Sepertinya keadaanku saat ini sudah makin membaik. Panasku kini telah reda. Bahkan aku sekarang sudah tak pusing lagi. Untung hari ini hari minggu. Dan berhubung sakitku sudah sembuh meski belum total, aku akan membuat naskah komik untuk part selanjutnya.
Entah kenapa mimpiku tadi malam memberi sedikit inspirasi. Aku bermimpi tentang ikan raksasa yang gemar memakai rok. Dan ikan ini mirip sekali dengan Yoshiro -3-
Aku segera beranjak turun dari ranjangku. Tapi sepertinya ada sesuatu yg mengganjal kakiku. Siapa ini? Hah? Mana mungkin itu dia?
Dan saat aku melihat ke arah kakikku, ternyata si kuro tidur di atas kakiku.
"Miaaawww~"
Sial. Pikiranku saja yg terlalu berharap. Mana mungkin anak seperti itu akan menemaniku seperti halnya di novel-novel ataupun di buku-buku manga?
Aku membuang selimutku ke arah kuro. Kini kuro terpendam oleh selimut putihku. Kuro berusaha keluar dari sana sambil mengeong iba padaku. Lucu sekali. Aku tertawa sejenak. Hingga akhirnya tawaku itu terputus oleh suara gaduh dari arah dapur.
Biasanya suara itu ditimbulkan kuro saat ia berusaha meraih kaleng makanannya ataupun piring makannya yang ternyata berisi air. Membuat bulu-bulu halusnya itu basah semua.
Tapi tunggu dulu, kuro kan ada di sini? Lantas siapa? Jangan-jangan ada pencuri?
Dengan sigap aku meraih pemukul baseball ku yg terbuat dari kayu. Aku jalan mengendap-endap menuju dapur. Dari balik pintu, aku tak dapat melihat siapapun. Jangan-jangan, pencuri itu bersembunyi?
Tiba-tiba, aku melihat siluet laki-laki dari balik pintu. Tanpa pikir panjang, aku ayunkan pemukulku dan tepat mengenai lengannya. Aku tak tega saja kalau aku memukul kepalanya ._.
Tunggu, aku mendengar jeritan aneh. Perlahan aku membuka mataku yg tadinya terpejam karena takut memandang pencuri itu. Aku memusatkan perhatianku ke bawah kakiku.
"Yana-chan kejam."
Gek?! Kenapa manusia dekil itu masih di sini?
"Ke...kenapa kamu masih di sini sih?" sahutku sambi terbata-bata.
"Lho? Kan aku udah bilang kalo mau merawatmu."
"Kapan?"
"Kemarin. Pas kamu tiba-tiba jatuh ke bahuku."
Apa?! Bahu? Aku jatuh ke bahunya?! Bohong. Anak ini pasti mengarang ceritanya sendiri
"O...oh..." sial, kenapa aku justru berkata begini sih? -_-
Sepertinya Yoshiro mengabaikan omongan tadi. Ia segera bangkit dan membawakan nampan berisi onigiri buatannya. Sepertinya ia mulai menyerah membuat sesuatu seperti sup dan lainnya. Jelas saja, dia kan paling payah dalam hal memasak.
Yoshiro menggiringku menuju meja makan. Ia meletakkan makanannya dan segera menyeretkan kursi untukku duduk. Yoshiro juga membuatkanku susu strawberry hangat kesukaanku.
"Maaf ya yana-chan, aku cuman bisa bikin ini. Cuman ini masakan satu-satunya yang bisa kubuat." sahut Yoshiro sambi menggaruk-garuk kepalanya.
"Terimakasih..."
Entah kenapa, Yoshiro langsung memalingkan wajahnya dariku. Mungkin dia kecewa denganku?
Namun aku tak peduli. Aku segera menyantap onigiri yang sedaritadi melambai-lambai di depanku.Wah, rasanya enak sekali. Benar-benar ini anak. Paling payah dalam hal memasak, tapi sekalinya ia ahli di satu bidang, dia benar-benar luar biasa!
"Gimana, Yana-chan? Enak kan?" nampaknya Yoshiro memergokiku.
Aku segera memalingkan wajahku ke bawah. Aku tak berani menatap wajah Yoshiro. Aku hanya mengangguk kecil.
"Ngomong-ngomong, kamu udah enakan? Tadi tendanganmu lumayan keras untuk seorang Yana yang kemarin untuk berdiri aja susah."
"Iya. Kenapa?" sial anak ini, sempat-sempatnya dia mengejekku.
"Tak apa. Habiskan yaa~" lagi-lagi, Yoshiro menampakkan wajah ke-'wanita'-annya. Tak tahan, aku langsung memalingkan pandanganku ke langit-langit.
Setelah selesai menyantap onigiri, aku segera menuju ruang tengah untuk melanjutlan garapan naskah komikku.
SRET!!
"Yana-chan, kamu mau ngapain?"
Yoshiro menghalangi langkahku saat dua langkah lagi aku hampir tiba di meja kerjaku. Yoshiro memegangi tanganku dari belakang. Membuatku dapat melihat keseluruhan wajahnya dari jarak yang hanya berkisar satu jengkal tangan.
Matanya yang indah itu langsung menusuk tajam pandanganku. Membuat degup jantungku tak terkontrol. Semoga saja dia tak menyadarinya.
"Aku...aku...mau melanjutkan naskahku..."
Yoshiro makin mendekatkan tubuhnya ke tubuhku. Ia mengunci gerakanku. Wajahnya nampak geram. Sepertinya ia kesal terhadap sikapku yang suka memaksakan diri. Aku membelalakkan mataku secara otomatis. Mulutku makin terkunci. Tubuhku membeku. Jantungku berdebar makin kencang. Aku semakin menggila.
Aku berusaha melepaskan ikatannya. Aku bersikeras untuk tetap melanjutkan naskahku sebelum ditagih oleh editorku. Aku ingin bekerja lebih baik daripada kemarin.
"Lepaskan!"
Sejenak Yoshiro melepaskan ikatannya. Aku merasa lega dan mulai melangkah menuju meja kerjaku.
Tanpa kuduga, Yoshiro tiba-tiba mengangkatku dari belakang. Dia menggendongku layaknya sepasang pengantin.
"Hei! Apa yang kamu lakukan bodoh?!"
Yoshiro tak mengeluarkan sepatah katapun. Ia terus melangkah maju. Sesekali aku memukul-mukul wajahnya. Dan pada akhirnya aku menghentikan perbuatan itu. Karena Yoshiro menatapku dengan tatapan kecut dan tajam.
BRUG!!
Dia menaruhku begitu saja. Nampaknya ia benar-benar kesal.
Saat Yoshiro membalikkan badannya keluar, aku diam-diam mengambil celah untuk bangun. Tapi usahaku sia-sia. Gerakannya terlalu cepat. Ia dengan tangkas membalikkan badannya dan mendorongku sampai hampir membentur tembok.
"Jangan macam-macam, kalo keadaanmu besok makin parah, tak ada ampun untukmu. Sudah, aku tinggal pulang ya. Istirahatlah."
GLAR!!
Yoshiro membanting pintu kamarku. Aku hanya terdiam dan menuruti perintah Yoshiro untuk istirahat.