B

1.1K 73 17
                                    

DUA
Backyard Accident

(-)

Bel istirahat berdentang nyaring layaknya suara dentingan sendok garpu dengan piring di sebuah restoran ternama. Bunyi nyaring yang sederhana itu ketika masuk ke dalam rongga telinga kita pasti tersulap menjadi melodi yang terdengar indah.

Dewi Fortuna sedang berpihak pada kelas X IPA 2 hari ini. Jam kosong 3 mata pelajaran sukses membuat seisi kelas gaduh, sibuk akan urusan masing-masing. Sekelompok anak perempuan ribut membicarakan boyband Korea yang kabarnya akan merilis album pertengahan bulan ini. Sementara murid cowok, menyetel lagu-lagu rock hingga volume maksimal. Mereka menggelar konser lipsync tanpa tiket dengan suara pas-pasan yang anehnya dapat memikat cewek-cewek kelas.

Sorakan kemerdekaan (lagi-lagi) mendominasi kelas bercat kuning pucat itu. Pintu kelas dibuka selebar pintu gerbang, dan makhluk-makhluk kelaparan itu langsung menghambur ke luar--tujuan utama; kantin.

Lain halnya dengan cowok berkulit sawo matang yang masih sibuk dengan pikiran liarnya, entah apa itu. Ia hanya memandang teman-temannya dengan tatapan dungu.

Istirahat dalam kamus hidup Aga adalah salah satu kegiatan yang membosankan, sekaligus menjengkelkan. Ia hanya melihat orang yang lalu-lalang memesan makanan, rela mengantri panjang hanya untuk mengisi sejenak perut yang keroncongan.

Sementara ia, hanya duduk diam menatap pintu yang kian lama kian rusak karena terlalu sering dibuka-tutup pada jam istirahat.

Aga tidak menyukai keramaian.

Atau lebih tepatnya, trauma.

Entah kelebihan atau malah kekurangan, ia kuat tidak makan selama lebih dari 5 jam berperang dengan soal-soal memusingkan. Keturunan dari ayahnya.

Di tengah aktivitasnya yang tidak jelas itu, Aga tiba-tiba teringat akan taman sekolah yang 2 minggu lalu ia temukan. Tidak terlalu indah, namun cocok untuk tempat membolos, atau hanya sekadar tempat nongkrong anak-anak galau Arthajaya.

Aga bangkit dari kursinya, menciptakan deritan bangku yang membuat sebagian murid di kelas menoleh ke arahnya. Merasa tidak berurusan, Aga melenggang pergi begitu saja, meninggalkan tanda tanya yang hinggap sejenak di otak mereka. Itu idiot apa gimana, sih?

::::

Rumput gajah mini dan dua buah kursi taman berkarat langsung tersaji begitu saja ketika Aga baru sampai ke tempat--yang sebenarnya bukan rahasia--itu. Pohon mangga berusia 12 tahun kokoh berdiri di tengahnya, menyampaikan pesan tak terbaca yang mungkin saja terdengar menyenangkan.

Dinding semen tanpa cat yang mengelilingi taman ini rasanya mengganggu pemandangan. Puing-puing bekas perbaikan aula juga masih tersebar berserakan di sisi kiri taman, menghancurkan ekspektasi murid baru seperti Aga. Tempat ini sudah jarang dikunjungi petugas kebersihan, apalagi guru. Yang sekarang dialihfungsikan menjadi tempat 'bolos berjamaah' yang sulit kepergok.

Untungnya, siang ini tidak ada yang berkunjung ke taman. Hanya ada seekor-dua ekor burung kenari yang hinggap di atas pohon mangga, dan samar-samar terdengar suara bising dari kantin sekolah.

Jika kamu membayangkan tempat ini seperti ladang bunga di film-film Bollywood, kamu salah.

Jika kamu membayangkan tempat ini seperti bukit hijau seperti di serial Teletubbies, kamu salah besar.

Aga tiba-tiba tertawa, entah kerasukan atau apa. Ia berjalan enteng dengan langkah kakinya yang lebar menuju salah satu kursi taman. Duduk. Ya, hanya duduk. Menikmati segalanya yang ia harap akan berjalan sempurna.

AlphabetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang