o2 ✖

221 34 7
                                    

"Asela ...,"

Sepulang kantor tadi, Biru langsung bergegas menuju rumah. Padahal mobilnya belum Ia parkirkan dengan benar didalam garasi, tapi biarlah itu menjadi pekerjaan Pak Rusdi nanti. Dengan tergesa-gesa dirinya langsung mandi dan sekilas melirik jam yang Ia lupa lepaskan ditangan kirinya, pukul sepuluh malam.

Setelah selesai berbenah diri, Biru segera keluar dari kamar mandi, matanya mengelilingi seluruh isi kamar dan terlihat ganjil ... kemana Asela?! 

Lalu seakan tersadar sesuatu, Biru segera menuju dapur dan firasatnya memang selalu benar, disana, dimeja makan, Asela sedang tertidur dengan bantalan lengannya sendiri.

"Asela ...," ulang Biru sekali lagi. Matanya melirik tajam ke arah Asela.

Asela bergumam, lalu membetulkan letak duduknya, matanya mengerjap bingung begitu merasakan perutnya terasa sakit. "Biru?"

"ngapain disini? Ini juga apa? Kenapa banyak makanan coba?!" sebelum memberikan Asela kesadaran yang benar, Biru langsung mengomel begitu melihat banyak makanan di meja makan. Itu tandanya Asela memasak, mengetahui hal itu membuat Biru mengernyit tidak suka.

Biru menarik lengan Asela. Matanya nyalang menatap ke arah Asela seakan-akan Asela telah melakukan kesalahan dan melanggar peraturan yang besar. "denger gak? Ini apa-apaan coba banyak makanan disini hah?!"

Asela meringis, cengkraman Biru pada lengan atasnya terasa begitu sakit. Pasalnya, sore tadi Asela tidak sengaja jatuh di kamar mandi, dan itu membuat lengannya sedikit memar.

"lepasin Biru! Tangan aku sak—aw!" Asela menahan air matanya yang mungkin sebentar lagi turun membasahi pipinya. Walaupun sifat ayahnya dingin dan terkesan tertutup, Asela tidak pernah diperlakukan seperti ini, terlebih lagi di bentak oleh laki-laki.

"punya telinga itu dipakai! Kalau dibilang gak usah masak, ya gak usah masak, bodoh!"

Asela terdiam, matanya menyipit ke arah Biru, "ya bodoh itu aku atau kamu?!" Asela tidak habis pikir dengan sikap Biru malam ini. Apa yang sebenarnya terjadi pada anak itu? Kalau Biru memang tidak mau memakannya, kenapa ia harus memarahi Asela sampai suaranya mungkin kedengaran sampai teras rumah.

Biru melonggarkan cengkramannya begitu melihat setetes air mata membasahi pipi mulus Asela. Bodohnya ia telah kasar kepada istrinya. Dan entah mengapa Biru seperti merasakan ... tunggu, merasakan apa? Bersalah? Memikirkan itu membuat Biru emosi lantas menghentakkan cengkramannya dan berlalu begitu saja menuju kamar tamu.

Malam ini, hal yang bisa dilakukan Asela hanya berdiam diri di kursi malasnya sambil memikirkan sikap Biru tadi. Sebenarnya, Asela juga dibuat bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi dengan Biru yang sikapnya mendadak jadi aneh dan terkesan kasar juga.

***

Seperti yang sudah-sudah, paginya akan terasa buruk semenjak mengenal Biru. Apalagi ditambah dengan kejadian semalam. Maka begitu selesai menyiapkan sarapan dan memastikan Biru memakan sarapannya, Asela langsung menyibukkan diri menata ulang barang-barang di rak kabinet.

Ia akan menghindari Biru sebisanya, setidaknya sampai beberapa hari kedepan.

Biru yang sedang mengunyah nasi dengan lauk sop ayam bening kesukaannya, hanya bisa diam sambil sesekali menatap Asela yang sibuk merapihkan rak kabinet. Sebenarnya tadi malam Ia tidak bisa tidur. Kebiasaan buruknya jika sedang memikirkan sesuatu. Ia hanya duduk gelisah di ruang kerjanya yang kebetulan bersebelahan dengan kamar mereka sambil memikirkan Asela.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

selbirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang