Mereka memutuskan untuk beristirahat saat hari mulai gelap, dengan hanya berbekal sebuah daun yang sangat lebar untuk alas tanpa selimut ataupun bantal, dibawah pohon rindang tempat mereka berteduh. Sina merasa seperti gelandangan, rupanya kedua pengikutnya tak begitu ahli dalam urusan bertahan hidup. Namun mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi lontong, dan Sina tak begitu menyukai lontong.
Bukannya manja, tapi, di novel fantasi yang biasa Sina baca biasanya tokoh yang dibawa ke dunia lain bisa tidur dengan nyaman, setidaknya ada perbekalan dan peralatan yang bisa digunakan. Astaga, Sina tak habis pikir dengan pelayannya itu, belum lagi Sina hanya mengenakan seragam sekolahnya yang berlengan pendek dengan rok pas dibawah lutut.
Tapi Sina tak mau memberitahu keluh kesahnya, bisa-bisa pelayan setianya kumat, contohnya saat ini.
"Tuan Sina, jika Anda kedinginan Anda dapat masuk ke dalam pelukan saya yang menghangatkan ini, Tuan." katanya sambil tersenyum menyeramkan.
Sina yang tadinya berada di sebelah Fasco, segera pindah menjadi ke sebelah Troll.
Tapi Fasco tak menyerah ia terus saja mengejar tuannya sambil berkata, "Tenang saja, saya akan memberi Tuan Sina kehangatan." sambil memasang wajah melas.
Sina yang tak tahan dengan tingkah pelayannya pun ambil suara, "Apapun selain pelukan mu."
Mendengar kalimat itu, yang bisa Fasco lakukan hanyalah pundung.
"Sudah, sudah. Ini, walau tak seberapa setidaknya selimut ini dapat memberimu kehangatan." kata Troll sambil menyerahkan sebuah selimut yang terbuat dari jerami.
"Kau membuatnya sendiri?" tanya Sina.
"Iya, aku sudah lama tinggal di hutan sendiri. Jadi, aku lumayan ahli dalam urusan bertahan hidup." jawab Troll.
Sina mengangguk-angguk meralat pikiran bahwa hanya satu pengikutnya yang tak berguna.
"Jika kurang hangat Tuan Sina dapat masuk ke pelukan saya." Fasco masih berusaha.
"Tidurlah, perjalanan kita masih panjang." kata Sina yang sudah masuk posisi tidur.
Troll menyusulnya, menyisakan Fasco yang masih terduduk. Niatnya sih ingin menjaga tuannya dari bahaya yang bisa datang kapan saja, namun tak bisa dipungkiri bahwa dirinya takut dan mengantuk.
Waktu mulai berlalu, entah sudah berapa lama Fasco terjaga, selama itu pula ia tak melihat hal yang aneh. Hingga dirinya melihat semak-semak di depannya bergerak-gerak. Fasco sudah bangkit dari posisinya, dirinya berniat mendekati semak-semak tersebut, walaupun ketakutan ia lebih mementingkan keselamatan tuannya.
"Tidurlah! Aku sudah membuat pelindung di tempat ini." suara parau Troll menginterupsi kegiatan Fasco.
Pelayan tersebut berusaha bersabar, walau sebenarnya kesal setengah mati. Tapi, ia tak ingin membuang-buang energi nya untuk marah-marah dan lebih memilih untuk terlelap.
Rasa-rasanya, Fasco baru ingin memasuki alam mimpi. Namun, tepukan pada pipinya dan juga guncangan di tangannya membuatnya tersadar.
"Bangun! Kita harus segera pergi ke Air Terjun Waterfall." kata sang tuan.
Walaupun masih mengantuk, tapi ia akan tetap mengutamakan tuannya. Fasco membantu Troll juga Sina merapikan tempat peristirahatan mereka, lalu mencari beberapa buah yang ada disekitar lokasi tersebut untuk perbekalan. Perjalanan dilanjutkan, dengan Troll yang memimpin perjalanan diikuti Sina dan Fasco yang saling berdampingan.
###
Sudah cukup lama mereka berjalan, dan selama itu pula belum ada bahaya yang mengganggu seperti yang Sina pikir akan terjadi. Jika dipikir-pikir, sebenarnya Dimensi 4 adalah tempat yang damai, tugas Sina juga hanya menjaga barrier, bukan mengalahkan makhluk jahat. Jadi, bisa dibilang wajar saja fasilitas yang Sina terima tidak seenak novel fantasi yang biasa ia baca.
Hoam...
Sina menoleh, mendapati pelayannya yang berusaha untuk tak memperlihatkan rasa kantuknya. Mendesah pelan, akhirnya Sina memutuskan untuk beristirahat.
"Ayo kita beristirahat!" ujar Sina.
"Apa Tuan Sina lelah? Mau saya gendong? Atau Tuan Sina mau memakai kendaraan? Kalo begitu saya akan mencarinya." kata Fasco panik.
"Tidak usah! Lagipula kita kan belum makan." lanjut Sina sebelum Fasco semakin liar.
"Baiklah, aku akan mencari sesuatu yang mengenyangkan. Kalian makan buah-buahan yang dibawa saja untuk pengganjal, kalian berhati-hati lah selama aku pergi." Troll mengajukan diri.
Yang dijawab anggukan oleh Sina dan kata 'siap' oleh Fasco. Lalu keadaan menjadi hening, Fasco malah berdiri dan berjaga bukannya beristirahat.
Sina mendesah pelan, "Tidurlah Fasco."
Fasco menoleh, "Tidak bisa, jika Tuan Sina terluka saya tidak bisa memaafkan diri saya."
Sina menepuk jidatnya, ia yang tadinya terduduk kini berdiri dan menarik lengan Fasco dan menyuruhnya duduk.
"Tidurlah, jika kau kenapa-napa siapa yang akan menemaniku? Aku juga akan sedih." kata Sina lembut sambil mengusap puncak kepala pelayannya, walaupun ia menambahkan dusta pada kalimat terakhirnya.
Fasco tak bisa untuk tak kaget, pasalnya Sina yang merupakan tuan serta panutannya tengah bersikap manis padanya. Bukannya senang atau gugup, Fasco malah terharu, karena sebelum tuannya kehilangan ingatannya pun Fasco tak pernah diperlakukan seperti ini.
Akhirnya Fasco menurut, ia menutup mata dan menyandarkan kepalanya di pundak Sina, walaupun Sina sendiri tak menyukainya. Namun, jika terjadi apa-apa pada pelayanannya itu, Sina kan jadi tak bisa membullynya.
Disisi lain, Troll yang tadinya bersikap seperti pahlawan sebenarnya sedang berusaha mengendalikan rasa takutnya. Makhluk itu tak terbiasa tinggal jauh dari habitat aslinya, terlebih sebenarnya ia sangat takut dengan serangga.
Karena ia ingin berguna, dikerjakan lah tugasnya untuk mengumpulkan makanan. Dirinya mendekati sungai terdekat yang ada di sana, barangkali ada beberapa ekor ikan dan tumbuhan yang dapat dimakan.
"Tolong!"
Troll tersentak, dirinya menoleh ke kanan dan kiri, mencari asal usul suara tersebut.
"Siapa saja, tolong aku!"
Suara itu kembali terdengar, kali ini lebih keras dari sebelumnya. Troll pun mendekati semak belukar yang ia kira asal usul dari suara itu.
"Akhirnya aku selamat."
Buru-buru, Troll menolong sesosok peri yang terjebak di semak belukar itu.
"Kau selamat." ujar Troll.
"Terimakasih atas bantuan mu." balas peri tersebut.
"Sekarang pergilah!"
Sang peri mengerucutkan bibirnya, merasa diusir oleh Troll.
"Kau tak melihat luka yang ada di sekujur tubuhku?" kata sang peri ketus.
"Lalu apa mau mu?" tanya Troll.
"Bisakah kau membawaku?" sang peri balik bertanya.
Troll berpikir sejenak, tak lama ia mengangguk pelan, "Tapi saat kau sudah sembuh kau harus pergi."
"Baiklah, omong-omong. Perkenalkan, aku adalah peri tercantik di seluruh dimensi, Vaery. Dan kau?"
"Troll."
"Aku tahu kau troll, tapi namamu?"
"Troll."
"Aku tahu, tapi-
"Namaku memang Troll." potong Troll galak.
"Aku mengerti." balas Vaery yang sudah ciut.
"Sekarang aku akan mencari beberapa bahan makanan, kau bisa menunggu ku hingga selesai."
"Tenang saja, aku akan membantu mu."
Lalu mereka berdua mulai mencari bahan makanan, sesekali Vaery membantu mencari makan menggunakan kemampuan telekinesis miliknya.
Tak terasa cuaca yang tadinya hangat sekarang menjadi terik, Troll lupa bahwa ia meninggalkan dua makhluk kelaparan. Karena bahan makanan yang dikumpulkan sudah cukup banyak, akhirnya Troll memutuskan untuk kembali bersama Vaery.
###
TiBiSi