Tiga

41 2 0
                                    

Shaffa POV

I understand

Dengan sekejap aku membuka mataku. Hujan. Iya, sepertinya di luar sedang hujan. Terdengar suara genting yang bergemuruh karena di jatuhi oleh ribuan titik-titik air. Aku langsung menyambar Tas yang tersampir di dekat kursi. Lalu segera berjalan ke luar UKS. Ah! Kursi yang tadi sempat diduduki oleh Pemuda tadi sudah kosong, itu artinya Pemuda itu sudah keluar dari UKS saat aku terlelap.

Saat aku tiba di sisi lapangan, Semuanya nampak sepi. Pertandingan basket mungkin sudah usai saat aku terbang ke alam mimpi. Aku menghela nafas panjang. Kalau sudah seperti ini, dipastikan aku akan terjebak hujan di sekolah karena tidak membawa payung atau pun jaket.

***

Tinggal beberapa meter lagi. Rumah dengan gaya Eropa mulai terlihat menyembul di atas rumput pendek. Seragam, Sepatu, Tas dan Seluruh tubuhku sudah basah kuyup akibat nekad menerjang hujan yang terus mengguyur deras. Hawa dingin langsung menyelimuti seluruh tubuhku hingga rahang mulut menggigil.

Sampai di depan pintu, aku langsung melarikan tanganku yang sudah bergetar untuk mengetuk pintu, tapi sama sekali tak ada jawaban. Aku yakin, Alga masih ada di rumah. Aku sudah mengancam akan memblokir seluruh Credit Card-nya jika ia sampai berani melarikan diri dari rumah.

Aku tetap bersikukuh mengetuk pintu untuk kedua kalinya. Tapi, tetap tak ada jawaban. Kalau pintu ini tak terkunci, sejak tadi aku langsung masuk karena tidak kuat menahan hawa dingin yang semakin menerpa tubuh.

"Alga... buka pintunya!" Teriakku dari luar dengan nada bergetar.

Pintu terbuka. Aku terkejut, karena mendapati Rey yang membukakan Pintu. Biasanya, Rey selalu bilang kalau dia akan mampir ke rumah atau menungguku di parkiran sekolah untuk pulang bersama.

"Rey?"

Dia manatapku penuh khawatir. "Shaf, kamu kenapa hujan-hujanan?"

Bukannya menjawab aku malah balik bertanya dan langsung melongok masuk ke dalam rumah. "Alga mana?"

"Nggak tahu, dari tadi dia nggak keluar dari kamar," Rey menatapku dengan air muka yang tak aku kenali. "Kenapa nggak bilang kalau masih disekolah? Kenapa nggak telepon aku?"

Aku lupa. Saking terlalu larut dalam tugas, aku tak sempat memberi kabar ke Alga maupun Rey.

"Kalau kamu telepon, aku bisa jemput kamu, kan. Kamu nggak bakal kehujanan."

"Maaf. Aku lupa."

Rey menggengam tanganku. "Cepet ganti baju, nanti masuk angin."

Aku hanya mengangguk, lalu berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan tubuh.

***

Aku berjalan sangat hati-hati dengan kaki yang sedikit basah usai dari kamar mandi. Dengan handuk kimono yang masih melilit tubuh serta rambut yang basah aku berjalan ke arah kamar.

Pintu kamar Alga terbuka sedikit. Dari celah pintu itu aku melihat gadis dengan balutan kaus hitam polos itu sedang tertidur pulas di ranjang. Dengan pelan, aku melangkah masuk ke dalam ruangan itu, mendekati Alga yang sedang menutup mata indahnya.

Aku melarikan tanganku yang masih basah membelai helai rambut merah milik Alga. "Maaf udah bikin kamu bosen." Bisikku lembut.

Sedikit merasa bersalah saat menguntai kalimat itu. Aku tahu, berhari-hari di kamar tanpa melakukan apa pun tentu akan membuat siapa pun bosan, termasuk Alga. Tapi, hanya ini yang terbaik untuknya.

Ketika aku mengecup pucuk kepalanya, Alga tersentak kaget. Dia langsung membuka mata, dan sedetik kemudia langsung mendudukkan badannya.

"Lo udah pulang? Ada Rey tuh di bawah." Katanya lesu.

AlganiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang