XI IPA 1. Kelas yang tadinya ribut seketika menjadi hening ketika seorang guru melangkah memasuki kelas, diikuti seorang siswi yang berjalan di belakangnya.
"Baiklah semuanya! Hari ini kita kedatangan murid baru. Silahkan perkenalkan diri kamu," ucap guru berumur pertengahan tiga puluhan tersebut.
Murid-murid cowok menatap dengan antusias. Sedangkan murid cewek, sebagian berbisik kagum, sebagian lainnya berbisik sinis dengan tatapan mencela.
"Nama saya Ra—"
"AAAAAAA KECOAK!!!"
Sebuah teriakan melengking terdengar dari sudut kelas, memutus ucapan si murid baru. Disusul teriakan lainnya.
"KECOAK!! ADA KECOAK!!"
"MANA KECOAKNYA??!! DIMANA NJIR!"
"AAAAAAAAA!!"
Murid-murid cewek sibuk berteriak seraya menyelamatkan diri. Ada yang berlari tak karuan, bahkan ada yang sudah naik ke meja ataupun kursi mereka. Begitupun si murid baru yang berdiri di pojok dekat meja guru, menatap was-was setiap bagian kelas. Bisa saja kan tiba-tiba kecoak itu berada di dekatnya.
Sedangkan murid cowok, huft namanya juga cowok. Mau ada kesempatan ataupun tidak, yang namanya mengganggu itu wajib. Para murid cowok sibuk tertawa sembari merekam wajah-wajah ketakutan dari murid cewek. Lumayanlah buat nambah-nambah koleksi aib. Beberapa juga sibuk memprovokasi, menambah ricuh kekacauan.
"THALIA KECOAKNYA TERBANG KE LO! LARI THALIA! LARII!!"
"LUNA DI RAMBUT LO! DI RAMBUT LO ADA KECOAK LUN! DUA LUN! DUAAA!"
Kelas benar-benar kacau saat ini. Juga penuh dengan teriakan. Orang-orang di luar kelas mungkin akan menatap penuh tanya akan apa yang sedang terjadi.
Guru mereka merupakan satu-satunya perempuan di ruangan ini yang berekspresi datar. Dia masih berdiri di tengah kelas dengan mata yang menatap tajam penjuru kelas.
"SILEEEEEEENNNTTT!!!"
Sontak, semuanya menjadi hening mendengar teriakan guru mereka. Tak ada lagi teriakan melengking dari para murid cewek, juga tawa menggelegar dari para murid cowok. Semua pergerakan juga terhenti. Baik cewek-cewek yang berlarian, naik ke kursi ataupun meja, ataupun cowok-cowok yang sibuk merekam. Semuanya berhenti dan hening.
Guru tersebut lalu melangkah dengan tegas menuju salah satu meja. Membungkuk lalu menangkap kecoak tersebut dengan mudah. Kemudian berjalan keluar sambil menenteng kecoak tersebut dengan tangan kosong. Semua murid menahan napas dengan ekspresi kagum menatap aksi heroik tersebut.
Setelah membuang kecoak, sang guru kembali masuk. Berdiri di depan kelas lalu menyemprotkan tangannya dengan handsanitizer yang diambilnya dari saku. Mulutnya masih sibuk mengomel pelan, "Tidak bisa dibiarkan. Ini harus dibahas dalam rapat mingguan nanti,"
"Kalian saya berikan waktu 10 detik untuk kembali ke tempat masing-masing. Dimulai dari sekarang,"
Para murid dengan tergesa kembali ke tempat masing-masing. Sedangkan si murid baru kembali berdiri di sebelah guru tersebut.
"Ah iya kamu. Silahkan duduk di bangku yang masih kosong,"
Gadis itu menatap kelas. Semua bangku telah terisi. Kecuali satu, di sebelah cewek dengan rambut hitam yang dicepol asal.
Murid baru tersebut duduk tepat di samping jendela. Ketika dia duduk, cewek yang menjadi chairmate-nya mengulurkan tangan dengan senyum ramah.
"Luna, lo?"
"Elle," ucapnya dengan senyum.
"Blasteran, I guess?"
Elle mengangguk pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgettable Spells
Teen FictionAccio happiness Obliviate sadness Allohomora love Tanpa sadar Alvaro tersenyum membaca tulisan tersebut. Ini mungkin terdengar gila, tapi rasanya mantra itu berhasil menenangkan perasaannya yang sedang gundah. Rachquelle Valerie. Dan yang lebih gila...