13. "A-Alvaro? Alvaro Adler?"

670 44 4
                                    

Riuh suara penonton memenuhi tribun. Teriakan-teriakan bertambah besar ketika para pemain basket telah memasuki lapangan.

Di salah satu bagian tribun, Elle duduk bersama Luna. Keduanya tengah berada di SMA Angkasa, lawan sekolah mereka hari ini.

"Ih nyebelin banget! Kalo kayak gini gue nggak bisa lihat honey bunny cuppy cake dong!"

Sedari tadi gerutuan Luna terus berlanjut. Cewek itu benar-benar kesal karena mereka duduk jauh dari lapangan. Keduanya datang cukup telat dikarenakan macet, membuat mereka nyaris kehabisan tempat.

"Mana pertandingannya penting banget lagi!"

Satu hal yang membuat Luna bertambah kesal ialah pertandingan kali ini merupakan pertandingan terakhir pacarnya. Sebelum kelas 12 tidak lagi diperbolehkan mengikuti pertandingan guna mempersiapkan ujian mereka.

"Untung gue bawa ini," girang Luna sembari mengeluarkan sebuah benda dari tasnya.

"Ngapain lo bawa teropong?" kaget Elle.

"Ini persiapan Elle, buat keadaan unexpected kayak gini." Luna menggeleng dramatis, "Bayangin gue nggak bawa ini, gue bakal kehilangan satu momen, Elle! Nggak, gue nggak mau bayangin!"

"Cih bucin," cibir Elle yang diabaikan Luna. Cewek itu kini sibuk menatap lapangan lewat teropongnya.

"Ihh ganteng bangeeett. Pacarnya siapa sih?!"

Elle memutar bola mata jengah. Beberapa bulan berteman dengan Luna tidak membuatnya terbiasa dengan kebucinan cewek itu.

"Ini kalo ada kak Alvaro teriakannya bakal lebih kenceng," celetuk Luna.

Ngomong-ngomong tentang Alvaro, Elle jadi memikirkan satu hal.

"Kok Alvaro nggak ikut? Tau sih, dia lagi ngurusin proyek. Tapi kan ini pertandingan terakhir, masa nggak ikutan," monolog Elle.

Luna menimpali, "Lah, kak Alvaro bukan anak basket Elle."

"Hah bukan ya?"

Luna menggeleng. "Terus yang di lapangan dulu apa?" tanya Elle lagi.

"Ohh itu mah cuma main doang. Emang sering gitu dia, ikutan main. Biasanya ya kalo ada pertandingan basket, kak Alvaro kan sering nonton, nah kalo dia ada, percaya sama gue, teriakannya bakal lebih kenceng dari sekarang."

Elle mendengus pelan, "Gue kira dia cuma populer di sekolah kita."

Luna menoleh seraya terkekeh kecil, "Kak Alvaro populer banget tau. Satu, karena dia ganteng. Dua, dia pinter. Tiga, jago berantem. Empat, dia Adler. Siapa coba yang nggak tau eksistensi keluarga Adler."

"Jago berantem?" gumam Elle yang dijawab Luna dengan deheman.

Elle mengerutkan dahi. Ini hal baru yang didengarnya tentang Alvaro. "Tapi Lun, gue nggak per---"

"Gantengnya pacarku, aw!"

Elle menatap Luna datar. Sementara yang ditatap menoleh dengan cengiran lalu kembali menikmati objek yang ditatapnya dengan teropongnya.

"Pacar lo yang mana sih sebenernyaaa? Kok lo bisa sebucin iniii?"

"Lah lo nggak tau?"

Elle menggeleng, "Nggak, lo belum pernah nunjukin ke gue."

"Loh iya yah," gumam Luna setuju.

Cewek itu lalu mengangkat tangannya, menunjuk satu diantara orang-orang yang sibuk memperebutkan bola oranye. "Itu Elle, yang nomer 19. Itu tanggal lahir gue fyi."

Unforgettable SpellsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang