bagian 5 (Terimakasih, Naya.)

61 1 0
                                    

Semoga suka ya dengan cerita saya yang abal ini. Selamat membaca..

***

Sering kali aku merenungkan apa yang terjadi belakangan ini. Ulang, bukan sering, melainkan setiap waktu. Hariku tersita hanya untuk fokus pada Dhani. Aku prihatin  padanya tetapi juga kagum. Dia masih juga belum mengganti seragam kumelnya. Yang ku tahu, ia sama sekali tidak merasa keberatan akan hal itu. tetapi bagaimana bisa sih, penampilan yang seharusnya paling ia utamakan malah dia abaikan begitu saja. Aku masih heran.

Beberapa hari yang lalu, aku sangat gembira saat Dhani bilang bahwa adiknya sudah selesai membaca buku yang kami beli waktu itu. Tetapi kesenanganku musnah tak berbekas karena Dhani tidak menepati janjinya untuk membawaku mengambil sendiri buku itu dari adiknya. Katanya,adiknya sedang sakit dan tidak mungkin membawaku ke rumah sakit yang lumayan jauh dari sekolah.Usahaku tak berarti apa-apa, aku masih belum bisa mengenal Dhani lebih dalam.

Sekarang, Dhani sedang duduk sambil membaca buku di sampingku. Teman sebangkunya mengusirnya karena tidak tahan sebangku dengan orang aneh seperti Dhani. Memikirkannya membuatku lagi-lagi sangat ingin menangis sambil mengelus kepala Dhani yang malang. Waktu itu, tanpa berfikir dua kali aku menyuruh Nadin pindah saja karena kami juga tidak terlalu akrab lantaran dia yang terlalu pendiam. Tetapi Nadin masih beruntung karena orang-orang tidak memandangnya dengan sebelah mata seperti Dhani.  Aku menyarankan agar Dhani duduk di sebelahku saja. Dhani dengan senang hati menerima tawaranku. Sesekali, ia masih sering melontarkan kalimat 'terimakasih, Naya' padaku hingga saat ini. Tapi jangankan untuk membalas ucapannya, menatapnya saja kadang aku tidak sanggup. Hal-hal yang terjadi pada Dhani seharusnya tidak bisa dibiarkan begitu saja. Di usia remaja memanglah masa seseorang mengalami kelabilannya. Tapi apa harus sampai mengucilkan serta mengklaim hal yang tidak biasa itu adalah hal yang buruk? Tidak, kan? Sekali lagi aku menegaskan bahwa Dhani bukanlah orang aneh.

Kemarin, aku mengutarakan ketidaksukaanku akan tindakan Dama -nama teman sebangku Dhani-pada orangnya langsung tetapi bukannya membuat anak tidak tahu sopan santun itu sadar, aku malah balik di kucilkan. Si tukang cari muka,sok berperikemanusiaan dan lain sebagainya, dia mengataiku begitu Teman sekelas yang lain meski mereka tidak ikut meledekku, aku bisa melihat pandangan mereka sudah berbeda terhadapku. Aura negatif memancar dari pandangan mereka. Yah pada akhirnya apa yang ku perkirakan terjadi juga. Aku telah masuk ke dalam kelompok Dhani. Dan aku sangat senang akan hal itu.Lagipula siapa sih yang sudi punya teman seperti mereka?  mereka jadi semakin terlihat menghawatirkan saja. Yang salah dibilang benar dan yang benar di bilang sangat sangat salah. Aku masih tidak habis fikir.

''Naya, kamu kenapa?'' Dhani memandangku aneh saat aku mengetuk-ngetuk kepalaku beberapa Kali.

''Apa? Oh aku lagi puyeng nih.'' Aku cengengesan.

''Mau saya ambilkan air hangat?'' Tawarnya yang dengan segera ku tolak. Dia sedang membaca dengan serius sampai keningnya berkerut begitu, mana tega aku meminta tolong padanya. Lagipula aku tidak butuh air, aku hanya butuh agar Dhani setidaknya berhenti membuatku merasa sangat penasaran pada dirinya.

''gak usah Dhan, kamu lanjut aja bacanya.'' Aku tersenyum kecil.

''Yakin?'' Tanyanya dengan alis terangkat sebelah. Ah, dia ini sebenarnya sangat tampan alias tipeku sekali. Aura nya juga sangat cerah. Meski diperlakukan tidak baik, ia menanggapinya seolah-olah dirinya punya dunia sendiri yang lebih penting ketimbang meladeni orang-orang yang meremehkannya. Ketika berbicara, suaranya lembut sekaligus tegas, membuat jantungku berkaraoke di dalam sana.

''Yakin banget, Dhan. Yakinnnnnn bangettttt.'' Aku mengangguk sungguh-sungguh.

Dhani tertawa kecil melihatku. ''Oke.''

Aku dan DirimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang