan sebagai Superman tapi sebagai Kurcaci Raksasa yang sedang bergumul dengan banyak rasa di hatinya.
Tiba-tiba Rizzar tertawa keras untuk beberapa saat, "Aku semakin sering tertawa seperti ini, Peri Baik. Aku berusaha membagi lebih banyak tawa untuk orang lain semampu aku, tapi entah kenapa, hati aku justru semakin enggan untuk ikut tertawa. Dia hanya diam menonton aku yang tertawa. Aku tidak bisa merasakan apa-apa, Ra. Dulu, Peri Baik suka bilang kalau kita bersyukur dan membagi bahagia kepada orang lain, kita akan merasa bahagia, iya kan? Tapi kenapa sekarang aku tidak bisa merasakan apa-apa? Padahal aku bersyukur dengan semua aku miliki dan capai saat ini. Aku merasa hilang arah, Peri". Kalimat Rizzar terhenti, sejenak ia memandangi Ara yang sedang mengamatinya dengan seksama.
"Aku terlalu cengeng ya, Ra? Tapi jujur aku ngerasa kehilangan arah di titik ini. Padahal aku sudah berjanji tidak ingin mengganggu Peri lagi apalagi mengusik perasaanya lagi, aku sudah bertekad bahwa Superman tidak akan kembali lagi menjadi Kurcaci, tapi...," ucapan Rizzar terhenti saat Ara justru tersenyum makin lebar kearahnya sambil menggelengkan kepalanya.
"Mungkin kamu cuma lelah, Riz. Superman juga manusia, wajar jika ada kalanya dia lelah. Yang harus kamu lakukan mungkin berhenti sejenak dan menyenangkan diri kamu sendiri".
"Apa Peri Baik sudah enggan bercanda dengan Kurcaci sejak Kurcaci meninggalkannya dan tidak lagi menoleh padanya?" Rizzar terdiam sejenak dan mengalihkan pandangannya kedepan, mengamati hujan yang mulai turun rintik malam itu. Rizzar kemudian memejamkan matanya sejenak sambil bersandar di tempat duduknya. Sementara Ara hanya membiarkan matanya mengikuti gerakan Rizzar. Rizzar, sosok di depannya ini selalu terlihat bahagia di beberapa kali kesempatan Ara menontonnya di layar televisi. Ara semakin sering melihat Rizzar dalam perannya di layar kaca. Dari social media, Rizzar juga terlihat semakin menikmati kehidupannya. Ara tidak pernah menyangka Rizzar ada di hadapannya saat ini justru dengan kondisi yang berketerbalikan 180 derajat dari apa yang ia lihat dari jauh.
Sejenak Ara hanya mendengar suara nafas Rizzar yang ia rasakan berat, seolah ada hal yang Rizzar tahan disana. "Aku tidak bisa berhenti, Ra... karena saat aku berhenti justru hati aku makin sunyi dan aku merasa makin tidak memiliki apa-apa. Aku cuma ingin hati aku bisa ikut tersenyum. Aku merasa sendirian, Ra," ucap Rizzar lirih dengan masih memejamkan matanya. Ara tetap menatap ke arah Rizzar. "Peri selalu menunggu Kurcaci menoleh lagi kepadanya dan ingin bercanda kembali dengannya, Riz," ujar Ara dalam hati. Ara memutuskan tidak mengucapkannya ke Rizzar saat itu. Ara sadar Rizzar perlu seseorang untuk membantu membuat hatinya mau ikut tersenyum. Kata sendiri yang dirasakan Rizzar hanyalah sebuah titik jenuh yang Rizzar rasakan karena kesibukannya dan hatinya yang tetap saja tidak mau dibujuk untuk tersenyum. Ara memutar otaknya sejenak mencari cara sederhana untuk membantu Rizzar ketika kemudian ia tersenyum makin lebar dan kemudian mencubit pipi Rizzar yang masih terpejam itu agak keras.
"Aw...," Rizzar spontan menoleh kearah Ara dengan ekspresi kaget dan bertanya-tanya, "kenapa kamu cubit pipi aku, Ra? Sakit tahu...". Ara tertawa kecil sejenak. "Habisnya, mata Kurcaci Raksasa terpejam sih, kan Peri jadi khawatir, takut Kurcaci kerasukan makhluk halus. Apalagi sekarang malam Jumat. Makanya, Peri cubit deh he he. Maaf ya, Kurcaci".
Rizzar mengernyitkan dahinya kemudian tersenyum dan setengah tertawa. "Yeee, orang kerasukan itu kan karena pikirannya kosong, Peri Baik. Lagian juga biasanya orang-orang yang kerasukan itu jarang dalam kondisi terpejam, kebanyakan dalam kondisi mata terbuka tapi kosong".Ara ikut mengernyitkan dahinya seolah berpikir sambil tertawa kearah Rizzar. "Emang iya, Kurcaci Raksasa memangnya tahu dari mana?"
"Dari beberapa yang kerasukan di TV, pasti sebelumnya lagi melek, Peri Baik," timpal Rizzar sambil ikut tertawa lebih lebar melihat ekspresi Ara yang lucu di hadapannya.
"Bukan apa-apa sih, Kurcaci. Peri takut membayangkan Kurcaci Raksasa kerasukan, apalagi yang merasukinya jin raksasa, waaah Peri Baik harus menghadapi dua raksasa dong," sambung Ara makin larut dalam tawanya. Rizzar pun memanyunkan bibirnya sambil menahan tawanya. "Harusnya kalau Peri Baik mau membangunkan Kurcaci pake cara yang lebih lembut dong, kan Kurcaci lagi galau, jangan dicubit pipinya seperti tadi, melainkan hmmmm dicium pipinya misalnya," sambung Rizzar sambil memainkan alisnya keatas menggoda Ara masih sambil tertawa. Ara bergantian memanyunkan bibirnya sambil menatap serius ke Rizzar. "Hmmm, mulai lagi nakalnya seperti dulu. Kita bukan muhrim, Kurcaci, jadi mana boleh main cium seenaknya. Hmmm berarti Kurcaci salah orang buat diajak ngobrol sepertinya malam ini. Mungkin harusnya Kurcaci menemui putri yang disukainya. Sebaiknya Peri turun saja deh," ujar Ara terlihat bersiap hendak keluar dari mobil Rizzar ketika Rizzar menahannya. "Jangan pergi, Peri Baik. Kurcaci nggak butuh dicium kok, Kurcaci cuma pingin ditemani sama Peri Baik saja. Kurcaci cuma kangen bercanda agak nakal dan menggoda Peri seperti dulu saja". Ara memandang Rizzar, kali ini dengan tersenyum lebar membuat Rizzar jadi bertanya-tanya. "Satu sama buat aku dan kamu, Kurcaci. Aku juga cuma bercanda pura-pura ngambek, he he," ujar Ara sambil tertawa makin lepas, membuat Rizzar ikutan tertawa lepas. "Hmmm Peri Baik ternyata sekarang tertular nakalnya Kurcaci juga ya, tapi jujur aku senang banget mendengar jawaban kamu, Peri. Jawaban yang selalu dan masih sama dengan jawaban Peri ke Kurcaci dulu yang selalu berhasil membuat Kurcaci tersenyum ha ha". Ara tiba-tiba berhenti tertawa dan tersenyum kearah Rizzar membuat Rizzar ikut berhenti tertawa.
"Kenapa, Peri? Aku merusak move on dari keterhubungan kita dengan mengingat kembali hal-hal yang sudah lewat, ya?" Ara cepat-cepat menggelengkan kepalanya sambil melebarkan senyumannya ke Rizzar. "Peri sama sekali tidak keberatan Kurcaci mengajaknya kembali bercanda seperti dulu. Peri tidak pernah menganggap apa yang kita jalani itu sesuatu yang harus disesali, Kurcaci. Buat Peri, kehadiran Kurcaci dan semua cerita tentang kita sesuatu yang berharga dan Peri syukuri karena Kurcaci membuat hidup Peri menjadi lebih baik kok. Peri cuma takut kalau ternyata mengingat apa yang kita lalui justru mengganggu kehidupan Kurcaci yang menjelma sebagai Superman saat ini". Kini gantian Rizzar yang menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum. "Begitu pun Peri Baik buat Kurcaci. Kurcaci minta maaf jika ada kalanya saat dia menjelma menjadi Superman dia seolah melupakan keberadaan Peri Baik. Tapi jauh di lubuk hati aku, Peri itu seperti seseorang yang menjaga hati aku, dan aku tidak ingin Peri terluka karena Kurcaci yang menjelma menjadi Superman. Ternyata menjadi Superman itu jauh lebih rumit dari sekedar menjadi Kurcaci ya, Peri. Itu sebabnya pula aku akhirnya memilih mengambil sikap dingin dan cuek ke Peri. Maaf kalau membuat Peri jadi sedih".
"Terima kasih banyak Kurcaci mau bersusah payah menjaga perasaan Peri meski dengan cara yang tidak biasa," ujar Ara sambil menyunggingkan senyuman lembutnya lebih lebar dan masih menatap Rizzar diikuti dengan anggukan pelan dari Rizzar dengan senyuman yang sangat lebar."Meski kita sudah berusaha move on dari keterhubungan kita sejauh ini, Peri Baik sama sekali tidak berubah, tetap istimewa seperti dulu," lanjut Rizzar tertawa kecil menunjukkan giginya ke perempuan yang ada dihadapannya itu, "termasuk becandaan nakal soal ciuman tadi ha ha". Ara mengangguk, ikut memamerkan giginya ke Rizzar, "Selama sesuatu itu adalah hal yang kita yakini benar, buat apa kita harus berubah, Kurcaci. Mungkin buat sebagian orang, ciuman ke lawan jenis itu adalah hal yang mulai dianggap wajar dalam pertemanan sekalipun, tapi buat aku ciuman apapun itu hanya untuk teman hidup aku, laki-laki yang menjadi halal bagi aku, Kurcaci. Mungkin aku terkesan sangat kuno tentang ini, termasuk bagi Kurcaci terlebih Superman. Tapi, itu nilai yang aku anut dan aku meyakininya".
Rizzar tersenyum lembut. Perempuan di depannya ini selalu berhasil menempati ruang yang spesial di hatinya dengan apa yang dimilikinya. Berinteraksi dengan dirinya selalu menyisakan banyak hal untuk dibagi, hal-hal yang terlihat sederhana tapi membuat Rizzar membuka mata bahwa banyak hal sederhana itu ternyata sangat berharga.
"Kecantikan kamu itu terpancar dari hati, Ra, itu sebabnya aku tidak ingin melihat hati kamu tersakiti, terlebih karena aku," ujar Rizzar dalam hati.
Melihat Rizzar yang tersenyum dengan pandangan lembut dalam diam kearahnya, Ara pun menjadi salah tingkah dan mengalihkan pandangannya ke depan melihat hujan.
"Maaf ya Peri kalau Kurcaci kehilangan kata-kata karena apa yang Peri katakan tadi. Meski Kurcaci belum bisa melakukannya seperti Peri, Kurcaci berharap bisa menguranginya, tidak dengan mudah mencium lawan jenis kecuali untuk mereka yang memang halal bagi Kurcaci. Doakan Kurcaci Raksasa bisa dalam hal ini ya, Peri Baik," sambung Rizzar dengan tertawa kecil.
Ara tersenyum lebar kearah Rizzar sambil menganggukkan kepalanya pelan, "insyaa Allah bisa, tapi memang Kurcaci nggak takut dibilang nggak gaul? Kan Kurcaci apalagi setelah menjelma dalam wujud Superman, disukai banyak perempuan?"
Rizzar tersenyum lebar, Ara seperti berusaha memahami posisi Rizzar.
"Aku juga ingin menjaga diri aku buat seseorang yang istimewa yang akan menemani hidup aku nantinya seperti yang Peri lakukan. Siapapun dia, entah dia cewek aku sekarang atau orang lain, apakah aku telah mengenalnya atau bahkan pernah menciumnya ataukah tidak. Aku berharap aku bisa lebih bisa menjaga diri aku untuk dia saat cinta itu memasuki masanya untuk seluruhnya halal dinikmati.
"Semangat, Kurcaci Raksasa!" lanjut Ara dengan mengepalkan tangannya menyemangati sambil tertawa kecil membuat Rizzar pun ikut tergelak.
Untuk beberapa saat, Rizzar seolah melupakan hatinya yang terasa sesak hari itu. Peri Baik yang duduk disebelahnya ini seolah memahami dirinya dan selalu menemukan cara untuk lebih mendinginkan hatinya.
Rizzar menatap kearah depan dan kembali mengamati hujan yang turun malam itu ketika ia kemudian mendapatkan sebuah ide. "Peri Baik, temani Kurcaci main bersama hujan, yuk," ujar Rizzar ke Ara, "siapa tahu hati dan pikiran aku jadi sejuk setelah menari bersama air hujan. Siapa tahu hati aku jadi bersemangat untuk makin tersenyum setelah bercanda dengan hujan dan Peri"."Kurcaci, ini sudah malam dan kamu juga baru pulang kerja dan dalam kondisi lelah, kalau kita hujan-hujanan sekarang, takutnya kamu malah sakit," ujar Ara sambil memandang kearah Rizzar sambil tetap tersenyum. Rizzar membalas senyuman Ara dengan tertawa kecil, "Bukannya dulu kita malah pernah main hujan di tengah malam saat syuting, Ra dan kita senang-senang saja dan menikmatinya. Iya nggak? Masih ingat, nggak?"
Ara menyandarkan kepalanya di bantalan kursi tempat duduknya, ikut tertawa kecil seraya mengangguk pelan. "Masih ingat, pastinya. Malah ketagihan ya sepertinya, he he". Rizzar pun tertawa keras sambil mengangguk mantap. "Mana scene yang dimainkan romantis pula, ha ha...," ucapan dan tawa Rizzar tiba-tiba terhenti. Rizzar tersadar bahwa dia lagi-lagi sedang kembali ke beberapa waktu sebelumnya, saat dirinya dan Ara masih berbagi senyum dan tawa dalam project yang sama. Sementara itu Ara hanya diam mengamati Rizzar dengan seulas senyumannya. "Aku lagi-lagi kembali ke masa-masa kita dulu, padahal kita sudah sepakat untuk saling bergerak kearah yang berjauhan dan tidak bersinggungan untuk menghilangkan keterhubungan diantara kita. Maaf, Peri Baik. Kurcaci sepertinya agak merusak kesepakatan kita," sambung Rizzar dengan rasa bersalah. Ara menggelengkan kepalanya dan tersenyum makin lebar ke arah Rizzar di hadapannya. "Aku tidak pernah merasa bahwa kembali mengenang tentang kita adalah kesalahan, Kurcaci. Justru buat aku, itu adalah masa-masa yang indah. Move on atau gagal itu bukan ditentukan dari kita melupakan masa lalu, melainkan bagaimana kita berteman dengan masa lalu sehingga masa lalu itu menjadi pembelajaran menjadikan kita lebih baik di saat sekarang dan kedepan". Rizzar dan Ara saling menatap satu sama lain dengan serius dan berbalas senyum satu sama lain. Hati Rizzar kembali riuh saat itu, ada sakit yang tertawa saat dia menyadari bahwa ia telah meninggalkan Peri Baik di hadapannya itu cukup lama dan itu tidak membuat Peri sama sekali berubah. Peri Baik tetap menawarkan senyuman dan kehangatan yang selalu hidup untuk dirinya. Sementara Kurcaci yang menjelma menjadi Superman berusaha tutup mata untuk sebuah alasan move on yang kadang ia tak bisa peroleh apa makna dibaliknya selain bahwa dia tidak ingin hidupnya menjadi rumit karena keberadaan Ara.
Rizzar mengalihkan pandangannya kembali ke depan dan larut dalam lamunannya, seolah ia ingin menghindari tatapan Ara yang tiba-tiba membuatnya merasa bersalah itu ketika tangan Ara menutup mata Rizzar meski tak sampai menyentuh. "Daripada hujan-hujanan, mending kamu memejamkan mata kamu sejenak sekarang, Kurcaci Raksasa," ujar Ara tiba-tiba dengan nada ceria pada Rizzar. Rizzar menuruti kalimat Ara itu begitu saja, ia pejamkan matanya erat. Ara memandangi Rizzar, nafas berat Rizzar masih tetap ia dengar menandakan ada yang Rizzar tahan dihatinya saat itu. "Kurcaci sudah terpejam nih, terus apa selanjutnya?" tanya Rizzar.
"Oke, sekarang Kurcaci Raksasa coba tarik nafas pelan-pelan dan dalam-dalam, tahan selama beberapa jam baru lepaskan". Rizzar tergelak mendengarnya, "Peri Baik berniat membunuh Kurcaci ya?" Ara ikut tergelak, "Maksud Peri ditahan selama seper enampuluh jam alias satu menit, Kurcaci Raksasa. Kurcaci sudah mikir yang nggak-nggak sih, ha ha," lanjut Ara diikuti oleh suara tawa lepas Rizzar. Ara bisa mendengar dan melihat suara tarikan nafas Rizzar yang pelan dan dalam saat itu selama beberapa menit. Tarikan nafas yang perlahan menyamarkan nafas Rizzar yang terasa berat sebelumnya dan itu membuat Ara merasa sedikit lega. "Tetap jangan buka mata kamu, sudah berasa agak enakan belum, Kurcaci Raksasa?" tanya Ara tetap memandangi Rizzar yang terpejam diikuti anggukan kepala Rizzar.
"Nah sekarang, coba kamu rasakan sejenak bau hujan diluar sana," ujar Ara lagi dengan lembut.
Rizzar terlihat sedang mencoba membau hujan seperti kata Ara. "Sekarang coba Kurcaci ungkapkan ke Peri, masih tetap dengan mata terpejam, seperti apa bau hujan".
"Hmmm... bau hujan itu sangat segar, Peri. Bau tanah dan air yang sejuk ditambah dengan suara denting hujan yang terasa menenangkan," ucap Rizzar pelan dengan senyum tersungging lebar di bibirnya, membuat Ara ikut tersenyum.
"Kurcaci bisa mengulangnya beberapa kali sampai merasa puas dan tenang, baru kemudian Kurcaci buka matanya kembali". Rizzar mengangguk pelan. Untuk beberapa saat, Ara hanya memandangi Rizzar yang sedang asyik membau hujan. Sesekali Ara ikut terpejam sejenak, ikut membau hujan. Membau hujan adalah salah satu hal sederhana yang suka dilakukan Ara. Membau tanah basah adalah terapi sederhana bagi Ara untuk menyejukkan dan menenangkan hati dan pikiran. Nafas berat Rizzar perlahan tak terdengar lagi di telinga Ara bahkan saat Ara sedang memejamkan mata sekalipun. "Semoga hal sederhana ini bisa sedikit meringankan hati dan pikiran kamu, Riz," ujar Ara dalam hati dengan mata terpejam saat itu. Tanpa disadari, Rizzar sudah membuka matanya saat itu ketika dia melihat Ara yang terpejam sambil tersenyum setengah meter di hadapannya dengan wajah menghadap ke arahnya.
"Terima kasih sudah membuat hati dan pikiran aku lebih terasa ringan, Peri Baik", ujar Rizzar dalam hati sambil tersenyum memandang lembut Ara. Ara membuka matanya ketika di hadapannya ia lihat Rizzar sedang tersenyum menatapnya dan membuatnya sedikit kaget sejenak. Ara buru-buru melebarkan senyumannya ke Rizzar dan menetralkan ekspresinya. Laki-laki tampan di hadapannya ini ada kalanya membuat Ara menjadi malu ketika laki-laki itu memandangnya. "Terima kasih ya, Ra karena Peri Baik sudah mau menemani Kurcaci Raksasa malam ini. Peri selalu punya caranya sendiri untuk menghibur Kurcaci," ujar Rizzar lembut sambil tersenyum lebar.Lagi-lagi Ara membalas senyuman Rizzar padanya sambil mengangguk pelan. "Apa perasaan kamu sudah sedikit ringan, Kurcaci?" tanya Ara. Rizzar mengangguk. "Apa yang harus Kurcaci lakukan agar bisa benar-benar menjadi Superman yang hatinya bahagia, Peri? Malam ini Kurcaci bisa merasakan bahagia saat bercanda dengan Peri, tapi esok dan esoknya lagi...".
Ara tersenyum lembut. "Insyaa Allah bisa, Kurcaci. Setiap orang berhak dan pasti bisa bahagia, termasuk kamu. Kamu melakukan apapun itu karena kamu mampu, Kurcaci Raksasa alias Superman. Saat sesuatu berjalan tidak seperti yang kamu inginkan atau kamu merasa hampa di satu titik, kamu harus selalu mencari dan menemukan sisi atau hal positif dari aktivitas yang kamu jalani. Tetap cari celah untuk tersenyum di dalam hati agar kamu tetap hidup menjadi diri sendiri dan tidak mati". Rizzar memandangi Ara dengan seksama dan Ara pun memberikan senyuman manisnya untuk Rizzar seolah ingin memberikan tambahan semangat buat laki-laki di hadapannya itu. "Bagaimana kalau hati aku tetap terasa dingin dan hampa di satu titik meski aku sudah berusaha menularkan bahagia, Peri? Padahal aku merasa selalu berusaha untuk tetap bersyukur, Peri," tanya Rizzar lirih meski kali ini suaranya sudah jauh lebih tenang dibandingkan saat pertanyaan itu ia lontarkan sebelumnya.
"Tuhan tidak akan menguji hamba-NYA diluar kemampuannya, Kurcaci. Seperti yang Peri bilang, mungkin Kurcaci hanya lelah di titik ini. Peri yakin tidak ada kebaikan atau hal positif yang sia-sia, hanya mungkin kita perlu belajar lebih dan lebih ikhlas dan sabar lagi. Bukan hanya Kurcaci, Peri juga masih harus belajar banyak lagi tentang ini".
Rizzar mengangguk seraya balas tersenyum lembut kepada Ara yang tersenyum padanya.
"Satu hal lagi, ketika ada masanya kamu merasa kesepian, tetap ingat satu hal bahwa kamu tidak sendiri, Kurcaci. Ada Tuhan, doa-doa mereka yang menyayangimu dan ... juga ada aku. Meski fisik kita mungkin tidak berdekatan, tapi aku ada buat kamu. Aku harap kamu ingat itu," lanjut Ara sambil melebarkan senyumannya membuat Rizzar tersenyum lepas dan tak kalah lebar, selega dan selepas hatinya saat itu."By the way, besok pasti jadwal kamu padat merayap ya, secara sinetron kamu ada dua judul dan semuanya stripping ya," tanya Ara kembali dengan nada cerianya.
"Kebetulan, besok aku libur, Peri Baik, Sabtu dan Minggu baru kejar tayang lagi. Kamu sendiri besok ada syuting atau jadwal tapping mungkin? ujar Rizzar menjawab dan kemudian balik bertanya. Ara terdiam sejenak, sedang memikirkan sesuatu. "Bagaimana kalau besok siang habis Jumatan kita pergi bareng ke suatu tempat Kurcaci? Biar Kurcaci makin bersemangat lagi menjelma kembali menjadi Superman. Tapi itu pun kalau Kurcaci mau dan nggak ada kegiatan. Kebetulan besok aku juga kosong alias free seharian he he," ujar Ara sambil tertawa kecil dan bersemangat. Rizzar mengamati wajah Ara yang lucu itu untuk sejenak, ada rasa penasaran tergambar di wajah Rizzar. "Agenda acara aku besok cuma ingin istirahat saja di rumah. Memang Peri mau mengajak Kurcaci kemana?" tanya Rizzar dengan mengerdipkan matanya dengan antusias. "Rahasia dong, ini kejutan kecil Peri buat Kurcaci Raksasa. Misi penyamaran yang rahasia," jawab Ara sambil balas mengedipkan matanya sambil tersenyum lebar, seolah menggoda Rizzar agar makin penasaran.Rizzar mengamati Ara dengan raut dibuat serius, sementara Ara mulai tergelak dalam tawa melihat ekspresi Rizzar yang menurutnya justru kocak. "Oke, siapa takut. Kurcaci terima dengan senang hati tawaran Peri. Jadi kita ketemu dimana, Peri Baik?""Kita ketemuan di Stasiun Kota jam dua, bagaimana?"
"Stasiun Kota, Peri? Hmmmm memang kita mau kemana sih, Peri?"
Ara makin mengedipkan matanya, makin bersemangat menggoda Rizzar yang ekspresinya makin lucu dan aneh. "No more question, Kurcaci. See you tomorrow. Sekarang sudah malam, malam Jumat pula, sebaiknya Kurcaci pulang ke rumah ya".
Rizzar tertawa kecil, "Iya, Peri...sekali lagi makasih banyak untuk senyum dan tawa malam ini. Selamat istirahat, Peri Baik. Kalau Peri mimpi indah malam ini, jangan lupa ajakin Kurcaci main bareng, ya". Ara tertawa sambil mengangguk dan Rizzar pun makin larut dalam tawanya. Setelah saling berbagi salam dan saling mendoakan satu sama lain untuk saat istirahat mereka malam itu, Ara pun bergegas pulang sambil berlari kecil menerobos gerimis yang bercanda malam itu, setelah sebelumnya ia menolak tawaran payung dari Rizzar.

-Bersambung di Misi Jumat Rizzar Ara, ha ha -

Ada Kisah Kita Diantara Kamu dan AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang