bagian 4 (pintu masuk)

51 1 0
                                    

Masih tentang awal perkenalan mereka ya. Selamat membaca

***

Sudah sebulan lebih aku menjadi siswi SMA. Dikelas, aku duduk dengan Nadin, orang yang pertama kali berkenalan denganku saat masa Orientasi hari pertama. Orangnya lembut dan manis. Saat pertama kali berkenalan, bisa kulihat kepolosannya, membuatku tidak ragu untuk mengajaknya berteman. Mempunyai teman seperti Nadin sepertinya membuatku tidak banyak berbuat dosa, itulah yang kufikirkan saat pertama kali berkenalan denganya.   

Tahun ajaran baru telah di mulai dan kabar baiknya, hujan menyertai. Ngomong-ngomong soal hujan, aku jadi teringat pada Dhani. Si cowok basah kuyup itu. Dia sekelas denganku. Dia duduk  di barisan paling depan, dekat dengan meja guru. Hal itu membuatnya terlihat seperti orang bisu ketika guru sedang mengajar tapi terlihat seperti pemain kuis handal saat guru bertanya. sangat berbeda dengan teman-teman lelaki yang lain. Mereka bahkan sering mengacuhkan guru yang sedang mengajar dengan mengobrol.

Dhani juga pintar. Tetapi kepintarannya tidak cukup untuk menghapus kenangan saat dimana ia datang dengan keadaan menyedihkan waktu itu. Orang-orang masih menatapnya dengan aneh. Malah semakin parah. lagipula Dhani seperti membuka jalan bagi  para pecundang itu untuk menghina dirinya. Kalau pada hari pertama ia kehujanan dengan seragam kotor, hari seterusnya sampai dengan hari ini ia mengenakan seragam yang kumel dan sedikit kekecilan,  seperti baju yang sudah lama sekali tidak digantinya.  Aku heran, apakah ia tidak membeli seragam baru? Apa alasannya? Tidak punya uang? Jika itu memang alasannya, coba lihat seluruh perlengkapan belajarnya saat ini. Semuanya baru dan kinclong. Tidak hanya itu, aku berkali-kali melihatnya berganti pulpen dengan berbagai warna Yang cerah padahal baru sebulan kami memulai tahun ajaran baru. Kelakuannya seolah mengesankan sudah sangat banyak pelajaran yang ditulis olehnya. Tinta pulpenku bahkan baru habis seperempat bagian. 

Pokoknya Dhani itu sangat mencolok. Bagaimana mungkin penampilannya yang kelewat sederhana itu bisa mempunyai peralatan belajar yang serba wow. Jika melihat keseluruhan dirinya, memang hanya peralatan belajarnya saja yang terbilang lebih wow dari penampilannya itu. Wajahnya tampan kok, tidak ada kacamata culun yang bertengger dihidung mancungnya. Penampilannya biasa saja, namun karna sudah serba kusam, jadi terlihat aneh dimata orang-orang.

Aku tahu diriku tertarik padanya. Jujur saja, aku sangat ingin mengenalnya lebih dalam. Namun bingung harus bagaimana. Mengajak kenalan secara pribadi kemudian mulai bertanya-tanya tentang dirinya? Sangat  mustahil untuk dilakukan. Dhani sepertinya lumayan pendiam. Semenjak kelas ini terbentuk,  Dhani tidak pernah terlihat menjalin hubungan pertemanan dengan penghuni kelas.  Mungkin sebenarnya ia ingin, tetapi melihat tatapan penilaian yang ditujukan padanya mempunyai aura negatif,  Dhani lebih memilih berdiam diri.

Hey,  aku sangat ingin menjadi temanmu, Dhan. Please, ajaklah aku berkenalan. Aku tidak perduli dengan semua orang disekolah ini. Aku hanya ingin kamu.

Lagipula  Jikalau kelak aku akan dijauhi karena aku berteman dengan Dhani,  aku sama sekali tidak keberatan. Aku sudah terbiasa mempunyai teman yang sedikit.

Hari ini sekolah berakhir seperti biasanya. hujan deras sudah berganti menjadi gerimis. Aku menunggu bus dengan sabar di halte sambil menggoyangkan kakiku. Tetapi sepertinya aku melupakan sesuatu. Apa, ya?

Astaga, hampir saja aku lupa. Buku yang ku lihat di toko buku kemarin hanya tersisa satu. Jika aku tidak membelinya hari ini, mungkin aku akan kehilangan kesempatan membaca buku yang dari sinopsisnya saja sudah benar-benar menarik.  Berlari-lari kecil, aku menuju toko buku yang tidak jauh dari halte.

Aku dan DirimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang